Keceriaan Anak-Anak Sekolah Dasar di Desa Sikara-kara menerima bantuan perlengkapan sekolah dari The School Projects

Keceriaan Anak-Anak Sekolah Dasar di Desa Sikara-kara menerima bantuan perlengkapan sekolah dari The School Projects
info gambar utama

Kegembiraan beriring senyuman lebar tampak dari anak anak sekolah dasar (SD) di Desa Sikara-kara, Mandailing Natal, Sumatera Utara ketika mendapatkan tas dan perlengkapan sekolah gratis dari tim The School Projects. Sambil berlari, mereka menggendong tas yang diberikan menuju barisan semula. Tas dan perlengkapan sekolah yang diberikan secara gratis berasal dari sumber dana tim The school Projects yang mengumpulkan dana selama setahun dari sukarelawan. Desa Sikara-kara adalah desa di Kecamatan Natal yang terletak sekitar 100 km dari Kota Penyabungan, ibukota Mandailing Natal yang membutuhkan waktu sekitar 7 jam jika ditempuh dengan kendaraan bermotor. Sedangkan tim berangkat dari Medan ke desa ini membutuhkan waktu sekitar 17 jam perjalanan darat.

Jaya Setiawan Gulo sebagai Founder The School Projects mengatakan tujuan pemberian perlengkapan sekolah ini disasarkan memang ke desa-desa pelosok. Hal ini mengingat keadaan ekonomi kelurga siswa yang mayoritas memprihatinkan serta medan menuju ke sekolah yang berat, seperti jarak yang jauh dan akses kelokasi yang minim karena jalan yang rusak dan berlumpur. Jaya Gulo juga menambahkan bahwa dirinya terjun langsung untuk survei dan melihat ada anak yang pergi ke sekolah membawa buku pelajaran dibungkus dengan plastik kresek sebagai tasnya dan sebagian membawa tas sekolah yang tidak ada isinya. Kondisi inilah yang mendasari pemberian perlengkapan sekolah tersebut dengan harapan pendidikan lebih baik.

The School Projects adalah organisasi nirlaba yang didirikan dengan komitmen dan semangat dalam mendukung pendidikan khususnya anak-anak yang kurang mampu dengan motto “Education Cannot Wait” ataupendidikan tidak dapat menunggu. Berdiri sejak setahun lalu, tim The School Projects berhasil mendapatkan dukungan baik dari segi moril maupun material dari masyarakat Indonesia dan organisasi luar negeri salah satunya CERDAS Foundation. Mereka sangat bersyukur karena dipercaya oleh masyarakat maupun organisasi untuk melaksanakan proyek sosial pertama mereka ini.

Proyek pertama ini melibatkan 7 orang tim inti dan 1 orang adalah warga penduduk Desa Sikara-kara, Nazaruddin Damanik yang bersedia untuk ditempati rumahnya sebagai tempat tinggal menginap dan bersedia menemani menjadi koordinator lapangan sampai proyek selesai. Proyek ini dilaksanakan selama 4 hari dengan alokasi 1.100 anak SD. Secara keseluruhan 1.100 tas sekolah, 11.000 buku tulis, 4.400 pulpen, 4.400 pensil, 2.200 penghapus, 1.100 rautan serta 1.100 penggaris. Pendistribusian diserahkan ke 10 Sekolah Dasar di Kecamatan Natal di 2 Desa yaitu Desa Sikara-kara dan Desa Muara Batang Gadis.

Tim tiba di Desa Sikara kara pukul 04.00 dini hari dengan sebelumnya menempuh perjalanan 17 jam dan langsung mempersiapkan pendistribusian di hari pertama, Senin (21/8). Tim mengunjungi tiga sekolah dasar yang terletak di Kecamatan Sikara-Kara Mandailing Natal. Mereka membagikan 455 tas sekolah beserta isinya di SDN 378 Sikara-Kara sebanyak 247 siswa, SDN Filial 378 Simpang Bambu sebanyak 130 siswa, dan SDN Filial 378 simpang Sauh sebanyak 78 siswa. Kondisi sekolah-sekolah ini pada umumnya masih memprihatinkan. Atap bangunan yang banyak berlubang. Dinding papan tua yang sudah banyak patah dan lantai masih tanah. Dahniar Saragi, Spd, salah satu pengajar di SDN Filial 378 Simpang Bambu mengatakan bahwa kegiatan belajar-mengajar akan berhenti ketika hujan datang karena kondisi ruang belajar yang tidak memungkinkan.

Di hari kedua, tim The School Projects bergerak menuju Kecamatan Muara Barang Gadis yang jarak tempuhnya sekitar 29 km dari kota Natal. Medan ke sekolah yang akan didatangi sangatlah menantang. Jalan yang berlumpur karena hujan sebelumnya membuat medan yang harus dilalui menjadi sangat berat. Tim pun terpaksa harus memindahkan muatan ke mobil ranger yang baru disewa. Karena jenis kendaraan inilah yang hanya bisa melewati medan tersebut. Melewati tanjakan yang panjangnya 1 km. Warga menyebut tanjakan ini sebagai tanjakan si mulak balik yang jika diartikan hewan yang jika ingin naik tidak sanggup dan kembali pulang. Tidak hanya itu, tim menceritakan melewati 2 sungai yang debit airnya tinggi dan arus yang kencang akibat hujan di pagi harinya dan bersyukur berhasil dilalui. Kemudian tim pun tiba lokasi sekolah. Mereka membagikan 340 tas sekolah beserta isinya yang terdiri dari SDN 390 Salebaru di Dusun Salebaru sebanyak 136 siswa, SDN 390 Salebaru di Dusun Bronjong I sebanyak 142 siswa, dan SDN 390 Salebaru di Dusun Bulung Gadung sebanyak 62 siswa. Timbul Mardiono, Kepala Sekolah sekaligus dari tiga SDN 390 Salebaru mengatakan bahwa ini adalah kali pertama mereka mendapatkan bantuan tas sekolah dan alat tulis. Di sekolahnya, Timbul berterima kasih sekali atas bantuan yang pertama sekali mereka terima sejak sekolah itu berdiri pada tahun 2005 silam lalu. "Mirisnya, ada beberapa anak di SDN 390 Salebaru yang menggunakan tas kresek plastik sebagai tas sekolahnya," tambah Timbul. Mereka sudah biasa menggunakan tas kresek plastik karena orang tau mereka tidak mampu membelikan tas sekolah apalagi tas kresek aman dibawa terutama saat musim hujan. Cerita cerita lain yang menyertai proses pendistribusian hari itu pun mengiringi perjuangan tim The School Projects yag dirasa puas bisa tepat sasaran. Medan yang berat serta cerita haru membuat tim lebih semangat bekerja pada keesokan harinya.

Di hari ketiga, tim kembali melanjutkan perjalanan ke Kecamatan Sikara-Kara. Disana mereka membagikan 314 tas dan isinya kepada SD Swasta Bina Artha Mahkota sebanyak 60 siswa, SDN 374 Sikara-Kara 3 sebanyak 80 siswa, SDN 379 Sikara-Kara sebanyak 114 siswa, dan SDN 380 Kun Kun sebanyak 60 siswa. Semua sekolah ini jaraknya berjauhan sehinggan tim The School Projects memulai perjalanan lebih pagi. SDN 380 Kun Kun terletak di pinggir pantai barat Mandailing Natal. Jika pasang naik, air laut akan masuk ke dalam semua ruangan kelas dan siswapun duduk di atas bangku sambil melipat kaki atau bahkan selesai belajar. Selain itu, di sekolah ini hanya terdapat tiga ruangan kelas. Kelas 1, 2, dan 3 belajar dalam 1 ruangan kelas yang sama dalam waktu yang sama dan diajar oleh 2 orang guru. Kelas 5 yang berjumlah hanya 3 siswa belajar bersama kelas 4 dalam ruangan yang sama. Sementara kelas 6 belajar di ruangan yang juga dipakai sebagai ruang guru.

Dengan total 10 Sekolah Dasar, pendistribusian proyek pertama ini pun akan berlanjut dimasa yang akan datang dengan harapan alokasi lebih banyak. Cerita haru menyertai harapan dari pihak sekolah sangat mencita-citakan agar pemerintah lebih memperhatikan lagi sekolah-sekolah yang ada di pedalaman. Selain murid dan bangunan sekolah, guru juga memegang peranan penting dalam proses pembelajaran. Ada beberapa guru yang sudah mengabdi selama hampir 20 tahun lebih tapi belum ada pengangkatan menjadi seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS). Tentunya pengangkatan ini adalah wujud penghormatan kepada guru-guru yang sudah mengabdi dan mendidik anak-anak sampai menjadi orang yang berhasil. Hal ini pula yang menjadi proses perjuangan tim The School Projects untuk terus berupaya memajukan pendidikan lebih baik. “EDUCATION CANNOT WAIT” Pendidikan tidak dapat menunggu.

Sumber: Bunga Yuniasari

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini