Perempuan Asal Jakarta Ini "Sulap" Limbah Kayu Jadi Produk Kreatif Bernilai

Perempuan Asal Jakarta Ini "Sulap" Limbah Kayu Jadi Produk Kreatif Bernilai
info gambar utama

Jika bagi banyak orang, pembuangan adalah tempat terakhir untuk sampah, hal ini justru tidak dirasakan oleh Rachel dan Seto dari Umakayu. Dari tangan keduanya, lahirlah produk yang berasal dari sisa-sisa pengerjaan kayu furnitur.

Bekerja sebagai arsitek dan interior designer, Rachel Febrina kerap datang dan melihat pengerjaan produksi kayu di berbagai workshop. Dari sekian kali kunjungan, ada satu hal yang rasanya cukup mengganjal di hatinya. Tumpukan sisa hasil pengerjaan kayu. Teronggok dan hanya dibiarkan menumpuk menjadi sampah. Dalam benaknya, kumpulan sampah ini masih bisa menjadi hal lain yang berguna. “Rasanya sayang, nggak tega melihat kayu dibuang begitu aja,” ujar wanita kelahiran Jakarta, 8 Februari 1992 ini.

Pada akhir 2015, Rachel pun mendirikan Umakayu, sebuah brand yang berfokus untuk mendayagunakan sisa produksi kayu menjadi produk baru yang punya nilai lebih. Bersama rekannya, Seto Aji yang menangani produksi, berbagai produk seperti kalung, gelang, cincin, hingga home decor semisal tatakan gelas, lampu, dan pun tercipta. Sementara Rachel lebih banyak berkutat dengan marketing dan desain produksinya.

Produk karya Umakayu (Foto: Qlapa.com)
info gambar

“Awalnya cuma jual ke teman-teman aja, di-share ke Facebook, dan Instagram. Terus akhirnya banyak yang kasih masukan untuk kita jual di marketplace, salah satunya Qlapa,” ucap wanita yang hobi bermusik ini.

Dengan desain yang apik. produk-produk buatan Umakayu pun terlihat cukup berkarakter. Dengan menggunakan material seperti kayu jati, mahoni, hingga pinus yang dikerjakan secara handmade, customer Umakayu biasanya adalah orang-orang yang menghargai seni kayu, penggemar aksesoris, hingga pengusaha bakery. Material yang ia dapatkan biasanya berasal dari sejumlah workshop yang sudah menjadi ‘langganannya’.

Namun mengembangkan bisnis yang berbasis sisa sampah ternyata juga ada hambatan tersendiri. Dan hal itu kerap kembali pada bahan baku produknya. “Kadang orang minta produk yang spesifik sama. Sulitnya di situ, karena kan bahannya dari sisa-sisa kayu yang mungkin berbeda,” ucapnya.

Ke depannya, Rachel berharap Umakayu bisa menjadi brand yang dikenal karena kearifan lokal, menghargai alam, dan minim sampah. “Kalau bisa sama sekali nggak membuat sampah, malah lebih bagus,” tutupnya.

Artikel ini hasil kerjasama GNFI dengan Qlapa.com

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini