Kolaborasi, Kunci Membangun Masyarakat Tangguh Bencana di Tengah Perubahan Iklim

Kolaborasi, Kunci Membangun Masyarakat Tangguh Bencana di Tengah Perubahan Iklim
info gambar utama

Dunia kini sedang menghadapi perubahan iklim. Berbagai pihak pun didorong untuk berkolaborasi guna mewujudkan masyarakat yang tangguh bencana.

Dalam beberapa dekade terakhir, bumi menghadapi situasi di mana suhu mengalami peningkatan, atau dalam kata lain: Pemanasan. Inilah wujud dari perubahan iklim yang berefek pada kehidupan masyarakat di berbagai belahan dunia.

Menurut data World Meteorogical Organization (WMO), suhu rata-rata dunia pada tahun 2023 meningkat sebesar 1,45 derajat celcius dibandingkan dengan abad sebelumnya, tepatnya pada 1850 hingga 1900. Bukan cuma itu, ada pula rekor suhu terpanas bumi yang pernah tercatat pada 2023.

Rekor suhu terpanas terjadi setiap bulan antara Juni dan Desember 2023. Di samping itu, Juli dan Agustus 2023 adalah dua bulan terpanas yang pernah tercatat dalam sejarah.

"Padahal (berdasarkan) kesepakatan Paris, disepakati tidak boleh lebih dari 1,5 derajat celcius untuk akhir abad. Ini baru tahun 2023. Jadi, betapa kita ini sudah sangat dekat dengan batas dari kesepakatan tadi," ujar Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati dalam Konferensi Pers Road to 10th World Water Forum:"Kolaborasi Tangguh Atasi Tantangan Perubahan Iklim, Senin (1/4/2024).

Perubahan iklim dan memanasnya suhu bumi berujung pada terjadinya bencana dan berbagai fenomena alam ekstrem. Salah satu dampaknya yang dirasakan manusia adalah tantangan dalam pengelolaan sumber daya air.

Gunung Marapi Meletus Empat Kali, Ini Pedoman PVMBG yang Perlu Diperhatikan

Menuju Masyakat Tangguh Bencana

Betapa menantangnya pengelolaan sumber daya air memang berkaitan dengan bencana akibat perubahan iklim itu sendiri. Dwikorita mencontohkan bahwa saat ini, ada fenomena di mana suatu kawasan mengalami kekeringan, sementara kawasan lain tak jauh dari sana dilanda banjir. Hal ini bahkan juga terjadi di Indonesia.

Dalam mencari jalan keluar atas tantangan yang ada, kolaborasi dianggap sebagai kunci. Untuk itu pula, hadir 10th World Water Forum atau Forum Air Dunia ke-10 yang bakal mempertemukan para pemangku kepentingan dari berbagai negara.

“Dari segala persoalan tadi, tentunya dibutuhkan kolaborasi yang multihelix atau multipihak untuk membangun masyarakat yang tangguh terhadap bencana. Ini multipihak, multisektor, dan lintas batas.” lanjut Dwikorita.

10th World Water Forum akan diselenggarakan di Bali pada 18-24 Mei 2024. Dalam wadah kolaborasi tersebut, akan dibahas berbagai isu-isu yang relevan, termasuk membangun masyarakat tangguh bencana di tengah perubahan iklim.

“ini jadi tantangan bagi semua pihak untuk dapat menyatukan modalitas dan meningkatkan kapasitas. Salah satu platform yang merupakan arena untuk menghimpun sinergi adalah melalui forum dialog internasional. Jadi, harus ada dialog antarbangsa, antarnegara. Inilah yang akan kita bangun bersama di Bali pada 18 hingga 25 Mei tahun ini dalam World Water Forum yang kesepuluh.” pungkas Dwikorita.

Belajar Subak, Delegasi 10th World Water Forum Bakal Kunjungi Persawahan Jatiluwih

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan A Reza lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel A Reza.

Terima kasih telah membaca sampai di sini