Survei Optimisme Generasi Muda: Etika Bermedia Sosial Indonesia Jadi Isu Mengkhawatirkan

Survei Optimisme Generasi Muda: Etika Bermedia Sosial Indonesia Jadi Isu Mengkhawatirkan
info gambar utama

Setiap tahunnya, Good News From Indonesia (GNFI) menyelenggarakan Survei Indeks Optimisme untuk mengetahui tingkat optimisme generasi muda di berbagai aspek. Terdapat lima dimensi dalam survei ini yaitu Pendidikan dan Kebudayaan, Kebutuhan Dasar, Ekonomi dan Kesehatan, Kehidupan Sosial, serta Politik dan Hukum. Salah satu topik menarik disinggung dalam dimensi Kehidupan Sosial yaitu tentang etika bermedia sosial.

Indeks Optimisme Kehidupan Sosial berada di angka 7,87, berada di posisi keempat di antara lima dimensi. Posisi tersebut menunjukkan bahwa dimensi ini memiliki persoalan yang harus disoroti. Pada dimensi ini, terdapat total empat topik yang dibahas, masing-masing diwakili dengan sebuah pertanyaan. Topik yang dibahas yaitu optimisme terhadap sikap toleransi, kebebasan berpendapat, kesempatan yang sama untuk berkembang, dan etika bermedia sosial yang semakin baik.

Menariknya, indeks optimisme terendah dapat terlihat di topik etika bermedia sosial. Indeks optimisme untuk topik tersebut berada di angka 6,97. Selisih yang cukup jauh dibandingkan dengan topik kesempatan yang sama untuk berkembang. Topik kesetaraan tersebut mendapatkan angka 8,48, skor tertinggi dalam dimensi Kehidupan Sosial.

Melihat rendahnya optimisme generasi muda terkait persoalan etika bermedia sosial, hal ini menunjukkan bahwa ada isu krusial terkait perilaku warganet Indonesia di dunia maya. Salah satu kejadian menarik di dunia maya terjadi pada 2021. Saat itu, Microsoft merilis data Digital Civility Index yaitu sebuah survei yang menilai tingkat kesopanan warganet dari beberapa negara di dunia. Hasilnya, Indonesia menempati posisi ke-29 dari 32 negara.

Seaka-akan membuktikan posisi rendahnya kesopanan tersebut, beberapa warganet Indonesia langsung menyerang media sosial Microsoft dengan komentar bernada kebencian. Bukti nyata hasil survei tersebut membuat Microsoft harus menutup kolom komentar media sosial mereka.

Kejadian keramaian akibat ulah warganet juga terus terjadi. Misalnya yang terjadi baru-baru ini terkait pernikahan Bunga Citra Lestari dengan Tiko Aryawardhana. Bukannya memberikan selamat, sebagian warganet justru mengomentari BCL yang seakan-akan tidak menepati janjinya pada sang mantan suami yaitu Ashraf Sinclair untuk menjalani sehidup semati. Sebagian warganet mempertanyakan alasan BCL menikah dengan Tiko dengan kalimat-kalimat bernada merendahkan.

Tak terhitung keramaian-keramaian dunia maya yang terjadi karena ketikan warganet yang tak beretika. Setiap harinya pasti ada saja topik apa pun yang menjadi viral karena serangan warganet. Tindakan sebagian warganet yang bermedia sosial tanpa beretika ini dapat disebut sebagai problematic internet use (PIU), kondisi di mana individu tidak memiliki kemampuan untuk mengontrol aktivitas berinternet mereka sehingga membawa dampak buruk bagi diri mereka sendiri atau orang lain.

PIU menjadi fenomena yang sering dibahas dalam dunia psikologi karena kondisi ini membawa dampak signifikan bagi kehidupan banyak orang, terutama generasi muda. Pada umumnya, pengidap PIU adalah generasi muda karena mereka mudah bereaksi emosional akan sesuatu dan mereka juga merupakan generasi yang paling banyak menggunakan teknologi.

Namun, melihat hasil Survei Indeks Optimisme, ditemukan bahwa generasi muda juga memiliki kekhawatiran soal etika bermedia sosial. Kekhawatiran ini merupakan langkah awal untuk menyadari perilaku berinternet diri sendiri atau orang lain yang kurang sehat.

Generasi muda perlu melakukan upaya untuk mengontrol penggunaan media sosial mereka agar tidak melakukan hal-hal yang melanggar etika. Hal ini bisa dilakukan dengan membatasi waktu bermedia sosial dan melakukan latihan regulasi emosi. Namun, upaya meningkatkan etika bermedia sosial tidak bisa dilakukan oleh individu saja.

Perlu banyak dukungan dari berbagai pihak untuk mewujudkan warganet Indonesia yang beretika. Misalnya kebijakan pembatasan umur menggunakan media sosial, sanksi jelas bagi warganet yang melakukan serangan siber, dan juga edukasi menyeluruh terkait penggunaan media sosial.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

K
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini