Mengekang Membuat Jalan Buntu bagi Anak

Mengekang Membuat Jalan Buntu bagi Anak
info gambar utama

"Pilihan orang tua adalah yang terbaik untuk kamu, tidak perlu melawan!" Pernahkah Kawan GNFI mendengar perkataan itu dari mulut orang tua kalian? Atau justru, kamu yang menyampaikannya dengan mulut kalian sendiri?

Sebenarnya, pribadi orang tua pastinya berbeda-beda, tetapi tidak jarang ditemui orang tua yang menganggap anaknya sebagai 'boneka' untuk memuaskan ambisinya sendiri. Hal itu memanglah terjadi dengan alasan yang jelas, orang tua mengatakan jika pilihannya yang terbaik, tidak dengan pilihan anak. Namun, pada akhirnya mengekang anak hanya akan membangun jalan buntu bagi anak sehingga berdampak buruk bagi anak itu sendiri.

Menumbuhkan Perasaan tidak Percaya Diri

Pertama, pastinya sifat percaya diri harus tumbuh di dalam diri setiap individu, begitu pun juga dengan para anak yang masih tumbuh dalam kawasan orang tua. Sifat kepercayaan diri mampu membuat anak menjadi lebih meyakinkan dirinya untuk menyelesaikan tanggung jawab mereka sendiri.

Namun, sifat tersebut bukanlah semata-mata hadir tanpa adanya edukasi yang cukup, orang tua berperan penting dalam menumbuhkan sifat potensial ini. Menurut Ghufron dan Rinamita (Bashori, 2016) terdapat beberapa faktor eksternal, salah satunya adalah pola asuh orang tua.

Telah banyak kasus beredar mengenai kepercayaan diri anak menurun karena sifat orang tua yang terlalu mengekang anak dalam menentukan mimpinya. Seperti yang dialami salah satu pemilik akun anonim, ia memublikasikan pengalamannya terkait masalah ini, ia mengatakan, "orang tuaku lebih memilih kakakku bergantung kepada mereka dibanding harus menentukan pekerjaannya dengan gaji yang rendah karena ia memiliki gelar master, tidak sepatutnya bekerja sebagai supir. Pada akhirnya, ia hanya berdiam diri di rumah."

Sampai sini sudah mengerti, bukan? Tidak ada salahnya orang tua memberitahukan apa yang baik untuk anaknya, tetapi yang perlu disadari, tidak semestinya orang tua terlalu menuntut anaknya menjadi seperti apa yang mereka inginkan.

Buntu dalam Menentukan Pilihan

Kedua, dalam mengambil keputusan, bukan hanya dibutuhkan peran setiap anak, tetapi diperlukan juga pendapat dari orang lain sehingga keputusan yang dibuat akan menghasilkan hasil yang baik. Orang tua menjadi salah satu alasan utama keputusan anak terbentuk karena menurut Verdeber (Mullyana, 2005:4), salah satu fungsi komunikasi adalah keputusan yang diambil dengan melibatkan proses informasi, berbagi informasi, dan persuasi.

Salah seorang akun anonim di situs terbuka pernah bercerita, "aku terlalu patuh dengan apa yang orang tuaku minta sehingga aku merasa sulit mengambil keputusan. Orang tuaku hanya bisa menyalahkan jika pilihan yang dibuat tidak sesuai dengan ekspektasi." Dengan begitu, orang tua tidak bisa melebihi batasnya dengan menuntut anak dalam mengambil keputusan yang akan dibuat.

Orang tua tidak perlu mengekang anak dalam menentukan pilihannya, orang tua hanya perlu mengarahkan anak dalam proses pengambilan keputusan tersebut. Jika orang tua memerankan perannya dengan baik di dalam keluarga sudah pasti komunikasi antara orang tua dan anak akan baik karena proses pengambilan keputusan pun ditentukan oleh komunikasi dari keduanya.

Ini bukan soal keluhan biasa, tetapi sifat orang tua yang terlalu mengekang anak dalam mengambil keputusan sehingga anak menjadi sulit untuk berkembang. Apa para orang tua menginginkan anaknya menjadi seperti itu?

Tertekan Menjalani yang Bukan Pilihannya

Terakhir, tahap ini merupakan puncak di dalam permasalahan pada anak karena faktor sifat orang tua yang berlebihan dalam mengekang. Biasanya, anak akan mengalah sehingga menerima dan melaksanakan apa yang orang tua pinta dalam menentukan mimpinya agar tidak dilabeli sebagai anak yang durhaka.

Nyatanya, apabila anak melanjutkan mimpi yang tidak pernah mereka bayangkan akan membuat mereka tertekan dan tidak bisa menjalaninya dengan bahagia. Menurut Sarwono (2020) orang tua memiliki 20 kesalahan dalam mengasuh anak, salah satunya adalah banyak menuntut anak. Orang tua seperti ini termasuk orang tua yang perfeksionis sehingga sering sekali mengharapkan anak dapat memenuhi keinginan mereka. Dengan begitu, anak akan merasa tertekan dan sulit untuk berkembang.

Seperti yang dialami oleh salah satu pengguna aplikasi X, ia mengungkapkan hal yang pernah ia alami, "kadang bingung jadi anak karena suka ada perbedaan dengan orang tua, pernah ada di fase ngejalanin hidup yang bukan pilihanku, rasanya tertekan dan setiap hari kerjaannya cuma nangis. Hampa banget."

Dengan demikian, pentingnya memperhatikan kondisi jasmani dan juga rohani anak, orang tua tidak perlu mengekang terlalu keras agar ambisi yang mereka ciptakan dapat tercapai karena anak akan tetap mempunyai impiannya sendiri. Orang tua cukup memberikan ilmu yang belum dimiliki oleh anak agar anak bisa belajar dan mengerti seiring berjalannya waktu.

Berakhirlah di sini, pada penghujung pembahasan topik. Dalam banyaknya kasus yang terjadi, diharapkan orang tua mau mengubah sifatnya yang suka mengekang anak dan menggantikannya dengan mengarahkan anak sesuai dengan ilmu yang mereka miliki. Mengekang anak hanya membuat anak tidak bisa melangkah lebih jauh, tidak menjadikan anak menjadi sosok yang sukses dan mudah berkembang.

Referensi:

  • Mustofa, B. (2022). Beberapa Kesalahan dalam Mendidik Anak. Kulon Progo.
  • Susetyo Rini, Y. (2014). Komunikasi Orang Tua-Anak dalam Pengambilan Keputusan Pendidikan. Ejournal Universitas Diponegoro, 3(2), 112-122.
  • Saya jadi Canggung dan Kesepian karena Terlalu Dikekang Orang Tua. (2019, Juli 08). BBC News Indonesia.
  • Dampak Buruk Anak Terlalu Patuh kepada Orang Tua. (2021, Agustus 14). Quora.
  • Amane. "Kadang bingung jadi anak karena suka ada perbedaan dengan orang tua, pernah ada di fase ngejalanin hidup yang bukan pilihanku, rasanya tertekan dan setiap hari kerjaannya cuma nangis. Hampa banget." 2022, Agustus 30, 11.55 WIB. Tweet.
  • Mahara, Y. (2021). Hubungan Antara Pola Asuh Otoriter dengan kepercayaan Diri Siswa/I SMP Swasta Terpadu Darussaadah Kecamatan Bener Kelipah Tahun Ajaran 2020/2021.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

RB
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini