Kisah Para Perajin Tenun Lurik dari Klaten yang Tak Memelas Digempur Zaman

Kisah Para Perajin Tenun Lurik dari Klaten yang Tak Memelas Digempur Zaman
info gambar utama

Lurik adalah kain dengan motif bergaris-garis kecil yang secara tradisional menjadi pakaian khas masyarakat pedesaan di kalangan suku bangsa Jawa. Jejaknya yang penting dalam kemandirian sandang masa lampau terpahat pada prasasti dan relief candi.

Lurik sempat mencapai masa jayanya, salah satunya di daerah Pedan, Klaten, Jawa Tengah. Pada era jaya tahun 1960-an, Pedan pernah menjadi pusat produksi lurik dari daerah Jateng.

Selain Batik, Ini 4 Kain Nusantara yang Indah dan Mendunia

Dengan dukungan koperasi di tiap kecamatan, pengusaha lurik Klaten mencapai 500 orang dengan 70.000 buruh. Tetapi industri lurik makin tergerus pada Orde Baru ketika pabrik tekstil dan konglomerasi bermunculan.

“Dulu, saya bisa untung 100-120 persen, sekarang paling banyak 30 persen,” ucap pengusaha lurik Raden Rachmad yang dimuat Kompas.

Mereka yang bertahan

Rachmad adalah salah satu perajin lurik yang masih bertahan. Di Toko Sumber Sandang milik pria yang dijuluki Begawan Lurik ini masih menerima pesanan dari Amerika, Australia, hingga Honolulu.

Bila tak sanggup, Rachmad meneruskan pesanan itu kepada tiga dari delapan anak yang kini turut menekuni lurik. Tetapi semangat Rachmad tak diimbangi para karyawan yang hampir semuanya sudah berusia lanjut.

Kain Tenun Kamohu Buton, Warisan Budaya Asal Sulawesi Tenggara

Painem misalnya adalah seorang buruh lurik sudah bekerja sebagai pengrajin lurik dari remaja. Tetapi di usianya yang sudah mencapai 70 tahun, Painem hanya bisa membuat lurik ketika selesai bekerja di sawah.

“Lurik jadi sambilan daripada menganggur,” tambah Painem.

Kreativitas

Kurnia Lurik di Krapyak Wetan, Bantul menceritakan cara mereka bertahan dalam industri, salah satunya kreativitas. Ketika pengusaha lurik gunung tikar. Kurnia Lurik bertahan sejak didirikan pada tahun 1962.

Dengan 50 pekerja yang mayoritas lanjut usia, Kurnia Lurik stabil memproduksi 4.500 meter lurik per bulan. Produksi pakaian adat atau surjan bagi abdi dalem keraton tetap digenjot. Namun pakem klasik tetap berkembang sesuai tren.

Pesona Wastra Indonesia, Lebih dari Sekadar Kain Penutup Tubuh

Sejak tahun 2000, Kurnia Lurik mengusung fashion lurik sebagai pakaian sehari-hari. Pengembangan lurik juga mengarah pada pembuatan kerajinan tangan seperti tas, dompet, dan perlengkapan interior dengan melibatkan warga.

“Lulus kuliah, awalnya saya enggan pengen kerja di sini. Tapi eman-eman kalau enggak diteruskan. Selagi pakaian masih berbahan kain, ada kesempatan lurik dilirik,” ujar Jussy Rizal.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini