Nasib Ular, Si Hewan Introvert di Persimpangan Mitos Gelap dan Upaya Konservasi

Nasib Ular, Si Hewan Introvert di Persimpangan Mitos Gelap dan Upaya Konservasi
info gambar utama

Salah satu hewan melata di dunia, yakni ular, sejak lama banyak dijadikan sumber inspirasi dalam pembuatan karya kreatif. Sebut saja karya yang digadang-gadang sebagai film horror terlaris sepanjang masa, KKN Desa Penari tahun 2022.

Film tersebut nyatanya menggunakan mitos siluman ular bernama Badarawuhi sebagai center of interest dari keseluruhan film. Karya klasik melegenda lain datang dari legenda ratu horror Indonesia, Suzzana. Dalam film Titisan Dewi Ular yang rilis tahun 90’an. Suzzana tampil sebagai titisan dewi ular mengenakan sekumpulan ular hidup sebagai mahkota di kepalanya.

Karya besar dengan ular sebagai “menu” utamanya tidak hanya berasal dari dalam negeri. Penulis terkenal sekelas J.K. Rowlling dengan karya besarnya Harry Potter turut menampilkan tokoh ular bernama Nagini. Nagini adalah tokoh yang muncul pada dua buku seri Harry Potter.

Nagini adalah tokoh yang melakukan tindakan jahat (termasuk membunuh) atas perintah tuannya, Voldemort. Fakta menarik tentang Nagini yang kemudian muncul juga dalam serial Fantastic Beast 2 adalah Nagini berasal dari makhluk mirip ular (seperti naga) yang dapat berubah bentuk dalam mitologi Indonesia.

Terakhir, jika bicara soal karya tentang sosok ular jangan lupakan film legendaris Anacondas: The Hunt of Blood Orchid (yakni sequel dari Anacondas pertama) yang menjadikan hutan dan sungai Kalimantan sebagai lokasi shooting mereka.

Lihatlah bagaimana sosok ular ditampilkan dalam karya-karya tersebut. Pertarungan sengit antara memangsa dan dimangsa akhirnya menjadi kesimpulan yang dapat diambil oleh Kawan ketika menikmati sejumlah karya tersebut. Apakah ide-ide sang pembuat karya muncul dari kisah nyata pertemuannya dengan ular? Atau konflik nyata ular vs manusia di daerahnya?

Jika bicara soal ular di Indonesia, kita tidak hanya akan mendengar bahasan tentang ular sebagai salah satu bagian dari rantai makanan (untuk memangsa tikus atau katak). Lebih jauh dari itu Sejarawan Satwa dan lingkungan sekaligus Dosen Sejarah Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Padjadjaran, Budi Gustaman, menyampaikan pendapatnya soal ini.

Menurutnya, di Indonesia khususnya pulau Jawa dan Bali memang banyak kepercayaan atau mitos yang berhubungan dengan ular. Salah satu esensi hadirnya mitos atau kepercaaan tentang ular ini ada supaya manusia bisa hidup berdampingan dengan makhluk lain.

Budi menjelaskan bahwa dalam konteks sejarah, masyarakat Jawa, Sunda dan Bali menganut kepercayaan kosmologis (dunia dibagi menjadi tiga lapisan). Lapisan atas untuk dewa-dewa. Lapisan tengah untuk manusia. Dan lapisan bawah untuk hal-hal yang sifatnya negatif.

Ular dalam kepercayaan ini berada di lapisan bawah. Kepercayaan ini yang menurutnya mejadi salah satu faktor banyaknya mitologi tentang ular di Indonesia. Sebut saja Nyi Blorong, ular pelindung desa dan mata air atau berkaitan dengan mitos pertanian yakni ular sebagai jelmaan Dewi Sri (Dewi Padi).

Dari paparan di atas, setidaknya kita dapat melihat keistimewaan ular sebagai bagian dari inspirasi karya kreatif, mitos hingga kepercayaan tertentu di tengah masyarakat. Dengan begitu boleh jadi, kesan-kesan gelap, menyeramkan hingga hal mistis yang kerap kali menyatu dengan sosok ular pada akhirnya menjadi dasar untuk kita melakukan pengagungan terhadap ular (dalam konteks melanggengkan mitos, dan lainnya) atau justru membunuhnya.

Lalu apakah stigma yang melekat di masyarakat tentang ular akan berpengaruh terhadap kehidupannya di alam? Menyinggung soal alam sebagai habitat tinggal ular, rasanya sudah kurang tepat. Sebab, menurut Ketua Yayasan Sioux Ular Indonesia, One, menyebut ular sebagai salah satu hewan yang dekat sekali dengan manusia.

“Sebut saja ular dalam loteng atau rumah yang sering sekali ditemui di Jakarta,” ucapnya.

Melihat potensi pertemuan yang tinggi antara ular dan manusia, One pun menambahkan pendapatnya bahwa dasar dari konflik antara ular dan manusia.

“Karena ularnya nyari makan intinya sih gitu,” imbuhnya lagi.

Sebagai contoh ular secara naluri menjadi predator utama tikus, sementar tikus hidup berdampingan dengan manusia (karena mencari sisa makanan). Kasus-kasus yang biasa kita temukan tentang ular yang ditemukan hidup di dekat wilayah manusia ini juga berkaitan dengan sifat ular yang akan tidur setelah mendapat makanan atau sebut saja noncommuter animal (hewan dengan mobilitas rendah).

Mirisnya, potensi konflik tersebut tinggi dan tidak disertai dengan pemahaman yang baik dari pihak masyarakat. One menyebut dalam beberapa kasus akhirnya banyak masyarakat yang ketika bertemu ular akhirnya mengambil tindakan untuk membunuh ketimbang me-rescue atau memanggil bantuan (Damkar, komunitas seperti Sioux atau kelompok penanganan reptil sejenis).

Tindakan ini didasari pemikiran sederhana, “Daripada gue yang dibunuh, kan mending gue yang bunuh aja (ularnya),” seloroh One sembari tertawa ringan.

Sebagai orang yang bergerak di bidang konservasi satwa, One bersama Yayasan Sioux selalu mengedukasi masyarakat untuk tidak membunuh ular. Adapun alasan ini didasari pada fungsi strategis ular untuk melengkapi alur rantai makanan. Di sisi lain, pandangan berbeda justru disampaikan oleh Budi. Berkaitan dengan stigma negatif terhadap ular dan upaya membunuhnya, menurut Budi itu bukan masalah, selagi ular tersebut bukan satwa yang dilindungi.

Bahasan tentang stigma sosok ular pada akhirnya menjadi menarik untuk diperdebatkan ketika disandingkan dengan narasi konservasi. Ketakutan akan sosok ular akan selalu berbenturan dengan fakta nama salah satu DJ terkenal di dunia (DJ Snake) ini dapat mengontrol jumlah tikus, mengurangi potensi wabah karena tikus, serta memuluskan upaya petani mendapatkan hasil panen padi yang maksimal.

Sekarang coba tengok di balik lemari Kawan GNFI, siapa tahu selama ini terdapat makhluk introvert berdarah dingin yang hilir mudik tanpa Kawan sadari?

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

MU
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini