Berkah Kesuburan Industri Kopi yang Membangun Malang Raya pada Masa Kompeni

Berkah Kesuburan Industri Kopi yang Membangun Malang Raya pada Masa Kompeni
info gambar utama

Malang Raya merupakan kawasan kecil penghasil kopi. Tanaman ini mengisi kota hingga kaki gunung Penanggungan, Kawi, Panderman, Semeru, dan Arjuno. Jejak perkebunan kopi ini tercatat dalam laporan perjalanan JL Van Sevenhoven.

Pada buku Sejarah Daerah Batu karya Dwi Cahyono menyebut Sevenhoven pada 1812 melakukan perjalanan dari Malang ke Kediri. Dia melewati kebun kopi di Naya yang kini dikenal dengan Dinoyo dan Kaling.

Eks Gitaris Banda Neira Ajak Warga Slipi Raih Momen Kebersamaan dengan Budaya Lokal

Dirinya kemudian menemukan kebun kopi Batu. Luas perkebunan tak masif, tetapi ada di sepanjang jalan. Ketika itu Malang dianggap daerah yang tak produktif, baru berubah saat Belanda menerapkan tanam paksa pada 1830-an.

“Malang bertanah subur dan cocok untuk kopi. Perluasan kebun pun dimulai sejak saat itu,” kata Dwi Cahyono.

Peradaban karena kopi

Malang telah ditinggal oleh warganya setelah Perang Surapati. Pada catatan Thomas Stamford Raffles dalam The History of Java, Malang hanya berpenduduk 7.148 jiwa, Banyuwangi mencapai 8.070, Besuki dan Panarukan malah lebih padat yakni 24.109 jiwa.

“Pada 1856, Bondowoso resmi menjadi pusat pemerintahan Keresidenan Besuki karena hasil dari kopi yang melimpah. Bondowoso berkembang,” ungkap Nawiyanto, Guru Besar Sejarah Ekonomi dan Lingkungan Universitas Jember.

Menikmati Lezatnya Kopi Rasa Madu Hasil Budidaya Petani Simalungun

Pada periode Tanam Paksa, komoditas kopi merupakan salah satu primadona dalam perdagangan internasional. Seluruh wilayah Hindia Belanda yang memiliki geografi pegunungan aktif menjadi wilayah perkebunan kopi, tak terkecuali Malang.

Pada 1860-an, pemerintah kolonial Belanda membuka lebar investasi perkebunan kopi di Malang. Setelah itu, perkembangan kopi di Malang semakin pesat saat memasuki 1870. Berdasarkan catatan sejarah, rel kereta api mulai bermunculan.

“Transportasi ini telah menghubungkan antar daerah penting seperti pelabuhan di Surabaya, Pasuruan, dan lain-lain,” kata Wilda Fizriyani yang dimuat Republika.

Penghasil kopi terbesar

Pada 1890, Afdeling Malang menjadi wilayah penghasil kopi terbesar di Jawa Timur. Dikatakan oleh Wilda, volume produksinya mencapai 143.173 pikul pada 1887 sampai 1889. Sementara wilayah lain seperti Banyuwangi hanya menghasilkan 13.630 pikul.

Rixvan Afgani dan Sarkawi B Husain dalam Manisnya Kopi di Era Liberal: Perkebunan Kopi Afdeling Malang (1870-1930) mengatakan perkembangan kopi telah menarik orang-orang dari luar daerah Malang.

Pada catatan pemerintah kolonial, jumlah penduduk Bumiputra di Malang telah mencapai angka di atas 80 ribu. Angka itu termasuk tinggi apabila dibandingkan dengan kawasan lain pada tahun yang sama.

Mencicipi Kenikmatan Kopi Apek, Kedai Legendaris dari Kota Medan

Proses migrasi ke Malang terus berlangsung hingga memasuki abad ke 20. Daerah Malang mengalami pertambahan penduduk Eropa dan Tionghoa cukup pesat. Pada 1916, pertumbuhan penduduknya masing-masing sekitar 150 persen dan 40 persen.

“Di antara lima afdeling di wilayah Keresidenan Pasuruan, Afdeling Malang menempati ranking tertinggi dalam persentase pertambahan penduduk. Jumlah penduduknya secara keseluruhan sebanyak 761.555 penduduk,” paparnya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini