Pekan Masyarakat Adat, Bentuk Edukasi Seluruh Lapisan Masyarakat

Pekan Masyarakat Adat, Bentuk Edukasi Seluruh Lapisan Masyarakat
info gambar utama

Tahun ini perayaan Hari Masyarakat Adat Sedunia digelar oleh Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Peringatan tahun ini dilangsungkan dengan rangkaian kegiatan dalam Pekan Masyarakat Adat Nusantara yang digelar mulai 7 hingga 9 Agustus 2016.

Pekan Masyarakat Adat Nusantara ini dibuka pada 7 Agustus 2016 lalu dengan kegiatan pawai. Sekitar 350 orang mengikuti pawai ini. Lengkap dengan pakaian adat yang mewarnai Bundaran Hotel Indonesia. Dalam pawai ini, salah seorang partisipan, Rosalina Zweidhika (28) memberikan komentarnya. “Saya harap generasi muda di kota tak malu pakai baju adat dan tergugah untuk tidak meninggalkan budaya serta ikut memajukan pendidikan di daerah terpencil,” ujarnya kepada BeritaBenar.

Komunitas masyarakat adat berkumpul di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta, sebelum melakukan pawai. (Tia Asmara/BeritaBenar)
info gambar

Acara yang mengangkat tema "Pendidikan, Kebudayaan, dan Spiritualitas Masyarakat Adat" ini melibatkan perwakilan adat berbagai wilayah di Indonesia, penggiat seni budaya, organisasi-organisasi masyarakat adat, pemerintah, dan para penghayat kepercayaan dan berbagai tamu undangan.

Selain pawai, rangkaian kegiatan Pekan Masyarakat Adat Nusantara adalah pameran karya seni dari masyarakat adat serta berbagai produk tradisional yang digelar di Museum Nasional.

Salah satu stan yakni milik suku Baduy, memperlihatkan bagaimana pembuatan kain tenun khas suku yang terletak di Provinsi Banten tersebut. Seorang perempuan Baduy terlihat begitu teliti menenun kain dengan ukuran 1,5 meter dengan menggunakan alat tenun yang di bawa langsung dari desanya. Untuk pengerjaan kain dengan ukuran tersebut membutuhkan waktu selama 1 minggu.

Aktivitas menenun perempuan Baduy
info gambar

Selain itu, terdapat pula bengkel kerja seni tradisional milik Suku Toraja. Mereka membuat langsung salah satu alat musik tradisional khas Toraja yang terbuat dari bilah bambu, yaitu karimbi. Alat musik tersebut dimainkan dengan cara diletakan di bibir lalu tali yang menggantung di sentak-sentak dan akan menghasilkan suara dari getarannya.

Pria Toraja membuat Karimbi, alat mterbuat dari bilah bambuusik khas Toraja yang. (sumber gambar: visualevent.com)
info gambar

Pengunjung juga dapat ikut serta dalam workshop pembuatan kerajinan tangan seperti kain tenun, atau sablon baju yang berisi protes masyarakat daerah.

Tujuan dari acara ini adalah memperkenalkan ke warga Jakarta tentang kondisi masyarakat adat di Indonesia, juga tentang kekayaan budayanya. Dari pantauan KompasTravel, pengunjung dapat menemukan berbagai hal menarik di acara ini. Misalnya dalam pemutaran film tentang masyarakat adat, penonton dapat bertanya langsung mengenai permasalahan masyarakat adat kepada para perwakilan daerah.

Rangkaian acara lainnya adalah gelaran seminar nasional mengenai Hak atas Pendidikan Budaya dan Spiritualitas dalam RUU Masyarakat Adat di Museum Nasional.

Pada puncak acara 9 Agustus, akan diadakan dialog masyarakat adat dengan pemerintah yang rencananya akan dihadiri juga oleh Presiden Joko Widodo.

Peringatan ini menjadi istimewa karena adanya keterlibatan langsung dari pihak kementerian sebagai perwakilan dari pemerintah. “Perayaan bersama Kemdikbud merupakan kemajuan besar bagi bangsa Indonesia karena baru pertama kali satu kementerian terlibat. Tema yang dipilih juga menunjukkan pengakuan negara terhadap spiritualitas budaya masyaraka adat yang sudah ada lama sebelum Republik ini berdiri,” kata Deputi II AMAN , Rukka Sombolanggi.

Data Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) mencatat bahwa sekitar 2 juta masyarakat adat belum tersentuh pendidikan dari total 70 juta masyarakat adat di 1.128 suku yang ada di Indonesia.

Menurut sekjen AMAN, Abdon Nababan, salah satu kendala paling utama ialah banyak masyarakat adat tidak memiliki KTP, kartu keluarga atau akte lahir sehingga menyulitkan mereka mengakses pendidikan.

“Mayoritas masyarakat adat memiliki nilai kearifan sendiri sehingga tak bisa dipaksakan mengikuti kurikulum pendidikan pada umumnya, pemerintah seharusnya menyediakan program untuk mereka, tidak boleh mengubah budaya mereka,” katanya.

Menurut Rukka, di Indonesia tak hanya masyarakat adat saja yang perlu dididik tapi juga seluruh lapisan masyarakat harus mendapatkan pendidikan mengenai pengakuan, perlindungan, dan pemenuhan hak-hak masyarakat adat. Kehadiran Undang-Undang (UU) Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat (PPMA) sangat penting untuk mendukung upaya pengarusutamaan pendidikan, kebudayaan, dan spiritualitas masyarakat adat dalam kebijakan dan program-program di pemerintahan.

Kegiatan seperti ini adalah salah satu upaya edukasi atau setidaknya upaya menyentuh kesadaran masyarakat luas mengenai masyarakat adat.

Indonesia sendiri merupakan salah satu negara yang ikut menandatangani Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat pada 13 September 2007. Saat ini beberapa kebijakan telah memperhatikan hak-hak masyarakat adat. Antara lain, dalam UU No.20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 5 (3) disebutkan bahwa masyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan layanan khusus. Terkait dengan Kebudayaan, ada RUU tentang Kebudayaan. Sedangkan mengenai hak-hak masyarakat adat, ada RUU PPMA.

“Pemerintah berkomitmen memperjuangkan hak-hak pendidikan masyarakat adat sebagaimana yang telah dicanangkan negara-negara dunia pada HIMAS tahun ini. Ini juga semangat yang sejalan dengan visi Nawa Cita pemerintah yaitu membangun dari pinggiran,” kata Hilmar Farid selaku perwakilan Dirjen Kebudayaan




Sumber :

https://www.benarnews.org

https://www.antarakalteng.com

https://visualsevent.com

https://www.aman.or.id

Sumber Gambar Sampul : https://tirto.id

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini