Debat Keempat Cawapres 2024, Labelling kepada Kaum Milenial dan Gen Z

Debat Keempat Cawapres 2024, Labelling kepada Kaum Milenial dan Gen Z
info gambar utama

Debat cawapres yang keempat telah digelar pada hari Minggu tanggal 21 Januari 2024 dengan mengusung tema energi, sumber daya alam, sumber daya manusia, pajak karbon, lingkungan hidup dan agraria, serta masyarakat adat.

Setiap momennya tentu saja menjadi sorotan hingga menjadi bahan gelak tawa para netizen di dunia maya, terutama para Gen Z. Namun, debat kali ini meninggalkan kesan dan citra yang berkonotasi negatif.

Pasalnya, salah satu cawapres menunjukkan aksi tidak menghargai orang sekitar ketika akan menanggapi jawaban. Warganet menilai aksi ini sangat tidak sopan dan terkesan menggelikan yang menghilangkan citra seorang calon pemimpin.

Tidak cukup sampai di situ, hilangnya sopan dan jauh dari kata santun ditunjukkan pada momen ketika beliau merespons lawan bicara yang lebih tua. Meski berada di posisi yang sama sebagai cawapres, tetapi alangkah lebih baik apabila tidak bereaksi secara berlebihan.

RI-Jerman Kerja Sama Kurangi Degradasi Laut dan Darat di Tiga Wilayah, Apa Saja?

Layaknya manusia yang luput akan lupa dan wajar, tetapi tidak dapat ditoleransi apabila dilihat dari posisi beliau yang memiliki posisi terpenting. Bahkan, masyarakat Indonesia tahu sosok beliau ‘dijunjung’ oleh siapa.

Kritik yang membanjiri dunia maya platform X menilai aksi beliau sangat cringe atau memalukan, disrepectful atau kurang menghargai, dan tidak sopan. Beberapa hari usai debat keempat cawapres hingga artikel ini diterbitkan, media nasional masih membahas sikap beliau.

Meski ditampik dengan alasan political gimmick, tetapi tidak bisa selamanya para capres maupun cawapres berlagak layaknya pelakon panggung sandiwara yang memandang seluruh esensi kehidupan bisa menjadi bahan gelak tawa di samping gerak-geriknya sebagai calon pemimpin Indonesia.

Dengan citra mewakili anak muda yang diaungkan oleh beliau, benarkah citra anak muda mudi Indonesia dewasa ini sudah semiris itu hingga tidak mengenal adanya akhlak, budi pekerti, moral, sopan, dan santun? Apakah pemberian label oleh satu orang dapat merepresentasikan keseluruhan?

Pengaruh Labelling terhadap Sosial Masyarakat

Layaknya pisau bermata dua, setiap gerak gerik manusia penuh akan makna positif dan negatif tergantung bagaimana cara orang lain memandang perilaku dan menilai individu atau biasa disebut labelling.

Edwin M. Lemert sebagai penemu teori labelling menyatakan bahwa perilaku pemberian cap sosial kepada suatu individu memiliki pengaruh positif maupun negatif terhadap pembentukan kepribadian individu tersebut, terutama ketika bermasyarakat.

Na Tuk Kong, Inkulturasi Praktik Spiritual Tionghoa dan Melayu

Label sebagai cerminan mengenai individu dalam meraih pengakuan masyarakat, tetapi dapat pula menimbulkan kesalahpahaman dari masyarakat pada saat yang sama. Inilah alasan mengapa labelling tergolong sebagai perilaku sosial menyimpang.

Karena nila setitik, rusak susu sebelanga. Peribahasa yang cocok mewakili definisi labelling dengan interpretasi bahwa perilaku satu individu saja dapat mencerminkan suatu stereotip meski sebenarnya tidak semua anggota stereotip berperilaku sama seperti individu tersebut.

Begitulah yang terjadi pada momen debat cawapres kemarin. Khususnya pada cawapres yang mengaku mewakili generasi milenial dan gen Z bertindak berlebihan untuk memperoleh atensi publik, tetapi di sisi lain menimbulkan penilaian negatif oleh generasi milenial dan gen Z.

Pada akhirnya, labelling disebabkan faktor internal dari perilaku individu itu sendiri sebagai pelaku utama dan faktor eksternal dari penilaian masyarakat terhadap perilaku individu yang bersangkutan.

Meski pengaruh labelling tidak kentara, tetapi label sebagai citra yang disematkan pada suatu kelompok akan susah dihilangkan hingga dapat merasuk pada tiap anggota suatu kelompok tersebut walaupun telah ditutup dengan prestasi bertubi-tubi.

Untuk menghindari labelling dan menghambat penyebaran labelling pada suatu kelompok, individu perlu introspeksi diri untuk mengetahui identitas diri dari aspek strata kelompok dan dapat memberi batasan diri dalam berperilaku.

Masyarakat yang terpengaruh labelling dari perilaku individu perlu mengelola dan mengontrol emosi agar tidak terpancing dengan selalu memberikan pengaruh positif dan bertindak sewajarnya dalam bersosial-masyarakat.

Senantiasa menghormati dan menghargai sesama manusia sudah cukup mewakili sikap sopan dan santun untuk saling menciptakan suasana Indonesia tenteram, damai, serta sejahtera tanpa memunculkan penyakit hati maupun menciptakan penyakit sosial.

Mikul dhuwur mendemjero (seorang anak hendaknya dapat memuliakan orang tua, menjunjung kehormatannya, dan merahasiakan kejelekkannya).

Upaya Menyelamatkan Obat Mujarab dari Madura yang Terancam Punah

Referensi:

  • https://nasional.tempo.co/read/1824345/sikap-gibran-dalam-debat-cawapres-dikritik-netizen-songong-cringe-hingga-tengil
  • https://turnersyndromefoundation.org/2021/07/13/the-power-of-labels/#:~:text=While%20there%20are%20positive%20effects,what%20they%20are%20capable%20of.
  • https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-7060463/mengenal-teori-labeling-dalam-ilmu-sosiologi

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

NU
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini