Melacak Dana Perang Dipenogoro Melawan Kompeni dalam Perang Jawa

Melacak Dana Perang Dipenogoro Melawan Kompeni dalam Perang Jawa
info gambar utama


Perang Diponegoro yang terjadi pada 1825-1830 merupakan perang terbesar yang pernah dialami Belanda selama pendudukannya di Nusantara. Perang ini terjadi menyeluruh di wilayah Jawa, sehingga disebut Perang Jawa.

Agar melawan Belanda, Pangeran Diponegoro tentunya membutuhkan dana yang tak sedikit. Apalagi dirinya perlu membeli senjata api hingga membayar gaji panglima dan juga para pasukannya.

Sementara itu, ketika keluar dari pemukiman Tegalrejo pada 20 Juli 1825, Diponegoro tak sempat menjual hartanya yang tak bergerak, seperti tanah, rumah, perabot rumah tangga, kuda, sapi, dan sebagainya.

Penemuan Pedang Pangeran Diponegoro di Istana Belanda, Bagaimana Bentuknya?

Ketika itu rumah warisan Ratu Ageng Tegalrejo dibakar oleh trio musuhnya, seperti Residen Yogyakarta Smissaert, Patih Danurejo IV, dan komandan pasukan kawal Sultan Kelima, Mayor Tumenggung Wironegoro begitu mendadak.

“Berton-ton padi yang disimpan di lumbung padi terpaksa harus menjadi arang karena pembakaran di Tegalrejo. Bahkan cap atau stampel yang sudah disiapkan oleh Sang Pangeran jika perang benar-benar terjadi juga ketinggalan di Tegalrejo,” tulis Lilik Suharmji dalam Cara Diponegoro Menggali Dana untuk Perang Jawa.

Dana sumbangan

Setelah mendengar Pangeran Diponegoro tak membawa uang ketika meninggalkan Tegalrejo. Membuat para pangeran, kerabat, dan simpatisan bergerak hatinya untuk membuat biaya perang Diponegoro.

Dikatakan oleh Lilik, para pangeran sepuh yang mendukung perjuangan Pangeran Diponegoro beramai-ramai menyumbangkan barang berharga. Terutama saat Pangeran Diponegoro tinggal di Selarong.

“Sumbangan-sumbangan itu berupa permata, uang kontan, dan barang-barang berharga lain yang bisa diuangkan, misalnya hiasan, sarung keris bertahta permata, sabuk bersepuh emas, dan lain sebagainya,” jelasnya.

Sosok Hakim Belanda dengan Lukisan Wajah Pangeran Diponegoro yang Abadi

Karena mengandalkan sumbangan tak cukup, Diponegoro kemudian memerintahkan saat menang, maka prajurit wajib mengambil harta rampasan perang. Karena itulah saat peperangan, misal di perbatasan Yogyakarta-Kedu mereka merampas 24.000 Gulden.

Disebutkan oleh Lilik, uang hasil rampasan di samping digunakan untuk biaya perang, sisanya dibagikan kepada para panglima dan para prajurit secara merata. Hal ini agar mereka dapat membiayai hidup diri dan keluarganya.

“Pembagian itu diberikan Diponegoro kepada para pendukungnya secara berkala sehingga para prajuritnya dapat menggunakan uang itu dengan bijaksana dan tidak boros,” paparnya.

Penarikan pajak

Karena pasukan Pangeran Diponegoro semakin banyak, untuk itulah digagas cara lain untuk membiayai perang, jalan satu-satunya adalah menarik uang pajak kepada rakyat Yogyakarta dan sekitarnya yang mendukung Perang Jawa.

Tetapi penarikan pajak inilah yang menjadi awal perseteruan antara Pangeran Diponegoro dengan Sentot Prawirodirjo, panglima Perang Jawa. Pasalnya saat itu Sentot meminta agar bisa langsung menarik pajak kepada rakyat yang ditolak Diponegoro.

“Permintaan yang kedua itu (penarikan pajak) tentu saja membuat Diponegoro bimbang dan ragu, karena seorang panglima perang mengurusi uang sedangkan kewajibannya hanya satu yaitu merencanakan dan memimpin sebuah pertempuran,” paparnya.

Duta Sheila On 7 sebagai Keturunan Kiai Modjo, Ulama Sekaligus Pahlawan Nasional

“Jika seorang panglima perang tangan kanannya memegang pedang, sedangkan tangan kirinya memegang uang maka insting bertempurnya akan segera luntur,” lanjutnya.

Pangeran Diponegoro kemudian menyetujuinya setelah mendapatkan persetujuan dari Pangeran Mangkubumi. Namun hal ini akhirnya disesali Pangeran Diponegoro karena Sentot terlihat menjadi lemah setelah memegang uang.

“Benar saja, setelah Sentot diperbolehkan memegang uang dari pajak rakyat, insting bertempurnya menjadi kendor dan itu sangat disesali Diponegoro,” pungkasnya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini