Menelisik Alternatif Solusi dari Permasalahan Nilai Apresiasi Penemu Fosil di Sangiran

Menelisik Alternatif Solusi dari Permasalahan Nilai Apresiasi Penemu Fosil di Sangiran
info gambar utama
Ilustrasi Fosil Gajah Purba © Pixabay, Eikira
info gambar

Desa Ngebung merupakan salah satu desa yang memiliki bangunan museum manusia purba di daerah Sangiran. Desa ini terletak di Kecamatan Kalijambe, Sragen, Jawa Tengah yang terbagi menjadi 3 dusun, 11 dukuh dan 17 RT.

Beberapa dukuh desa Ngebung diantaranya ialah dukuh Bubak, Grasak, Karanganyar, Mlandingan, Ngebung, Wonolelo, dan Wonorejo.

Desa ini berjarak sekitar 15km dari pusat kota, yaitu kota Solo. Mayoritas pekerjaan masyarakat desa Ngebung ialah menjadi petani sawah dan petani pategalan.

Keberadaan Museum Sangiran dan kluster museum yang tersebar di desa-desa sekeliling dari Museum Sangiran merupakan salah satu daya tarik bagi situs Sangiran sendiri yang sudah dijadikan sebagai destinasi wisata internasional.

Pengembangan kluster tersebut, mencakup keseluruhan kluster yang ada, yaitu kluster Bukuran, Ngebungan, Manyarejo, dan Dayu (Suparno et al., 2020).

Menurut Suparno (2020), perluasan destinasi ini akan berdampak pada perkembangan wisata, perubahan infrastruktur, peningkatan perekonomian masyarakat yang ada di sekitar kluster museum.

Pengelolaan benda-benda purba yang ditemukan baik di sekitar museum Sangiran maupun di sekitar kluster museum Sangiran tidak terlepas dari peranan masyarakat yang ada di sekitar situs.

Peran masyarakat untuk ikut serta dalam pengelolaan warisan dan benda-benda purba tertuang dalam Undang-Undang No 11 Tahun 2010, tentang Cagar Budaya Pasal 23 ayat 1.

Setiap orang yang menemukan benda yang diduga sebagai Benda Cagar Budaya, bangunan yang diduga sebagai Bangunan Cagar Budaya, struktur yang diduga sebagai Struktur Cagar Budaya, dan/atau lokasi yang diduga sebagai Situs Cagar Budaya wajib melaporkannya kepada instansi yang berwenang di bidang kebudayaan, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan/atau instansi terkait dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak penemuan tersebut."

Baca Juga: Cerita Warga Sangiran, Berharap Kesejahteraan Ditengah Lautan Fosil Purba
Aneka jenis bagian fosil yang ada di dalam Museum Sangiran © Dokumentasi Pribadi
info gambar

Baru-baru ini, di Dukuh Ngebung, Desa Ngebung, Kecamatan Kalijambe, Sragen, sebuah fosil gading gajah purba yang diperkirakan berusia sekitar 800.000 tahun ditemukan.

Penemuan ini memiliki nilai sejarah dan arkeologis yang signifikan, karena fosil-fosil hewan seperti ini dapat membantu merekonstruksi geospasial dan lingkungan di sekitar situs Sangiran.

Tidak hanya itu, di daerah sekitar Dukuh Ngebung juga banyak ditemukan fosil-fosil hewan lainnya, seperti fosil badak, fosil kijang, dan fosil gajah.

Fosil gading gajah tersebut ditemukan oleh seorang warga bernama Rudy Hartono (35 Tahun) ketika ia sedang renovasi rumah. Ketika melakukan renovasi, ia menemukan fosil gading gajah berukuran kurang lebih 3 meter.

Dibutuhkan setidaknya 8 orang untuk mengangkat fosil gading gajah tersebut dari tempat ditemukannya.

Bagian atas fosil ini ditemukan pada kedalaman 7-10cm dari permukaan tanah, dan bagian bawah fosil (keseluruhan) ditemukan di kedalaman sekitar 30-40cm.

Pada perkembangannya penemuan fosil yang ditemukan oleh Pak Rudy ini menimbulkan polemik permasalahan.

Permasalahan tersebut dipicu karena adanya ketidakpuasan Pak Rudy terhadap nilai kompensasi atau nilai apresiasi dari pihak berwenang kepada penemu fosil.

Tindakan yang telah dilakukan oleh Pak Rudy dan Pak Supardi telah sepatutnya mendapatkan apresiasi karena mereka telah memenuhi kewajiban mereka sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan.

Undang-undang No 11 Tahun 2010, tepatnya pada Pasal 24 Ayat 1 menyatakan bahwa "Setiap orang berhak memperoleh kompensasi apabila benda, bangunan, struktur, atau lokasi yang ditemukannya ditetapkan sebagai Cagar Budaya," banyak masyarakat merasa bahwa kompensasi yang diberikan belum memadai (Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya, 2010).

Polemik Nilai Kompensasi Penemu Fosil Gading Gajah Purba yang diberitakan dalam CNN Indonesia © CNN Indonesia 2023
info gambar

Berdasarkan informasi dari Pak Rudy, nilai apresiasi yang diajukan oleh pihak museum ialah sebesar Rp1.000.000,00 dan memberikan sertifikat penghargaan kepada penemu fosil. Namun, angka apresiasi tersebut masih belum diterima oleh Pak Rudy.

Menurut Pak Supardi, ayah dari Pak Rudy, idealnya penemuan fosil sebesar fosil gading gajah purba yang ditemukan di dalam rumahnya itu, bernilai sekitar Rp5.000.000,00 hingga Rp10.000.000,00.

Berbeda pendapat dengan pihak museum Ngebung, untuk sementara ini alasan kenapa mereka memberikan nilai apresiasi yang hanya Rp 1.000.000,00 kepada penemu fosil ialah ditinjau dari aspek kelangkaan fosil.

Penemuan fosil gading gajah purba yang ditemukan di Ngebung menurut pihak museum bukanlah merupakan sesuatu yang langka, karena hal ini sudah biasa terjadi.

Di sisi lain, terdapat beberapa alternatif solusi yang dapat ditempuh. Di antaranya ialah nilai apresiasi yang diberikan tidak selalu mengenai besaran nominal yang diberikan kepada penemu fosil.

Akan tetapi apresiasi juga dapat mencakup pengurangan pajak yang bersangkutan, bantuan tenaga atau bahan sebagai penggantian sebagian biaya pelestarian kepada yang bersangkutan (Surbakti, 2017).

Hal tersebut, sesuai dengan sebagaimana diatur dalam Pasal 29 ayat (2) (Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 01/PRT/M/2015, 2015) yaitu Kompensasi bukan uang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa bantuan tenaga dan/atau bantuan bahan sebagai penggantian sebagian biaya pelestarian kepada pemilik, pengguna dan/atau pengelola bangunan gedung cagar budaya yang dilestarikan”

Berdasarkan peraturan tersebut, dapat diketahui bahwa apresiasi penemu fosil tidak terbatas hanya berupa nominal atau uang, tetapi juga dapat berupa bukan uang.

Hal ini sangat memberikan dampak positif kepada masyarakat penerima, terutama masyarakat di sekitar Sangiran yang masih banyak membutuhkan bantuan perekonomian untuk kesejahteraan masyarakat.

Baca Juga: Fosil Gading Gajah Purba Berusia 800.000 Tahun Ditemukan di Sragen

Selain itu, peranan masyarakat dan pemerintah juga dapat dibantu oleh komunitas-komunitas lokal daerah Sangiran untuk dapat berkontribusi dalam pelaporan temuan fosil yang ada.

Komunitas di sekitar sangiran dapat menunjuk perwakilan daya desa atau daya warga dari setiap desa untuk dapat bekerja sama dengan komunitas terkait dengan pelaporan temuan fosil yang ada.

Dengan begitu, jangkauan pelaporan temuan fosil yang ada di Sangiran akan lebih luas dan dapat memudahkan baik pihak masyarakat dan museum untuk berkolaborasi.

Sumber Referensi:

  • Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, 1 (2010).
  • Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 01/PRT/M/2015, Pub. L. No. 01/PRT/M/2015 (2015).
  • Suparno, B. A., Arofah, K., & Sutrisno, I. (2020). Analisis Potensi Wisata Situs Sangiran (F. H. Arif (ed.); 1st ed.). Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat UPN Veteran Yogyakarta.
  • Surbakti, K. (2017). Kebijakan Pengelolaan Warisan Budaya Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 (Perihal Pemberian Insentif dan Kompensasi). Kapata Arkeologi, 13(2), 141. https://doi.org/10.24832/kapata.v13i2.397
  • CNN Indonesia. 2023. Fakta-fakta Gading Gajah Purba Sragen, Kena Linggis Hingga Kompensasi. Diakses pada 08 November 2023, melalui url: https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20230809074528-199-983707/fakta-fakta-gading-gajah-purba-sragen-kena-linggis-hingga-kompensasi

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

KS
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini