Sarung, Cara Jitu Menunjukkan Identitas Bangsa

Sarung, Cara Jitu Menunjukkan Identitas Bangsa
info gambar utama

Beberapa waktu lalu, netizen dihebohkan dengan potret Presiden Indonesia, Joko Widodo (Jokowi) yang mengenakan sarung dalam kunjungan kerjanya ke Jawa Tengah. Ini bukan kali pertama Jokowi menjadi buah bibir masyarakat karena apa yang ia kenakan. Tentu kita masih ingat dengan kemeja kotak – kotak, kemeja putih, bomber hijau hingga payung biru yang juga menjadi perbincangan di jagat maya, bukan? Kali ini, dengan dandanan sarung cokelat muda yang dipadukan jas serta peci hitam dalam melakukan tugas pemerintahan, Jokowi kembali menjadi trendsetter.

Potret Presiden RI Joko Widodo yang mengenakan sarung dalam kunjungannya di Jawa Tengah ©tribunnews
info gambar

Sarung memang sudah menjadi bagian dari masyarakat Indonesia sejak lama. Menurut catatan sejarah, pemakaian sarung bermula dari Suku Badui yang tinggal di Yaman. Pertama kali sarung masuk ke Indonesia adalah pada abad ke-14 melalui pedagang – pedagang Arab dan Gujarat. Sejak saat itu pula, kain sarung menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia, terutama umat Islam. Kaum pria menggunakan sarung sebagai salah satu perlengkapan beribadah.

Namun, sarung tidaklah identik sebagai identitas agama. Sebab, sarung juga digunakan oleh berbagai kalangan di berbagai suku sebagai busana. Bahan pun beragam. Ada kain katun, polyester, sutera, bahkan tenung ikat, songket atau pun tapis. Demikian pula dengan cara pembuatannya, entah itu ditenun, ditulis, dicetak dan dicelup. Secara keseluruhan, masing – masing daerah di Indonesia memiliki pola pembuatan sarung tersendiri. Menilik ke belakang, sarung juga merupakan sebuah simbol perlawanan terhadap dominasi bangsa barat yang dipengaruhi pada zaman penjajahan. Adalah KH Abdul Wahab, seorang tokoh Nadhlatul Ulama (NU) yang kerap mengenakan sarung sebagai simbol perlawanan beliau terhadap kebudayaan barat.

Sarung,dikenakan sebagai pakaian adat Suku Bugis di Sulawesi ©travelfoodfashion.com
info gambar

Pemakaiannya pun beragam, tidak hanya terbatas untuk upacara keagamaan, namun dalam upacara adat serta pernikahan. Dalam kehidupan sehari – hari, sarung juga kerap dimanfaatkan untuk beberapa hal, misalnya sebagai alat untuk menggendong anak, untuk membungkus badan dikala udara dingin, alas darurat, permainan anak kecil hingga senjata dalam melakukan pertarungan. Dari sisi penggunaan, sarung bisa dikenakan siapapun, kapanpun, dimanapun dan dalam situasi apa pun. Sarung adalah sebuah produk rakyat tanpa batasan kelas penggunaan.

Kita bisa melihat bahwa Presiden Jokowi mengenakan sarung dalam tugas kenegaraan yang dilakukan merupakan sebuah cara bagaimana beliau ingin menunjukkan identitas bangsa ini. Identitas Indonesia. Dan Jokowi ingin mengingatkan kembali akan hal tersebut. Selayaknya Presiden Soekarno yang pada masa pra-kemerdekaan mempopulerkan penggunaan peci sebagai simbol perjuangan dan identitas bangsa, Presiden Jokowi ingin mengingatkan bahwa penggunaan sarung adalah sesuatu telah mengakar dalam kehidupan bangsa ini sejak dulu kala.

Dalam kesehariannya pun, presiden kerap memakai sarung. Salah satunya adalah ketika beliau menyambut tahun baru 2017 di istana negara ©tribunnews
info gambar

Dengan mengenakan sarung, presiden ingin membuat kita menyadari bahwa sarung adalah salah satu bagian dari budaya negara ini. Mengenakan sarung adalah sebuah budaya, sebuah identitas yang patut untuk dibanggakan dan dilestarikan. Sebagai simbol negara, beliau telah berhasil mengangkat kembali identitas sarung sebagai sesuatu yang “spesial” bagi orang Indonesia. Maka itu, bersarunglah dan berbanggalah, sebab sarung adalah identitas kita sebagai sebuah bangsa.



*GNFI

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini