Mengenal Batik Jambi, Jejak Kesultanan Melayu dengan Motif Flora dan Fauna

Mengenal Batik Jambi, Jejak Kesultanan Melayu dengan Motif Flora dan Fauna
info gambar utama

Indonesia memiliki banyak penghasil batik dengan motif yang beragam sesuai daerahnya, salah satunya adalah di Jambi. Batik Jambi juga memiliki ciri khas tertentu yaitu didominasi warna merah dengan motif utama flora dan fauna.

Dimuat dari Kompas, Batik Jambi pertama kali dikenal pada abad ke-17 sebagai kain khusus keluarga Sultan Jambi. Berdasarkan catatan yang ada, sejarah batik Jambi berasal dari masa Kesultanan Melayu di Jambi.

Warna-warni Batik Jogja Pukau Masyarakat Canberra, Australia

Pada zaman kesultanan, produksi batik Jambi masih sangat terbatas. Terlebih lagi, ketika itu, produksi batik hanya untuk keperluan keluarga dan lingkungan Kesultanan. Apalagi batik tidak bisa digunakan oleh sembarang orang.

“Hanya dipakai oleh masyarakat status sosial yang tinggi, seperti kaum bangsawan,” tulis Verelladevanka Adryamarthanino.

Tersebar di masyarakat

Pada zaman Belanda, batik Jambi mendapatkan perhatian akibat tulisan seorang penulis berkebangsaan Belanda bernama BM Goslings. Dia menemukan bahwa di dusun Kampung Tengah sudah ada perajin batik yang melahirkan karya indah.

Diperkirakan ini adalah hasil akulturasi di kawasan itu yang mendorong meluasnya kerajinan batik. Orang-orang Melayu awalnya menempati Kampung Olak Kemang, Tahtul Yaman, hingga Tanjung Johor belakangan ada orang Arab yang datang ke kampung itu.

Jejak Kejayaan Haji Bilal Atmajoewana, Raja Batik Legendaris dari Yogyakarta

“Batik-batik ini, dengan pola yang sangat luar biasa, sebagian besar berwarna merah, tampak kontras dari latarnya yang berwarna hitam kelam. Ada lagi selendang yang indah, tampak dikerjakan dengan rumit dan halus, juga didominasi merah pada hitam dan dengan sedikit biru,” tulisnya.

Pewarna merah pada kain itu disebut kudu-jirek, kepanjangan dari mengkudu dan kulit kayu jirek yang berfungsi sebagai zat pengawet. Penerapan warna merah dan biru ke hitam pada batik membutuhkan usaha khusus.

“Pencelupan memakan waktu berhari-hari dibandingkan dengan pengolahan sederhana pada kain masa kini,” jelasnya.

Destinasi wisata

Tumbuhnya batik di kawasan Seberang telah membawanya sebagai salah satu destinasi wisata di Kota Jambi. Wisatawan juga bisa menjumpai kampung-kampung batik beserta kawasan kota tua.

Di Kampung Jelmu, sebagian besar warganya turut membatik, salah seorang pembatik, Sofia mengatakan setiap hari dirinya beserta ayah, ibu, dan saudaranya bekerja membubuhkan lilin pada kain batik.

Hasilnya diserahkan kepada salah satu pengusaha batik di sana. Dia sendiri mendapatkan upah Rp4.000 per meter. Dalam sehari, dirinya bisa menyelesaikan 30 hingga 40 meter untuk diserahkan kepada pengusaha itu.

Motif Batik Jayastamba sebagai Ciri Khas Kabupaten Nganjuk

Ketua Komite Ekonomi Kreatif Jambi, Berlian Santosa mengatakan berkembangnya usaha batik di kawasan ini sangat membantu dalam pertumbuhan ekonomi kreatif. Potensi ini dapat pula dikembangkan sejalan dengan pengembangan wisata di kawasan Seberang.

“Kuliner di kawasan Seberang sudah ada potensinya, tetapi masih perlu dikembangkan lagi supaya bisa mendukung pariwisata batiknya,” katanya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini