Lahan Basah di Provinsi Riau Sebagai Salah Satu ‘Ginjal’ Bumi

Lahan Basah di Provinsi Riau Sebagai Salah Satu ‘Ginjal’ Bumi
info gambar utama

Menurut data Global Wetlands (Feb, 2024), total lahan basah Indonesia yaitu 36 juta Ha atau sekitar 20% dari total luas Indonesia dan menjadi urutan nomor 2 terbesar dunia. Total luas lahan gambut Indonesia juga mencapai 22 juta Ha.

Riau adalah salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki total luas lahan basah terluas yaitu 3 juta Ha dan lahan gambut sekitar 2 juta Ha. Sekitar 50% lahan basah di pulau Sumatera terdapat di provinsi Riau.

Lahan Basah Riau

Lahan basah secara luas dapat didefinisikan sebagai berbagai tipe habitat seperti rawa, lahan gambut, dataran banjir, sungai dan danau serta wilayah pesisir seperti rawa asin, hutan bakau, padang lamun, juga terumbu karang dengan wilayah laut yang kedalamannya tidak lebih dari enam meter saat air surut. Lahan basah secara sederhana dapat diartikan merupakan wilayah daratan yang tertutup air tawar atau asin, ataupun keduannya. Lahan basah dapat bersifat permanen maupun musiman.

Ekosistem lahan basah telah lama diakui sebagai “ginjal” bumi. Lahan basah memiliki peran vital sebagai salah satu dari tiga ekosistem utama, selain hutan dan laut. Dikatakan sebagai “ginjal”, karena lahan basah berperan penting dalam menyerap karbon dioksida dan polutan udara lebih banyak daripada semua hutan di dunia. Selain itu lahan basah juga dapat meningkatkan kualitas air dan udara yang sehat bagi keberlanjutan peradaban di bumi.

Baca juga: Air Terjun Tanggedu, Pesona Alam Kelas Dunia di Sumba Timur

Diketahui lahan basah memiliki fungsi ekosistem tertinggi di biosfer. Biosfer disebut sebagai zona kehidupan bumi, terjadi dalam sistem tertutup dan sebagian besar mengatur diri sendiri. Lahan basah juga berkontribusi terhadap beragam manfaat biologis, sosial dan ekonomi

Lahan basah menjadi tempat tumbuh dan berkembangnya ragam flora dan fauna, serta memberikan banyak fungsi terhadap lingkungan, iklim dan sosial ekonomi di masyarakat. Dengan kata lain, jika lahan basah mengalami kerusakan maka biosfer menjadi tidak seimbang. Dapat disimpulkan bahwa lahan basah di Riau sebagai salah satu ‘ginjal’ Bumi.

Fungsi Lahan Basah

Lahan basah memiliki fungsi yang sangat strategis dalam keseimbangan Bumi. Adapun fungsi lahan basah adalah

  • Penyimpan karbon, lahan basah merupakan salah satu penyimpan karbon permukaan bumi.
  • Sumber air bersih, lahan basah berfungsi sebagai reservoir alami yang menampung dan mengendalikan air hujan serta aliran permukaan.
  • Makanan yang melimpah, dengan pengelolaan air dan pertanian di lahan basah yang bijaksana maka ketahanan pangan jangka panjang dapat terjamin.
  • Keanekaragaman hayati dan keindahan alam, lahan basah mendukung kekayaan alam yang berlimpah dan unik.
  • Melindungi dari bencana, lahan basah yang lestari dapat mencegah terjadinya perubahan iklim. Namun jika terjadi kerusakan terus-menerus maka menyebabkan bencana bagi sekitarnya.
  • Kesejahteraan, lahan basah seringkali dijadikan sebagai penggerak ekonomi lokal. Dengan menggunakan lahan ini secara bijaksana dan diversifikasi mata pencaharian masyarakat lokal maka akan mengurangi kemiskinan dan kesenjangan sosial.
Baca juga: Hari Pendidikan Lingkungan Hidup Sedunia, Ciptakan Dunia Sadar dan Peduli kepada Alam

Problematika di lahan basah Riau

Dalam jurnal yang diterbitkan di Nature, saat ini bumi setidaknya telah kehilangan lahan basah seluas 3,4 juta km2 atau setara dengan 2% luas permukaan bumi dalam tiga abad terakhir. Sejak dulu, banyak yang beranggapan bahwa lahan basah terutama gambut sebagai ‘lahan yang tidak produktif’. Oleh karena itu, jumlah lahan basah yang dialihfungsikan semakin banyak dengan tujuan perkebunan dan urbanisasi. Masalah yang sering terjadi adalah pengalihfungsian lahan dilakukan dengan cara pembakaran, inilah yang terjadi terhadap lahan basah di Riau.

Alih fungsi lahan gambut di Pelalawan Riau
info gambar

Tercatat dari data PUSDALOPS BNPB (Jan – Agus 2023) total luas lahan gambut Riau yang terbakar adalah ± 2.632 Ha. Efeknya, wilayah sekitar Provinsi Riau mengalami kabut asap yang cukup tebal di bulan Agustus 2023. Kabut asap mengandung gas beracun seperti CO2 dan CO. Berkurangnya lahan basah menyebabkan tidak adanya ekosistem yang bisa membersihkan udara.

Selain wabah kabuh asap, Des 2023 – Feb 2024 beberapa kabupaten di Riau mengalami musibah banjir. Kepala BPBD Riau, M. Edy Afrizal mengatakan bahwa 9 kabupaten/kota di Riau telah menetapkan status siaga darurat banjir, yaitu Kota Pekanbaru, Kabupaten Kampar, Rokan Hulu, Rokan Hilir, Bengkalis, Pelalawan, Kuantan Singingi, Siak dan Indragiri Hulu.

Jika dilihat dari jalur hidrologis gambut, kota dan kabupaten yang terkena banjir adalah wilayah lahan gambut yang telah mengalami perubahan fungsi. Hal ini juga disebabkan oleh curah hujan yang cukup besar. Wabah banjir ini tidak hanya meresahkan warga saja. Dilaporkan bahwa gajah dan harimau sumatera berada disekitar wilayah pemukiman penduduk. Hal ini sebabkan wilayah hutan juga mengalami banjir.

Diketahui lahan basah mampu menyimpan karbon dalam jumlah besar dan menjadi penampung dan pengendali air hujan dan aliran permukaannya. Jika lahan basah sengaja dibakar, maka seluruh cadangan karbon didalamnya akan terbakar. Inilah yang menyebabkan wabah kabut asap. Lahan basah yang telah terbakar dan mengalami peralihan fungsi tidak dapat menampung dan mengendalikan air hujan, sehingga wilayah tersebut akan mengalami banjir secara terus-menerus.

Baca juga: PLTP Patuha: Memanfaatkan Kekayaan Alam Indonesia untuk Energi Bersih
Gambar 2. Kondisi tanah untuk perkebunan sawit | Sumber: Dokumentasi Pribadi
info gambar

Lahan basah tentunya memiliki nilai sosial dan ekonomi pada manusia. Diketahui beberapa daerah di lahan basah Riau yang dihuni penduduk menjadi sentral penghasil buah nanas. Riau menjadi salah satu penghasil nanas terbesar di Indonesia, bahkan tahun 2017 produksi nanas di Riau mencapai 74.389 ton. Namun, sekarang ini beberapa wilayah penghasil nanas mulai berkurang, hal ini tentunya dampak dari pengalihan lahan basah menjadi perkebunan sawit.

Riau dianggap semakin maju dan berkembang dengan adanya perkebunan dan pabrik pengolahan sawit. Kegiatan ekonomi perkebunan sawit juga meningkatkan kesejahteraan keluarga. Jadi dapat disimpulkan bahwa pembukaan lahan basah di Riau memiliki dua sisi yaitu positif dan negatif. Guna meminimalisir dampak negatif, hendaknya disikapi secara bijak tentunya oleh pemerintah, pelaku industri, akademisi, dan masyarakat Riau.

Saat ini Pemerintah Indonesia yang ditangani oleh Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BGRM) telah melakukan usaha restorasi pada lahan basah. Restorasi ini bertujuan untuk mencegah kebakaran berulang dan memperlambat degradasi gambut.

Lahan gambut yang mengalami kerusakan dan berlokasi di area konsesi telah mengalami transformasi menjadi perkebunan atau hutan tanaman. Restorasi gambut juga berpotensi mengurangi emisi gas rumah kaca hingga 172 juta ton CO2/tahun. Riau menjadi salah satu provinsi yang diprioritaskan untuk segera dilakukan restorasi lahan gambut seluas 2,4 juta Ha. Dengan menjaga dan melestarikan lahan basah di Riau, kita juga menjaga salah satu ‘ginjal’ bumi.

Baca juga: Kain Gambo: Warna Alam Untuk Pelestarian Hutan

#MakinTahuIndonesia

Sumber Referensi:
https://www.brin.go.id/news/117470/brin-ungkap-potensi-restorasi-6-juta-hektar-lahan-gambut-terdegradasi

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

MS
KO
GI
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini