Perang Diponegoro: Latar Belakang, Jalannya Peperangan, dan Dampaknya

Perang Diponegoro: Latar Belakang, Jalannya Peperangan, dan Dampaknya
info gambar utama

Perang Diponegoro atau yang dikenal sebagai Perang Jawa merupakan salah satu peristiwa bersejarah yang memengaruhi jalannya peradaban di Nusantara. Terjadi pada abad ke-19, perang ini tidak hanya melibatkan pertempuran fisik antara pasukan Belanda dan pemberontak Diponegoro, tetapi juga mencakup latar belakang sosial, politik, dan budaya yang kompleks.

Catatan sejarah mencatat bahwa Perang Diponegoro menyebabkan kematian bagi ratusan ribu warga Jawa dan puluhan ribu tentara Belanda. Perang ini juga menjadi salah satu konflik terbesar yang dihadapi Belanda selama masa kekuasaannya di Indonesia. Lantas, bagaimana latar belakang, hingga jalannya peperangan? GNFI akan membahas dalam artikel ini, simak sampai akhir.

Latar Belakang

Perang Diponegoro dimulai pada tahun 1825 dan berlangsung selama lima tahun. Perang ini merupakan perang yang paling panjang dalam sejarah Indonesia dan merupakan perang yang paling parah, yang menyebabkan banyak kehilangan hidup dan harta. Perang ini diperjuang oleh Pangeran Diponegoro, Raden Mas Said, yang mengusir pemerintah kolonial Belanda dari Jawa Tengah.

Latar belakang perang Diponegoro adalah kedatangan Belanda ke Indonesia, yang menjadi masalah besar bagi bangsa. Campur tangan Belanda dalam persoalan internal Kasultanan Jogja memecah belah kerajaan. Pangeran Diponegoro menunjukkan ketidaksenangan dengan Belanda, sikap tersebut bertambah ketika tanah para leluhurnya dipatok oleh Belanda, ia pun mencabut patok tersebut. Atas kejadian tersebut Belanda menganggapnya sebagai pemberontak dan berupaya untuk menangkap Pangeran Diponegoro.

Pada tahun 1825, Pangeran Diponegoro mencabut patok yang diberikan oleh Belanda, yang menjadi tinder untuk perang. Belanda menganggapnya sebagai pemberontak dan mengusirnya dari Jogjakarta. Pangeran Diponegoro menyebakkan kepada Belanda, ia tidak menginginkan perang, tetapi akan melakukannya jika Belanda tidak menghentikan campur tangan dalam internal Kasultanan Jogja.

Tak hanya itu, Setelah Mangkubumi meninggal, kepemimpinan kesultanan Yogyakarta dilanjutkan oleh penerusnya, Hamengkubuwono II. Sultan HB II dikenal karena kebijakan-kebijakannya yang memberatkan rakyat Yogyakarta, salah satunya terkait peningkatan besar pajak. HB II meningkatkan pajak hingga enam kali lipat dan bahkan menggunakan praktik pemerasan untuk mengumpulkan pajak tersebut dari masyarakat.

Jalannya Peperangan

Perjalanan Perang Diponegoro dimulai pada tanggal 20 Juli 1825, ketika pemerintah keraton mengirimkan dua bupati senior, yaitu Raden Tumenggung Sindunegoro II dan Mas Ario Manduro, untuk menangkap Pangeran Diponegoro dan Mangkubumi di Tegalrejo. Upaya penangkapan tersebut dilakukan dengan harapan agar dapat menghindari terjadinya pertempuran.

Setibanya di Tegalrejo, tempat tinggal Pangeran Diponegoro dibakar habis. Namun, Diponegoro dan Mangkubumi berhasil melarikan diri dan menghindari kejaran pasukan keraton yang terdiri dari Jawa dan Belanda. Diponegoro menunjukkan keahliannya menguasai medan di Tegalrejo, melebihi pasukan keraton.

Diponegoro kemudian melarikan diri ke arah barat, mencapai Desa Dekso di Kulonprogo, lalu bergerak ke selatan hingga mencapai Goa Selarong. Goa tersebut kemudian dijadikan sebagai markas militer oleh Diponegoro, sementara selirnya menempati Goa Putri di sebelah timur.

Baca Juga : Goa Selarong, Tempat Menyusun Strategi Pangeran Diponegoro Melawan Belanda

Di sana, Diponegoro memimpin pasukan yang terdiri dari berbagai golongan mulai dari priyayi hingga petani. Mereka rela berkorban harta benda untuk perang karena memegang teguh prinsip "Sadumuk bathuk, sanyari bumi ditohi tekan pati", yang berarti mereka bersedia berjuang hingga mati untuk mempertahankan tanah air mereka.

Diponegoro juga berhasil merekrut seorang bandit profesional yang sangat ditakuti oleh penduduk setempat. Selain itu, ia dibantu oleh Kyai Mojo sebagai pemimpin spiritual perlawanan. Kerjasama juga terjalin dengan I.S.K.S. Pakubuwana VI dan Raden Tumenggung Prawirodigdoyo, Bupati Gagatan.

Lukisan Penyerahan Pangeran Diponegoro (1830): Akhir Perang Diponegoro
info gambar

Dalam waktu tiga minggu setelah penyerbuan Tegalrejo, pasukan Diponegoro berhasil menyerang dan menduduki keraton Yogyakarta. Keberhasilan ini diikuti dengan kemenangan di beberapa daerah pada awal Perang Diponegoro, yang merambah ke Banyumas, Kedu, Pekalongan, Semarang, dan Rembang, serta meluas hingga ke Madiun, Magetan, Kediri, dan sekitarnya. Gerakan perlawanan yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro memobilisasi kekuatan di seluruh Jawa.

Selama perang, Diponegoro menerapkan strategi perang gerilya dan perang atrisi. Pada puncak pertempuran tahun 1827, Belanda mengerahkan lebih dari 23.000 tentara, menciptakan pertempuran yang sengit dengan pasukan infanteri, kavaleri, dan artileri. Belanda juga menggunakan sistem benteng untuk menyerang Diponegoro, menyebabkan pasukannya terjepit.

Pada tahun 1829, Kyai Mojo ditangkap, diikuti oleh penyerahan diri Pangeran Mangkubumi dan Alibasah Sentot Prawirodirjo kepada Belanda. Bahkan, Belanda menawarkan hadiah besar untuk menangkap Diponegoro, hidup atau mati. Pada Februari 1830, Diponegoro setuju untuk bertemu dengan Jenderal De Kock, tetapi tidak ada kesepakatan yang dicapai. Setelah beberapa pertemuan, Diponegoro tetap bersikeras mendapatkan pengakuan Belanda sebagai sultan Jawa bagian selatan.

Baca Juga : Melacak Dana Perang Dipenogoro Melawan Kompeni dalam Perang Jawa

Pada Maret 1830, Jenderal De Kock memerintahkan penangkapan Diponegoro. Pasukan Belanda berhasil menjepit pasukan Diponegoro di Magelang pada 28 Maret 1830. Akhirnya, setelah pengkhianatan dan tekanan tersebut, Diponegoro menyerahkan diri pada 25 Maret 1830 dengan syarat sisa pengikutnya dilepaskan. Penyerahan diri Diponegoro menandai berakhirnya Perang Diponegoro pada tahun 1830.

Akhir & Dampak Peperangan

Dampak yang diakibatkan oleh Perang Diponegoro meresap ke berbagai aspek kehidupan di Indonesia, memberikan implikasi yang signifikan bagi masyarakat serta perjalanan sejarah dan politik pada masa itu.

Berikut adalah berbagai dampak yang terjadi akibat pecahnya Perang Diponegoro:

1. Gangguan Politik dan Keamanan di Jawa

Perang Diponegoro menciptakan gangguan yang meluas dalam politik dan keamanan di Jawa, mengacaukan kehidupan masyarakat dan menimbulkan ketakutan serta penderitaan.

2. Kerugian Finansial yang Besar

Konflik ini menyebabkan kerugian finansial yang besar bagi penduduk Jawa, dengan hancurnya infrastruktur dan penurunan ekonomi yang signifikan. Baik masyarakat Jawa maupun Pemerintah Kolonial Belanda mengalami kerugian yang serius.

Baca Juga : Penemuan Pedang Pangeran Diponegoro di Istana Belanda, Bagaimana Bentuknya?

3. Korban Jiwa yang Tinggi

Banyak nyawa melayang dalam perang tersebut, baik di kalangan militer maupun warga sipil, menimbulkan kesedihan yang mendalam di kalangan masyarakat.

4. Penguatan Kendali Belanda atas Jawa

Pasca konflik, Belanda terlibat dalam administrasi kerajaan dan kepala daerah di Jawa. Tindakan ini memperkuat dominasi kolonial mereka di wilayah tersebut.

‌5. Penangkapan Pangeran Diponegoro

Penangkapan Pangeran Diponegoro menjadi akhir yang tragis dari perjuangan panjangnya melawan penjajahan, menandai akhir dari perlawanan yang gigih terhadap kekuasaan kolonial.

Baca Juga : Jejak Pangeran Diponegoro dalam Tahun-Tahun Pengasingan dan Kematian

Sejarah Perang Diponegoro adalah catatan berharga tentang semangat perlawanan terhadap penjajahan Belanda di Indonesia. Peristiwa ini memberikan pelajaran yang berharga tentang keberanian dan semangat perjuangan untuk mencapai kemerdekaan.

Sumber:

Artikel “Pangeran Diponegoro dalam Perang jawa 1825-1830” ditulis oleh Vira Maulisa Dewi dkk, dalam Jurnal Pendidikan Sejarah dan Kajian Sejarah.

Artikel “Perang Jawa di batas Barat Kesultanan Yogyakarta” dalam vredeburg.id.

Artikel “Perang Diponegoro: Kisah Heroik Pemberontakan Melawan Kolonialisme Belanda” ditulis oleh Ilham Ramadhan dalam himasfkip.unsil.ac.id.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Muhammad Farih Fanani lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Muhammad Farih Fanani.

MF
MS
MA
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini