Dualisme Mata Uang dalam Bingkai Kedaulatan

Dualisme Mata Uang dalam Bingkai Kedaulatan
info gambar utama

Berbicara tentang perbatasan, wilayah terluar Indonesia, atau gerbang depan negara, bukan hanya tentang persoalan nasionalisme maupun budaya. Sektor ekonomi perlu menjadi perhatian khusus, karena secara tidak langsung mampu mengikis sendi-sendi nasionalisme itu sendiri. Begitu pun yang terjadi pada Pulau Sebatik, Kabupaten Nunukan, Provinsi Kalimantan Utara.

Pulau unik yang menjadi kepemilikan dua negara, Indonesia dan Malaysia ini, juga memiliki dualisme dalam beberapa hal, salah satunya sektor ekonomi. Menjadi hal biasa dalam transaksi jual beli di wilayah ini bisa dilakukan dengan mata uang rupiah atau ringgit. Bahkan mata uang ringgit memiliki nilai jual lebih tinggi daripada rupiah.

“ Ya karena ringgit lebih memudahkan transaksi barang masuk dari Tawau ke Sebatik, atau sebaliknya,” jawab seorang pedagang pasar di desa Tanjung Aru, Sebatik Timur.

Para pedagang di wilayah Sebatik lebih menyukai uang ringgit dibandingkan rupiah. Bahkan mereka sama sekali tidak mau menerima uang receh rupiah Indonesia. Berdasarkan pengalaman anggota KKN, bila harga barang senilai Rp 3.400,00, maka mereka tidak mau menerima uang 400,00, sebagai akibatnya harga barang akan bernilai Rp 4.000,00 bila dibayarkan dengan rupiah.

Pedagang melakukan transaksi menggunakan ringgit
info gambar

Dualisme mata uang yang terjadi di pulau ini telah berkali-kali dipublikasikan oleh media sejak lama. Sebuah pertanyaan, apakah memang hal ini menjadi sesuatu yang dibiasakan, atau hal luar biasa yang tidak mendapat perhatian. Kasus seperti ini sewajarnya menjadi catatan penting bagi infrastruktur distribusi barang di negeri ini. Kemudahan distribusi dari negara tetangga menjadi awal mula terjadi dualisme mata uang dan barang. Tak heran bila produk-produk yang digunakan warga Sebatik, sebagian besar adalah produk negara tetangga. Mereka lebih mudah dan cepat mengakses dari Tawau, Malaysia.

“ Seburuk-buruknya produk Malaysia, bagi saya lebih baik daripada produk Indonesia,” komentar seorang koordinator kerja ibu PKK.

Kedaulatan bangsa salah satunya dipengaruhi oleh nilai mata uang yang berdikari. Kondisi dilematis ini semestinya menjadi perhatian bersama untuk menghadapi tantangan bangsa ke depan dari krisisnya sebuah identitas bangsa. Bermula dari mata uang, telah menjadi gerbang bagi perebutan daya saing bangsa apabila kita mencoba terus menyadarinya. (AL)



Sumber : Alya Nur Fadhilah
Sumber Gambar Sampul : Rahma Ariyani

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini