Kegigihan Pocut Baren, Kawan Cut Nyak Dhien, dalam Menumpas Penjajah

Kegigihan Pocut Baren, Kawan Cut Nyak Dhien, dalam Menumpas Penjajah
info gambar utama

Dalam menumpas imperialisme dan kolonialisme bangsa asing di tanah rencong, Cut Nyak Dhien tidaklah berjuang seorang diri. Dia bersama pasukan-pasukannya berjuang mengorbankan apa saja yang dimilikinya baik harta, kedudukan, bahkan nyawa demi membela harkat dan martabat bangsanya.

Pocut Baren, salah satu kawan seperjuangan Cut Nyak Dhien, juga turut memerangi kekejaman Belanda di tanah mereka sendiri, Provinsi Aceh. Dia setia berjuang bersama Cut Nyak Dhien baik saat berperang melawan Belanda maupun saat mengembara dari suatu tempat ke tempat lain.

Pocut Baren muda dididik dengan ajaran agama Islam dibawah naungan ulama-ulama yang sengaja didatangkan ke tempatnya. Selain ajaran agama, Pocut Baren juga bergabung dengan barisan pejuang untuk berlatih bergerilya, sehingga dia tak gentar saat menghadapi peperangan.

Saat usia dewasa, Pocut Baren menikah dengan keujeruen (pejabat daerah) Gume, Kabupaten Aceh Barat. Dalam pernikahannya mereka habiskan kebersamaan dengan berjuang bersama pasukan Aceh untuk melawan Belanda. Namun sayangnya, suami Pocut Baren gugur dalam peperangan. Akhirnya Pocut Baren tampil untuk meneruskan perjuangan suaminya.

Profil Cut Nyak Dhien, Pahlawan Perempuan dari Aceh yang Pemberani

Taktik yang Dilakukan Pocut Baren dalam Melawan Belanda

Sepeninggal suaminya, lantas tidak membuat Pocut Baren menyerah begitu saja. Dia mulai mengambil alih kepemimpinan pasukan di kawasannya. Pasukan-pasukan yang tersisa telah ia himpun. Taktik untuk menyerang kembali pasukan Belanda juga sudah ia susun kembali.

Pocut Baren melakukan mobilisasi dan membangun benteng di Gunung Macang sebagai pusat pertahanan. Dari pusat pertahanan ini, pasukan-pasukan Pocut Baren akan lebih mudah melakukan penyergapan ke tangsi-tangsi Belanda.

Suatu ketika pasukan Belanda mulai melancarkan serangan ke tempat pertahanan di sekitar Gunung Macang. Mereka mengepung ke segala penjuru pintu tempat persembunyian Pocut Baren beserta pasukan-pasukannya. Namun pasukan Belanda hampir kehabisan akal, karena pasukan Pocut Baren masih bertahan di tempat persembunyiannya.

Akhirnya pasukan Belanda mulai menggunakan cara yang tidak berperikemanusiaan untuk melancarkan rencananya. Mereka menuangkan 2000 liter minyak tanah ke anak sungai yang mengalir ke gua tempat pertahanan pasukan Pocut Baren, kemudian mereka sulut dengan api. Seketika pasukan-pasukan Pocut Baren banyak yang menjadi korban kekejaman Belanda, tetapi Pocut Baren sendiri berhasil untuk menyelamatkan diri.

Pocut Baren akhirnya mengubah taktik perang dengan cara gerilya. Pocut Baren beserta pasukan-pasukannya yang tersisa mengepung markas Belanda di Tanah Mirah. Aksi tembak-menembak antara kedua kubu pun tidak dapat dihindari. Namun naas, saat aksi tembak-menembak tersebut kaki Pocut Baren tertembak oleh pasukan Belanda. Dia pun akhirnya berhasil ditangkap oleh pasukan Belanda.

Upaya Poncut Baren sebagai Uleebalang untuk Rakyat

Akibat aksi tembak-menembak itu, Pocut Baren merelakan kedua kakinya untuk diamputasi. Dia juga sudah tidak bisa lagi ikut berperang. Usai penahanan oleh Belanda, Pocut Baren kemudian dikembalikan ke kampung halamannya sebagai uleebalang di Tungkop atas saran T. J. Veltman.

Meskipun fisik Pocut Baren terbatas, tetapi tidak menyurutkan keinginannya untuk melakukan yang terbaik bagi rakyatnya. Ia membantu rakyatnya menata kembali perekonomian yang sempat mengalami kemunduran akibat perang.

Pocut Baren membantu menghidupkan kembali lahan-lahan yang sempat terabaikan. Lahan sawah mulai diproduktifkan kembali. Lahan perkebunan mulai ditanami buah-buahan dan sayur-sayuran, pala, cengkeh, kelapa, dan tanaman lainnya.

Sedangkan untuk pengairan, Pocut Baren menggerakkan rakyatnya untuk membuat saluran irigasi yang berasal dari sungai kemudian dialirkan ke sawah-sawah warga. Pocut Baren juga memperkenalkan Panca Usaha Tani pada rakyatnya agar hasil pertanian bisa melimpah dan lebih baik.

Di balik sosoknya yang tegas dan berani, Pocut Baren juga memiliki jiwa sastra yang kemudian ia torehkan ke dalam karya-karyanya. Sebagian besar karyanya telah diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda, dan disimpan di perpustakaan Universitas Leiden, Belanda.

Di tahun 1933, seorang wanita yang seumur hidupnya dihabiskan untuk memperjuangkan agama dan bangsanya itu akhirnya telah menghadap kepada Yang Maha Kuasa. Perjuangannya sebagai uleebalang kemudian dilanjutkan oleh suaminya, Teuku Muda Rasyid.

Sejarah Perang Aceh : Latar Belakang, Kronologi Hingga Akhir Pertempuran

Referensi:

Atmosiswartoputro, Mulyono. 2018. Perempuan-Perempuan Pengukir Sejarah. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer Kelompok Gramedia.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

SS
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini