Mengapa Banyak Makanan Khas Indonesia yang Manis?

Mengapa Banyak Makanan Khas Indonesia yang Manis?
info gambar utama

Gula adalah pemanis paling umum yang kita gunakan dalam makanan dan minuman sehari-hari. Perannya sangat lekat dengan konsumsi harian kita. Namun, konsumsi berlebihan justru menjadi ‘senjata makan tuan’, bukan?

Tentunya Kawan begitu familiar dengan gudeg, kolak, es campur, cendol, klepon, pisang goreng, lupis, dan sebagainya. Keragaman dan keunikan kuliner Indonesia selalu menjadi santapan yang menarik dan menggugah selera. Mulai dari makanan yang manis, asin, bersantan, pedas, asam, dan berbagai kesan lainnya. Kawan GNFI juga pasti tidak asing dengan berbagai makanan kemasan yang biasa dijual di toko.

Banyaknya ragam makanan yang manis, sebenarnya ada hubungannya dengan sejarah bangsa kita, serta budaya pangan masyarakat Indonesia hingga ke era modern sekarang. Pada era kolonialisme, terdapat sistem tanam paksa (cultuurstelsel) tahun 1830-1870, di mana penduduk di Pulau Jawa dan Sumatera diwajibkan menanam tanaman pangan dan rempah tertentu dengan berbagai kebijakan sepihak.

Semua hasil panen wajib dijual ke pemerintah kolonial Belanda untuk diekspor ke Eropa, dengan tujuan mendongkrak kembali kondisi finansial pemerintah Hindia Belanda yang kritis akibat banyaknya hutang dari kerugian perang. Salah satu komoditas yang ditanam adalah tebu. Sehingga, mulai saat itulah petani Indonesia mengenal budidaya tebu.

Seperti yang Kawan GNFI ketahui, pelaksanaan tanam paksa akhirnya menyalahi aturan perjanjian yang mengakibatkan masyarakat jauh lebih menderita. Misalnya, lahan yang terpakai untuk menanam jauh melampaui 20% bagian lahan sebagai kebijakan awal. Kelebihan panen pun tetap diklaim pemerintah Belanda untuk diperdagangkan.

Para petani juga dikenakan pajak untuk lahan tanam paksa dan harus menanggung kerugian saat gagal panen. Apalagi, harga produk panen dimonopoli oleh pemerintah kolonial Belanda hingga harganya sangat minim dan masyarakat hampir tidak mendapatkan keuntungan apapun dari jerih payahnya.

Akibat dari tanam paksa ini, industri gula di Indonesia kian berkembang, menjadi Raja Gula dengan hasil produksi sebanyak 3 ton per tahun, eksportir terbanyak setelah negara Kuba. Lembaga penelitian gula pun bermunculan dan pabrik gula kian menjamur di Indonesia, mencapai 179 pabrik.

Namun di sisi lain, kondisi masyarakat semakin memprihatinkan, tingkat kemiskinan dan korban jiwa meningkat. Hampir tidak adanya lahan tersisa untuk menanam padi atau jagung. Untuk menahan rasa lapar, masyarakat terbiasa meminum air tebu dan memakan seadanya.

Kebiasaan konsumsi dan bekerja di dalam industri gula lama kelamaan menjadi budaya Indonesia yang turun temurun, terutama di daerah Jawa, hingga lahirlah banyak kuliner bercita rasa manis. Menurut Jurnal Jantra, budaya Jawa juga terkenal dengan jajan pasar, termasuk makanan manis yang mengandung gula.

Hal ini mencerminkan kecenderungan masyarakat Jawa untuk mengonsumsi makanan manis. Gula sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat Jawa secara khusus, dan masyarakat Indonesia secara umum. Gula dianggap sebagai simbol kebahagiaan, kesuksesan, perayaan, kedermawanan, dan kemakmuran.

Semua makanan yang paling banyak dikonsumsi di Indonesia mengandung gula, termasuk lauk pauk, bahkan makanan pokok kita yakni nasi. Selain dari masakan, kandungan gula yang tinggi juga ditemukan pada hampir semua camilan sehari-hari masyarakat Indonesia, terutama jajanan pasar.

Banyaknya konsumsi gula sehari-hari pada makanan berat kita harus diimbangi dengan kebiasaan hidup sehat, misalnya olahraga, dengan minimal 150 menit per minggu aktivitas fisik intensitas sedang bagi usia 18-64 tahun sesuai anjuran WHO.

Menurut Kementerian Kesehatan RI, batas konsumsi gula yang disarankan adalah sebanyak 50 gram (4 sendok makan) per hari. Padahal, kehidupan era modern saat ini menuntut masyarakat untuk lebih banyak bekerja dengan teknologi yang pada akhirnya mereka terbiasa mengadopsi gaya hidup yang tidak sehat.

Misalnya, konsumsi minuman manis dan makanan ringan dengan kandungan gula berlebih, ketidakseimbangan nutrisi seperti minim serat, dan terlalu lama bekerja di depan layar sehingga kurang aktivitas fisik dan paparan sinar matahari. Kebiasaan tersebut sudah menjadi hal sehari-hari masyarakat zaman modern.

Kebiasaan konsumsi gula berlebih ini meningkatkan risiko penyakit diabetes melitus, yang merupakan kondisi tubuh tidak normal karena tidak mampu menghasilkan jumlah hormon insulin yang cukup untuk menetralisir kadar gula yang berlebihan. Insulin adalah hormon yang membantu sel-sel tubuh menyerap glukosa (gula) dari darah.

Ketika kita mengonsumsi gula berlebih, tubuh akan menghasilkan lebih banyak insulin untuk membantu memprosesnya. Namun, jika tubuh terpapar gula berlebih dalam waktu lama, sel-sel tubuh dapat menjadi resisten (tahan) terhadap insulin. Hal ini menyebabkan glukosa menumpuk di dalam darah, yang dapat menyebabkan diabetes tipe 2.

Di zaman modern sekarang, edukasi tentang nutrisi, terutama tentang keseimbangan gizi dan takaran harian, sudah mudah untuk diakses dan dipelajari. Sudah semestinya kita Kawan GNFI selalu menjaga kesehatan fisik termasuk salah satunya yang terpenting adalah dengan mengontrol konsumsi gula harian.

Kalori yang masuk ke dalam tubuh juga perlu diperhatikan, dengan olahraga yang selain untuk melatih kekuatan dan ketahanan tubuh juga bermanfaat untuk pencegahan pembentukan lemak jenuh dan netralisasi gula. Generasi yang sehat perlu dijaga karena kita merupakan penerus bangsa di masa depan.

Referensi:

  • Septiwi, C. (2020). Diabetes Dan Orang Jawa. Universitas Muhammadiyah Gombong. https://unimugo.ac.id/?p=1601
  • Idris, Muhammad. (2016). RI Pernah Jadi Eksportir Gula Terbesar Kedua Dunia, Kini Malah Impor. DetikFinance. https://finance.detik.com/industri/d-3215159/ri-pernah-jadi-eksportir-gula-terbesar-kedua-dunia-kini-malah-impor?f990101mainnews=
  • Mudlofar, Muhammad Syahrul. (2022). Sistem Tanam Paksa Tebu (Suikercultuur) di Keresidenan Besuki Tahun 1830-1870. Universitas Jember. https://repository.unej.ac.id/handle/123456789/117732
  • Zulkarnain. (2011). DAMPAK PENERAPAN SISTEM TANAM PAKSA BAGI MASYARAKAT.
  • download.garuda.ristekdikti.go.id/article.php?article=1543480&val=477&title=DAMPAK%20PENERAPAN%20SISTEM%20TANAM%20PAKSA%20BAGI%20MASYARAKAT
  • Idris, Muhammad. (2021). Mengapa Pemerintah Hindia Belanda Melaksanakan Tanam Paksa? Kompas.com. https://money.kompas.com/read/2021/03/25/003600426/mengapa-pemerintah-hindia-belanda-melaksanakan-tanam-paksa-?page=all
  • World Health Organization. Physical Activity. https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/physical-activity

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

RU
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini