Kisah Marsinah, Seorang Pahlawan Buruh asal Nganjuk yang Mengikuti Jejak Kartini

Kisah Marsinah, Seorang Pahlawan Buruh asal Nganjuk yang Mengikuti Jejak Kartini
info gambar utama

Setiap tanggal 21 April, masyarakat Indonesia memperingati hari istimewa yang dikenal sebagai hari Kartini. Hari Kartini membangkitkan kembali kisah perjuangan perempuan Indonesia dalam meraih emansipasi dan keadilan. Dedikasi Kartini memberikan inspirasi bagi banyak orang untuk turut memperjuangkan kesetaraan dan hak-hak perempuan.

Salah satu sosok yang mengikuti jejak Kartini dalam memperjuangkan emansipasi dan keadilan adalah Marsinah, seorang buruh perempuan asal Nganjuk yang gugur dalam perjuangannya untuk hak-hak buruh. Sosok Marsinah dengan keberanian dan kegigihannya menjadi bukti nyata bahwa perjuangan Kartini masih berlanjut di era modern.

Riwayat Hidup Marsinah

Marsinah lahir pada 10 April 1969 di desa Nglundo, Kecamatan Sukomoro, Kabupaten Nganjuk. Perempuan yang dikenal sebagai aktivis dan pembela hak buruh ini merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, yaitu Marsini (kakak) dan Wijiati (adik). Orang tuanya adalah Astin (ayah) dan Sutini (ibu).

Ketika Marsinah berusia tiga tahun, ibunya meninggal dunia dan ayahnya menikah lagi. Sejak saat itu, Marsinah dibesarkan oleh neneknya, Paerah, yang tinggal bersama paman dan bibinya.

Marsinah adalah anak yang giat bekerja sejak kecil. Ia membantu neneknya menjual gabah dan jagung setiap sepulang sekolah. Setelah tamat sekolah dasar, Marsinah bersekolah di SMPN 5 Nganjuk. Kemudian dengan bantuan biaya dari pamannya, ia melanjutkan pendidikan di SMA Muhammadiyah. Selepas lulus SMA, Marsinah bercita-cita untuk kuliah di jurusan hukum. Namun karena terkendala biaya, ia memilih untuk merantau di Surabaya guna mencari pekerjaan.

Perjuangan RA Kartini dalam Membangun Kesetaraan Gender di Indonesia

Pada tahun 1989, Marsinah pergi ke Surabaya dan tinggal sementara bersama Marsini, kakaknya yang sudah menikah. Ia memulai pekerjaan pertamanya di pabrik plastik SKW yang terletak di kawasan industri Rungkut. Karena gajinya tidak mencukupi, Marsinah menjajakan nasi bungkus di sekitar pabrik untuk mendapatkan penghasilan tambahan.

Sebelumnya, Marsinah juga bekerja di perusahaan pengemasan barang sebelum akhirnya bergabung dengan PT Catur Putra Surya, pabrik pembuat jam di daerah Porong, Sidoarjo pada tahun 1900.

Marsinah dikenal sebagai buruh yang berani menyuarakan pendapatnya dan selalu berupaya untuk memperjuangkan nasib rekan-rekannya sesama pekerja. Ia juga berperan aktif dalam organisasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI).

Perjuangan Marsinah dan Kematiannya yang Tragis

Pada tahun 1993, Marsinah dan beberapa buruh PT CPS mendesak perusahaan untuk mematuhi instruksi Gubernur KDH TK I Jawa Timur dalam surat edaran No. 50/Th. 1992 yang berisi himbauan kepada seluruh pengusaha di Jawa Timur untuk menaikkan upah karyawannya sebesar 20 persen. Sayangnya, himbauan tersebut tak kunjung dikabulkan oleh para pengusaha sehingga memicu aksi unjuk rasa dari para buruh.

Dalam peristiwa tersebut, Marsinah turut serta mulai dari rapat perencanaan pada 2 Mei 1993 di Tanggulangin, Sidoarjo hingga aksi unjuk rasa dan mogok kerja pada 3 Mei 1993. Selain menuntut kenaikan gaji pokok dari Rp1.700 per hari menjadi Rp2.250 per hari, para buruh juga mengajukan 12 tuntutan hak-hak buruh yang lain, seperti tunjangan sebesar Rp550 per hari yang tetap bisa didapatkan ketika buruh absen, cuti hamil, cuti haid, upah lembur, asuransi kesehatan, perlakuan yang baik kepada buruh, dan lain-lain.

Akibat aksi tersebut, Marsinah dan teman-temannya harus menanggung tekanan dari berbagai pihak, termasuk perusahaan dan Komando Distrik Militer (Kodim) setempat.

Meskipun demikian, mereka berhasil membawa perusahaan ke meja perundingan dan berhasil mendapatkan kenaikan gaji pokok sesuai tuntutan mereka. Sementara, tuntutan yang lain dijanjikan akan dibicarakan lebih lanjut di kemudian hari. Namun, perundingan masih tetap berlanjut hingga 5 Mei 1993.

Akhirnya, tepat pada siang hari di tanggal 5 Mei 1993, Komando Distrik Militer (Kodim) Sidoarjo menggiring 13 buruh yang dianggap telah menghasut rekan-rekannya untuk melakukan aksi unjuk rasa. Mereka dipaksa untuk mengundurkan diri dari PT CPS karena tuduhan telah mengadakan rapat gelap dan mencegah karyawan lain bekerja.

Marsinah sebenarnya tidak termasuk dalam 13 orang tersebut. Namun, ia pergi ke markas Kodim Sidoarjo untuk menanyakan keberadaan dan keadaan rekan-rekannya. Pada saat itu, Marsinah mengetahui bahwa salah satu temannya sedang disiksa. Berbekal rasa solidaritas yang tinggi, Marsinah berencana untuk kembali melakukan advokasi guna memperjuangkan keadilan rekan-rekan buruhnya.

Menelusuri Jejak Putri Kerajaan Kediri di Air Terjun Roro Kuning Nganjuk

Namun naas, hari Rabu, tanggal 5 Mei 1993 adalah terakhir kalinya Marsinah terlihat hidup. Malam harinya, sekitar pukul 10, Marsinah menghilang dan ditemukan tiga hari setelahnya dalam keadaan tak bernyawa. Jasadnya ditemukan di gubuk pematang sawah di daerah hutan Wilangan, Nganjuk, sekitar 200 km dari tempatnya bekerja pada 9 Mei 1993.

Jenazah Marsinah kemudian divisum oleh Rumah Sakit Umum Daerah Nganjuk di bawah pimpinan Dr. Jekti Wibowo dan didapatkan hasil adanya penganiayaan berat sebelum meninggal. Hasil autopsi juga menunjukkan bahwa Marsinah telah meninggal dunia pada 8 Mei 1993.

Setelah dimakamkan, kuburannya digali kembali untuk dilakukan autopsi kedua oleh tim dokter dari RSUD Dr. Soetomo Surabaya. Hasil visum tersebut menunjukkan adanya pemerkosaan sebelum akhirnya dibunuh.

Kematian Marsinah yang tragis menggemparkan Indonesia dan menarik perhatian dunia. Kasus ini menjadi simbol penindasan terhadap buruh dan perjuangan mereka untuk hak-hak yang layak. Sampai sekarang, kasus Marsinah masih belum terselesaikan dan pelakunya belum terungkap.

Untuk mengenang jasa Marsinah, pemerintah membangun monumen perjuangan Marsinah di Nganjuk, Jawa Timur. Selain itu, ia juga dianugerahi Penghargaan Yap Thiam Hien dan kisah hidupnya diangkat dalam berbagai karya sastra serta seni pementasan.

Kaitan Marsinah dengan Hari Kartini

Walaupun Kartini dan Marsinah memiliki perbedaan, keduanya merupakan tokoh perempuan yang berjuang dalam pembebasan dan menginspirasi umat manusia untuk berani menyuarakan ketidakadilan yang terjadi. Mereka adalah sosok perempuan yang melampaui segala yang ada, meski tidak pernah mendapat pendidikan seperti yang diinginkan, tetapi mereka mampu berpikir kritis dan membuka wawasan dunia melalui membaca.

Semangat Marsinah dalam memperjuangkan hak-hak buruh perempuan mewarisi nilai-nilai perjuangan Raden Ajeng Kartini. Marsinah sebagai Kartini masa kini telah menunjukkan bahwa perjuangan Kartini masih relevan di era modern. Ia membuktikan bahwa perempuan mampu menjadi agen perubahan dan memperjuangkan keadilan bagi semua.

Mengenal Nurra Datau, Putra Bangsa Berprestasi Pengganti Zara Adhisty di Film ‘Dua Hati Biru’

Keberanian dan pengorbanan Marsinah menjadi teladan bagi generasi penerus untuk terus berjuang melawan penindasan dan ketidakadilan. Ia menjadi pengingat bahwa perjuangan Kartini untuk membangun bangsa masih panjang dan membutuhkan komitmen dari semua pihak.

Marsinah telah meninggalkan warisan yang tak ternilai bagi gerakan buruh dan perjuangan perempuan di Indonesia. Meskipun namanya tidak dijumpai dalam buku motivasi maupun buku pelajaran yang diajarkan di sekolah dan sosoknya yang tidak menyandang gelar pahlawan nasional. Namun, kisah hidupnya menjadi pengingat bahwa keadilan tidak datang dengan mudah dan perjuangan harus terus dilakukan.

Referensi :

  • Auton, A. Z. M. (2023, 5 2). May Day, Mengenang Sosok Marsinah Pejuang Hak Buruh. Portal Informasi Pemkab Nganjuk. Retrieved 4 21, 2024, from https://www.nganjukkab.go.id/detail-kabar/may-day-mengenang-sosok-marsinah-pejuang-hak-buruh
  • Indriawati, T. (2022, September 21). Kisah Marsinah, Aktivis Buruh yang Dibunuh pada Masa Orde Baru Halaman all. Kompas.com. Retrieved April 21, 2024, from https://www.kompas.com/stori/read/2022/09/21/080000979/kisah-marsinah-aktivis-buruh-yang-dibunuh-pada-masa-orde-baru?page=all
  • Masruroh, T. A. (2020, 4 21). Marsinah, Kartini yang Dibunuh karena Memperjuangkan Hak Buruh. Persma.id. Retrieved April 21, 2024, from https://www.persma.id/marsinah-kartini-yang-dibunuh-karena-memperjuangkan-hak-buruh/

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

AL
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini