Sejarah Perang Aceh : Latar Belakang, Kronologi Hingga Akhir Pertempuran

Sejarah Perang Aceh : Latar Belakang, Kronologi Hingga Akhir Pertempuran
info gambar utama

Perang Aceh merupakan salah satu perang yang masih sangat menarik untuk dibahas. Mengingat Perang ini termasuk peristiwa besar yang pernah terjadi dalam sejarah Indonesia. Bahkan menurut catatan sejarah Indonesia, perang ini disebut sebagai perang terlama dalam melawan Belanda.

Perang Aceh juga dikenal sebagai peperangan yang sangat berdarah dan sengit karena memakan banyak korban jiwa. Perang Aceh terjadi karena adanya konflik kepentingan yang terjadi antara pihak Belanda dan Kesultanan Aceh.

Belanda sangat ingin menguasai wilayah Aceh yang kaya akan rempah-rempah. Sementara itu di sisi lain, kesultanan Aceh ingin mempertahankan kemerdekaan dan menghindari terjadinya penjajahan. Hingga kedua hal yang bertolak belakang ini melahirkan peperangan yang tak terelakkan lagi.

Latar Belakang Terjadinya Perang Aceh

latar belakang terjadinya perang aceh
info gambar

Sejak dulu, Aceh dikenal sebagai wilayah yang kaya. Dari Sumber daya alam seperti rempah-rempah hingga minyak bumi dan gas alam sangatlah melimpah. Berada di bawah naungan Kerajaan Aceh, sumber daya alam tersebut dimanfaatkan dengan baik sehingga mampu membawa Aceh ke masa keemasan.

Namun dengan letak Aceh yang sangat strategis, membuat banyak bangsa asing yang mulai berdatangan untuk urusan perdagangan hingga diplomasi. Diantara bangsa asing tersebut salah satunya adalah Belanda yang sudah sejak lama ingin menguasai wilayah Aceh.

Sekitar tahun 1824 Traktat London pun ditandatangani. Perjanjian tersebut mengharuskan Belanda menghormati kedaulatan Aceh. Jadi meski sangat ingin menguasai, Belanda tidak berani menduduki kawasan tersebut.

Pada tahun 1871, Traktat Sumatra muncul sebagai perubahan signifikan atas Traktat London, membuka pintu bagi Belanda untuk meluaskan dominasinya di Pulau Sumatera. Pasca perjanjian itu, Belanda dengan leluasa mengembangkan cakrawala kekuasaannya hingga merambah ke seluruh wilayah Sumatera, mencakup Aceh, tanpa lagi mengindahkan hak dan kedaulatan yang sebelumnya diakui kepada Aceh.

Baca juga :Sosok Kapten Paris yang Sakti Tewas Dibacok Pasukan Cut Ali di Perang Aceh

Kronologi Perang Aceh

Berlangsung dalam waktu yang sangat panjang, perang Aceh terbagi dalam beberapa periode. Berikut kronologi sekaligus periode terjadinya perang Aceh:

Perang Aceh Periode Pertama (1873–1874)

Panglima Polim dan Sultan Mahmud Syah memimpin perlawanan melawan pasukan Belanda yang dipimpin oleh Köhler. Meskipun pasukan Köhler berjumlah 3.000 tentara, mereka berhasil dihadapi dan dikalahkan dan Köhler sendiri tewas pada tanggal 14 April 1873.

Hanya sepuluh hari setelah kejadian tersebut, pertempuran meletus di berbagai lokasi, termasuk pertempuran sengit untuk merebut kembali Masjid Raya Baiturrahman, yang didukung oleh sejumlah kelompok pasukan.

Sementara itu, pertempuran juga terjadi di Peukan Aceh, Lambhuk, Lampuuk, Peukan Bada, hingga Lambada dan Krueng Raya. Ribuan penduduk dari Teunom, Pidie, Peusangan, dan berbagai wilayah lainnya juga turut bergabung dalam perjuangan tersebut.

Perang Aceh Periode Kedua (1874-1880)

Pada tanggal 26 Januari 1874, pasukan Belanda di bawah komando Jenderal Jan van Swieten berhasil menguasai Keraton Sultan, yang kemudian dijadikan sebagai pusat pertahanan Belanda. Jenderal Van Swieten secara resmi mengumumkan pada tanggal 31 Januari 1874 bahwa seluruh wilayah Aceh telah menjadi bagian dari Kerajaan Belanda.

Saat Sultan Mahmud Syah wafat pada tanggal yang sama, yakni 26 Januari 1874, Tuanku Muhammad Dawood diangkat sebagai sultan di Masjid Indrapuri. Perang pertama dan kedua ditandai oleh pertempuran langsung dan sangat intens. Meskipun ibu kota negara sering berpindah-pindah ke Keumala Dalam, Indrapuri, dan tempat-tempat lain, pemerintahan tetap berjalan dengan relatif stabil.

Perang Aceh Periode Ketiga (1881-1896)

Perang berlanjut dalam bentuk perang gerilya dengan semangat perang fi sabilillah (perang jihad) yang berlangsung hingga tahun 1903. Kepemimpinan pasukan Aceh dalam perang gerilya ini dipegang oleh Teuku Umar dan Panglima Polim.

Sayangnya Teuku Umar meninggal saat terjadi serangan mendadak yang dilakukan oleh Van der Dussen di Meulaboh tahun 1988. Meskipun demikian, munculnya Cut Nyak Dhien sebagai komandan dalam perang gerilya tersebut menjadi poin kunci yang signifikan.

Perang Aceh Periode Keempat (1896-1910)

Sebagian besar perang dilakukan dalam bentuk perang gerilya, di mana kelompok dan individu terlibat dalam tindakan perlawanan, serangan, penghadangan, dan pembunuhan tanpa adanya komando sentral yang berasal dari pemerintahan Kesultanan.

Tokoh yang Terlibat Dalam Perang Aceh

Perang Aceh melibatkan sejumlah tokoh kunci yang memegang peranan vital dalam perjuangan dan perlawanan terhadap penjajahan Belanda. Beberapa di antara tokoh-tokoh tersebut yakni:

Teuku Cik Ditiro

Teuku Cik Ditiro adalah seorang tokoh kunci dalam perang Aceh, memimpin pasukan melawan pemimpin Van Der Heyden selama penyerahan Aceh Besar. Namun, nasib tragis menimpa Teuku Cik Ditiro yang gugur pada tahun 1891.

Baca juga :Tengku Chik di Tiro, Ulama Aceh di Balik Perang Sabil Melawan Belanda

Teuku Umar

Seorang tokoh perlawanan Aceh yang sangat terkenal, memimpin perlawanan sengit melawan penjajah Belanda di wilayah Meulaboh dan berhasil merebutnya kembali. Meskipun demikian, nasib tragis menimpanya saat ia ditangkap dan dihukum mati oleh Belanda pada tahun 1899.

Cut Nyak Dhien

Cut Nyak Dhien adalah istri hidup Teuku Umar yang turut aktif dalam perlawanan terhadap penjajah Belanda. Setelah suaminya ditangkap dan dihukum mati, ia meneruskan perjuangan dengan menerapkan taktik perang gerilya. Cut Nyak Dhien, selain sebagai mitra hidup, juga menjadi ikon perlawanan dan inspirasi semangat juang bagi masyarakat Aceh.

Sultan Iskandar Muda

Seorang penguasa di Aceh yang memimpin Kesultanan Aceh pada abad ke-16, diakui sebagai salah satu pahlawan nasional Indonesia, dan memiliki peran signifikan dalam menjaga kemerdekaan Aceh dari cengkeraman penjajahan Belanda.

Cut Meutia

Cut Meutia adalah seorang Pahlawan Nasional asal Aceh yang lahir pada tahun 1870. Pahlawan ini merupakan anak perempuan satu-satunya dari lima bersaudara. Di tahun 1901, dia terlibat dalam perang gerilya dan kegiatan spionase melawan penjajah Belanda.

Suaminya, Cik Tunong, dihukum tembak mati oleh Belanda, tetapi Cut Meutia tidak patah semangat. Setelah kematian suaminya, ia terus memimpin perjuangan bersama Pang Nanggroe. Ia juga menjadi pemimpin pasukan Inong Balee, sebuah kelompok janda-janda pejuang Aceh,

Namun sayangnya, perlawanan berakhir tragis pada tanggal 25 September 1910. Setelah kepergian Pang Nanggroe, Cut Meutia tetap gigih dalam perang gerilya, dan pada tanggal 25 Oktober 1910, dia meninggal dunia di medan pertempuran.

Para tokoh diatas mempunyai peran yang sangat penting dalam melawan penjajahan Belanda di Aceh. Tokoh diatas juga menjadi simbol semangat patriotisme dan perlawanan untuk rakyat Aceh.

Akhir Pertempuran Perang Aceh

akhir pertempuran perang aceh
info gambar

Walaupun perang skala besar mereda sekitar tahun 1910-1915, semangat perlawanan dari penduduk Aceh masih terus berkobar secara sporadis hingga tahun 1942 di sejumlah daerah yang dikoordinir oleh kelompok-kelompok pejuang. Namun untuk meraih kemenangan dalam perang Aceh, Belanda mengadopsi strategi yang sangat licik dengan mengirim Snouck Hurgronje ke pedalaman Aceh untuk mengidentifikasi kelemahan pasukan Aceh.

Kemudian kepada Gubernur Militer Belanda Joannes Benedictus van Heutsz, Dr. Snouck Hurgronje menyarankan untuk mengesampingkan golongan Keumala (Sultan yang berkedudukan di Keumala) dan pengikutnya, serta terus menyerang dan memfokuskan upaya pada kaum ulama.

Tak hanya itu, dia juga menyarankan untuk menghindari negosiasi dengan pemimpin gerilya dan mendirikan pangkalan permanen di Aceh Raya. Selain itu, Snouck Hurgronje merumuskan usulan agar Belanda menunjukkan niat baiknya kepada rakyat Aceh dengan mendirikan langgar dan masjid, memperbaiki infrastruktur seperti jalan dan irigasi, serta memberikan bantuan dalam berbagai pekerjaan sosial untuk masyarakat Aceh.

Taktik yang digagas oleh Dr. Snouck Hurgronje diterima dengan baik oleh Van Heutz, yang menjabat sebagai Gubernur Militer dan Sipil di Aceh pada periode 1898-1904. Dr. Snouck Hurgronje kemudian diangkat sebagai penasihat utamanya dalam merancang dan melaksanakan strategi tersebut.

Baca juga :Snouck Hurgronje dan Siasat untuk Meredam Perlawanan di Perang Aceh

Melalui penerapan strategi ini, Belanda berhasil mengatasi perlawanan Aceh, dan konflik berakhir dengan ditandatanganinya Traktat Pendek, yang menandai penyerahan wilayah. Pada tahun 1903, Sultan Alauddin Muhammad Daud Syah dan Panglima Polem akhirnya menyerah setelah menghadapi tekanan yang berat. Akibatnya, hasil akhir dari perang Aceh adalah pembubaran Kesultanan Aceh dan wilayahnya jatuh ke tangan Belanda.

Sumber:
https://www.kompas.com/stori/read/2023/11/04/180000379/perang-Aceh--latar-belakang-kronologi-dan-akhir-pertempuran
https://www.gramedia.com/literasi/latar-belakang-perang-Aceh/
https://www.cnnindonesia.com/edukasi/20230124150100-569-904261/sejarah-perang-Aceh-penyebab-tokoh-hingga-akhir-perlawanan
https://www.detik.com/sumut/budaya/d-7010335/perang-Aceh-latar-belakang-penyebab-hingga-tokoh-tokoh-yang-terlibat

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Raras Wenny lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Raras Wenny.

RW
MS
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini