Kembalinya Selat Muria Pasca Banjir Demak: Mitos atau Fakta?

Kembalinya Selat Muria Pasca Banjir Demak: Mitos atau Fakta?
info gambar utama

Banjir yang melanda Kabupaten Demak, Jawa Tengah, disebut sebagai yang terparah dalam 30 tahun terakhir karena magnitudenya jauh lebih luas daripada bencana serupa di tahun-tahun sebelumnya. Banjir ini hampir menenggelamkan setidaknya belasan kecamatan dan telah melumpuhkan aktivitas perekonomian.

Namun, narasi yang berkembang di media sosial justru menganggap peristiwa ini sebagai kewajaran. Hal ini dikarenakan wilayah Demak dulunya adalah wilayah selat, yaitu Selat Muria, yang kemudian berubah menjadi dataran rendah. Selain itu, ada juga narasi yang beredar luas di media sosial mengenai munculnya kembali Selat Muria.

— Sam Elqudsy 🔆 (@nuruzzaman2) March 19, 2024

Namun, apakah hal ini benar?

Peneliti dari Pusat Riset Kebencanaan Geologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Eko Soebowo, dengan tegas menyatakan bahwa banjir yang melanda Demak dan sekitarnya tidak memiliki kaitan dengan kemunculan Selat Muria. Menurutnya, banjir yang terjadi saat ini di Demak murni disebabkan oleh pengaruh alam, yakni cuaca ekstrem dan hujan yang terus mengguyur daerah tersebut. Eko menjelaskan bahwa cuaca yang sangat ekstrem dan kondisi aliran sungai di wilayah tersebut tidak mampu menampung volume air hujan yang tinggi karena terjadi sedimentasi.

Selain faktor alam, aktivitas manusia seperti penggundulan hutan dan perubahan tata guna lahan juga berkontribusi pada masalah sedimentasi di sisi selatan. Selain itu, pengambilan air tanah yang berlebihan di kawasan pesisir pantai utara Jawa juga menyebabkan permukaan tanah turun sekitar 5-10 sentimeter per tahun. Eko menegaskan bahwa satu-satunya faktor yang dapat menyebabkan daratan berubah menjadi selat adalah kenaikan permukaan air laut, bukan banjir. Dengan tegas, dia menyatakan bahwa menurut pandangan mereka, perubahan daratan menjadi selat tidak akan terjadi, dan faktor utamanya adalah kenaikan muka air laut .

Kepala Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Muhammad Wafid menyatakan bahwa Selat Muria tidak akan terbentuk dalam waktu dekat, meskipun terjadi penurunan tanah di daerah pesisir Demak, Jawa Tengah, yang berkisar antara 5 hingga 11 sentimeter per tahun. Wilayah pantai atau dataran pantai merupakan wilayah yang sangat dinamis, dibentuk oleh proses geologi, kondisi oseanografi, dan klimatologi. Proses pembentukan wilayah ini masih berlangsung hingga saat ini melalui proses transportasi, pengendapan, dan konsolidasi sedimen, sehingga rawan terhadap bencana seperti banjir rob, penurunan tanah, dan abrasi.

Penelitian dari Badan Geologi menunjukkan bahwa daerah Demak dan sekitarnya secara umum didominasi oleh endapan kuarter berupa endapan aluvial pantai atau aluvium. Hasil survei geofisika bawah permukaan menunjukkan adanya sedimen yang bersifat lunak dan tebal. Pemboran di dataran aluvium hingga kedalaman 100 meter menunjukkan dominasi lapisan lempung lunak dalam kondisi normally consolidated, dengan sedikit sisipan pasir lepas. Kondisi ini menyebabkan mudah terjadinya pemampatan alamiah maupun pemampatan karena beban antropogenik di wilayah tersebut, yang mengakibatkan penurunan tanah.

Beberapa tempat di daerah pesisir memiliki elevasi yang lebih rendah dibandingkan muka air laut. Oleh karena itu, jika terjadi banjir rob, air akan menjorok jauh masuk ke daratan. Wafid juga menjelaskan bahwa banjir saat ini yang surutnya lambat lebih dipengaruhi oleh faktor iklim, seperti curah hujan yang tinggi, kerusakan infrastruktur tanggul, dan kondisi lapisan tanah di bawah permukaan yang didominasi oleh lapisan lempung lunak yang cenderung bersifat impermeable, sehingga air melolos dengan lambat .

Terjadinya banjir rob juga menyebabkan banjir yang cukup tinggi di daerah pesisir dan akan mengalami genangan yang cukup lama. Secara teori, Selat Muria mungkin saja terbentuk kembali apabila terjadi proses geologi yang dahsyat, seperti gempa bumi tektonik berkekuatan sangat besar yang menyebabkan amblesan tiba-tiba dan mencakup areal yang luas. Amblesan tiba-tiba atau graben tersebut merupakan bahaya ikutan dari kejadian gempa bumi selain dari bahaya guncangan dan sesar permukaan.

Namun, menurut penelitian Badan Geologi, penurunan tanah tidak cukup sebagai faktor penyebab Selat Muria terbentuk kembali. Jika pun terjadi, proses ini akan memerlukan waktu yang sangat lama (skala waktu geologi; ratusan sampai ribuan tahun) dan kecepatan penurunannya harus seragam mulai dari Demak hingga Pati. Kajian Badan Geologi menunjukkan perbedaan kecepatan penurunan tanah, di mana pada daerah pesisir lebih cepat dibandingkan dengan daratan. Beberapa faktor dominan yang kemungkinan akan kembali terbentuknya Selat Muria meliputi penurunan muka tanah yang besar, kenaikan muka air laut akibat perubahan iklim, serta terganggunya pola aliran sungai karena elevasi daratan lebih rendah dibandingkan muka air laut .

Sumber : Antara | CNN Indonesia | Vivanews

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Akhyari Hananto lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Akhyari Hananto.

Terima kasih telah membaca sampai di sini