Evolusi Ejaan Bahasa Indonesia dari Masa ke Masa

Evolusi Ejaan Bahasa Indonesia dari Masa ke Masa
info gambar utama

Sudah menjadi rahasia umum bahwa Bahasa Indonesia yang digunakan saat ini adalah Bahasa Indonesia dengan ejaan yang disempurnakan. Sepanjang perjalanannya, ejaan dalam Bahasa Indonesia mengalami berbagai perkembangan yang cukup signifikan, mulai dari penulisan, pengucapan hingga penempatan dalam tata bahasanya. Secara umum kita mengenali ada dua jenis ejaan dalam Bahasa Indonesia, yaitu Ejaan Lama dan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Namun ternyata, ejaan yang digunakan dalam Bahasa Indonesia bkan hanya dua jenis ejaan tersebut. Dalam perkembangannya, terdapat lebih dari dua ejaan Bahasa Indonesia yang pernah digunakan oleh bangsa Indonesia hingga akhirnya berakhir pada Bahasa Indonesia dengan Ejaan Yang Disempurnakan. Dilansir dari beberapa sumber, berikut daftar lengkapnya.

  1. Ejaan Van Ophuijsen, 1901 – 1947

Ejaan ini diterbitkan pada tahun 1901 dalam Kitab Logat Melayu. Charles Adrian van Ophuijsen adalah tokoh penting dibalik pengembangan ejaan ini, dibantu oleh Muhammad Taib Said Sutan Ibrahim dan Engku Nawawi gelar Sutan Makmur. Ejaan van Ophuijsen ini banyak dipengaruhi oleh ejaan Belanda, sebab pada saat itu Indonesia masih dijajah oleh Belanda.

Ciri dari ejaan ini adalah penggunaan huruf ‘J’ yang dibaca ‘Y,’ misalnya ‘Jang = yang,’ huruf ‘oe’ yang dibaca ‘u’ (boelan : bulan), huruf ‘tj’ yang dibaca ‘c’ (Tjinta : cinta), huruf ‘ch’ yang dibaca ‘kh’ (chidmat : khidmat), huruf ‘dj’ yang dibaca ‘j’ (djoedjoer : jujur). Selain itu, ejaan Van Ophuijsen ini juga menggunakan banyak tanda diakritik seperti koma ain, koma wasla, dan tanda trema misalnya pada kata so’al, ta’ pa’ dan sebagainya. Penggunaan tanda ini biasanya digunakan ketika mengindonesiakan kata – kata dalam bahasa Arab.

Ejaan Van Opheijsen (sumber : putramelayu.web.id)
info gambar

  1. Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi, 1947 – 1956

Disebut ejaan Soewandi karena yang meresmikan ejaan ini sebagai pengganti ejaan Van Ophuijsen adalah Raden Soewandi, Menteri Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan saat itu. Ejaan ini diresmikan pada 19 Maret 1947. Pengubahan dari ejaan Van Ophuijsen ke ejaan Soewandi dimaksudkan agar terdapat kemudahan dalam penyederhanaan bahasa yang digunakan. Beberapa perubahan penting dalam ejaan Soewandi adalah :

  • Huruf ‘oe’ diganti menjadi ‘u’. Misalnya : toetoep menjadi tutup
  • Bunyi sentak diganti dengan huruf ‘k’. Misalnya : ra’yat menjadi rakyat
  • Kata ulang boleh ditulis dengan angka dua, tetapi harus diperhatikan pada bagian mana pengulangannya. Misalnya : bermain – main menjadi ber-main2.
  • Tanda trema dihilangkan. Misalnya : taät menjadi taat
  • Huruf ‘e’ disamakan sehingga tidak perlu ada pemberian garis di bagian atas. Misalnya dalam kata beras, sejuk, bebas, merah.
  • Kata – kata baru yang dalam bahasa asalnya tidak memakai pepet maka dalam Bahasa Indonesia pun tidak diberi pepet. Misalnya Sastera menjadi sastra.
  1. Ejaan Pembaharuan, 1956 – 1961

Ejaan pembaharuan dimaksudkan untuk menyempurnakan ejaan Soewandi, berdasarkan Surat Keputusan Menteri P dan K Nomor 48 tahun 1956. Ejaan ini membuat standar satu fonem dengan satu huruf, mislanya kata menyanyi : menjanji menjadi meñañi. Selain itu, untuk kata – kata yang berdiftong ‘ai,’ ‘au’ dan ‘oi’ dieja menjadi ‘ay,’ ‘aw’ dan ‘oy.’ Misalnya kerbau menjadi kerbaw, sungai menjadi sungay dan koboi menjadi koboy. Sayangnya, ejaan ini urung diresmikan dalam undang - undang.

Ejaan Pembaharuan sering disebut Ejaan Prijono-Katoppo, merujuk pada sosok Prijono sebagai salah satu penggagas (sumber : zenius.net)
info gambar
  1. Ejaan Melindo (Melayu Indonesia), 1961 – 1967

Ejaan ini didasarkan pada keinginan untuk menyatukan Bahasa Melayu dan Bahasa Indonesia. Indonesia dan Malaysia sebagai dua negara yang menggunakan bahasa Melayu pun bersama – sama ingin menyeragamkan ejaan dalam penggunaan bahasa dua negara ini. sebagian besar perubahan pada ejaan ini sama dengan apa yang ada pada ejaan pembaharuan, hanya saja pada fonem ‘e’ pepet dalam sebuah kata harus diberikan garis di atasnya. Sayangnya, ejaan ini gagal menjadi kenyataan karena konfrontasi politik antara kedua negara.

  1. Ejaan LBK (Lembaga Bahasa dan Kesusastraan), 1967 - 1972

Ejaan ini disusun oleh Panitia Ejaan Bahasa Indonesia Departemen P dan K. Beberapa perubahannya adalah sebagai berikut :

  • Huruf ‘tj’ diganti ‘c’, j diganti ‘y,’ ‘nj’ diganti ‘ny,’ ‘sj ‘menjadi ‘sy,’ dan ‘ch’ menjadi ‘kh.’
  • Huruf asing: ‘z,’ ‘y,’ dan ‘f’ disahkan menjadi ejaan Bahasa Indonesia. Hal ini disebabkan pemakaian yang sangat produktif.
  • Huruf ‘e’ tidak dibedakan pepet atau bukan, alasannya tidak banyak kata yang berpasangan dengan variasi huruf ‘e’ yang menimbulkan salah pengertian.

Ejaan ini juga tidak sempat diresmikan karena menimbulkan reaksi dari publik karena dianggap meniru ejaan Malaysia, serta keperluan untuk mengganti ejaan belum benar – benar mendesak.

(sumber : jadiberita.com)
info gambar
  1. Ejaan Yang Disempurnakan (EYD), 1972 – sekarang

Mulai tanggal 16 Agustus 1972, pemerintah Indonesia menetapkan ejaan baru yaitu Ejaan LBK yang telah disempurnakan. Kemudian ejaan ini dikenal sebgaia Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Penetapan ini disertai dengan penerbitan buku saku ETD berwarna merah putih dan buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan. Beberapa perubahan penting pada EYD adalah :

  • Perubahan cara baca abjad, dari a, ba, ca, da menjadi a, be, ce de, dan seterusnya.
  • Kata majemuk ditulis terpisah. Misalnya kereta api, kamar tidur.
  • Akronim yang memiliki lebih dari dua huruf awal tidak memakai tanda titik. Misalnya S.M.A menjadi SMA.
  • Penulisan ejaan ‘tj’ menjadi ‘c’ dan ‘nj’ menjadi ‘ny’
  • Peresmian penggunaan huruf asing yaitu ‘z,’ ‘f’ dan ‘v’
  • Penghilangan bunyi ‘w’ menjadi ‘ua.’ Misalnya kwalitas menjadi kualitas
  • Penjelasan akan pemenggalan kata di dalam konsonan, misalnya A-pril, Ang-gur
  • Pemakaian huruf ‘x’ dan ‘q’ secara universal. Semula hanya digunakan dalam kata – kata yang berhubungan dengan ilmu eksakta.
  • Penghilangan garis pembeda dalam pengucapan ‘e’ pepet dan ‘e’ biasa.


Sumber : trigonalmedia.com, jadiberita.com

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini