Majalah Anak-anak, Masa Lalu yang Selalu Dirindu

Majalah Anak-anak, Masa Lalu yang Selalu Dirindu
info gambar utama

Siapa tak rindu masa kecil yang punya banyak cerita berwarna? Tiap-tiap diri kita tentu punya cerita masa kecil yang amat dirindukan, termasuk dengan hal-hal yang disaksikan dan dialami. Waktu kecil sebelum gaya hidup digital merasuki relung kehidupan, anak-anak menghibur diri dengan bermain bersama teman atau membaca buku cerita. Rasanya dulu senang sekali jika sudah membaca sebuah buku cerita.

Menurut buku Children and Literature yang ditulis oleh John Warren Stewig, buku bacaan sastra bagi anak-anak akan memberikan kesenangan pada mereka dan memberikan pemahaman yang baik.

Sebenarnya literasi untuk anak-anak di Indonesia mulai muncul pada tahun 1896 dengan terbitnya sebuah karya sastra buku bacaan anak tertua di Indonesia berjudul Indische Kinderboeken (Buku anak-anak Hindia). Lalu tahun 1920 penulis Mohammad Kasim menjadi pemenang sayembara mengarang bacaan anak yang diselenggarakan oleh Balai Pustaka dengan judul Pemandangan dalam Doenia Anak.

Seiring berjalannya waktu dan mulai stabilnya dinamika media-media massa di Indonesia, bermunculanlah jenis bacaan anak lainnya yang selalu terkenang, yakni berupa majalah.

Majalah anak-anak pertama di Indonesia adalah majalah
Majalah anak-anak pertama di Indonesia adalah majalah "Kunang-kunang" (foto: koleksitempodoeloe)

Majalah anak-anak yang pertama kali terbit di Indonesia adalah majalah Kunang-kunang. Majalah yang berukuran tak begitu besar ini terbit pertama kali tahun 1949 oleh Balai Pustaka. Kala itu tampilannya pun masih sederhana namun amat klasik dengan gambar sampul hasil karya tangan dan kertasnya berupa kertas koran. Pada masa itu, majalah ini selalu ditunggu oleh anak-anak.

Setelah majalah Kunang-kunang, orang tua kita mungkin masih sempat membaca majalah Si Kuntjung. Ini merupakan majalah yang amat legendaris pada era tahun 50an sampai 70an. Majalah ini tepatnya terbit pertama pada tahun 1956. Dulu majalah Si Kuncung terbit sebulan sekali dan tentunya kehadirannya tiap bulan sangat dinantikan oleh anak-anak. Si Kuncung berisi 16 halaman yang mencangkup cerita-cerita pendek, salah satu yang legendaris adalah cerita tulisan Soekanto SA berjudul "Si Mulus Opelet Tua" atau karya Ris Thorik yang berjudul "Berburu Ikan Paus".

Majalah
Majalah "Si Kuncung" menjadi trendsetter majalah anak-anak di Indonesia (foto: plus.google)

Selain Si Kuncung ada juga majalah ana-anak bernama Putera Puteri yang terbit pada tahun 1958 oleh PT Inpress.

Si Kuncung pun menjadi sepak terjang terbitnya majalah anak-anak di Indonesia. Tahun 1973 PK Ojong selaku direktur Kompas Gramedia kala itu mencanangkan menerbitkan majalah anak-anak dan akhirnya terbitlah majalah Bobo, majalah yang masih eksis sampai saat ini. Majalah ini sebenarnya ditujukan untuk anak usia 6-12 tahun, tapi kenyataannya hingga kini banyak juga orang dewasa yang masih membaca Majalah Bobo.

Sampul majalah
Sampul majalah "Bobo" edisi pertama tahun 1973

Bobo menjadi majalah anak berwarna pertama di Indonesia dengan menampilkan banyak komik di dalamnya. Siapa tak kenal dengan Oki dan Nirmala serta Bona dan Rong-rong? Dua komik ini selalu mengisi majalah Bobo di setiap edisinya.

Selain majalah, bacaan anak-anak zaman dulu ada pula yang berupa tabloid, salah satunya yang paling terkenal adalah Tabloid Fantasi. Berbeda dengan majalah, tabloid Fantasi lebih banyak berisi tentang serial-serial fantasi anak-ana seperti Ksatria Baja Hitam RX atau Mighty Morphin Power Rangers. Tak hanya itu, tabloid ini juga punya rubrik khusus empat halaman yang membicarakan soal game. Selain itu, sempat muncul pula tabloid anak lainnya, seperti Fantasi, Hoplaa, dan Bianglala. Bahkan, terbit pula Koran Anak Berani yang menjadi koran anak pertama di Indonesia.

Tabloid
Tabloid "Fantasia" adalah tabloid anak-anak yang mengulas serial fantasi dan game anak-anak pada masa itu
Kini memang kehidupan manusia sudah didominasi dengan hal-hal yang berbau digital. Namun, setidaknya kehadiran majalah dan tabloid anak-anak masih ada hingga sekarang, seperti majalah "Bobo" yang memang sudah menjadi legenda majalah anak-anak. Bagaimanapun, anak-anak tetap harus diasupi dengan bacaan-bacaan nondigital seperti majalah dan tabloid agar motorik dan imajinasinya terasah dengan baik.
Akankah majalah anak-anak masih eksis hingga seratus tahun lagi?
*
GNFI

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini