Indonesia Menjadi Pasar Potensial Aplikasi Mobile Ungguli Inggris dan Amerika Serikat

Indonesia Menjadi Pasar Potensial Aplikasi Mobile Ungguli Inggris dan Amerika Serikat
info gambar utama
Persaingan aplikasi mobile untuk ponsel pintar saat ini sangat sengit. Setidaknya telah ada dua juta aplikasi di seluruh dunia dan hanya sekitar empat puluh aplikasi saja yang akan bertahan untuk disimpan oleh pengguna di ponsel pintarnya. Indonesia sebagai pasar yang sedang berkembang ternyata memiliki potensi yang besar dalam hal penggunaan aplikasi belanja, mengungguli Inggris dan Amerika Serikat.

App Annie Asia Pacific Regional Director, Jaede Tan menjelaskan pada GNFI pada ajang Tech in Asia Jakarta 2017 (1/11) yang lalu bahwa Indonesia menempati peringkat kedua di dunia dalam hal waktu yang dihabiskan oleh pengguna untuk aplikasi belanja. "Pengguna Indonesia menghabiskan waktu hampir seratus menit per bulan menggunakan aplikasi ecommerce," katanya.

(Grafik: App Annie, 2017)
info gambar

Tan kemudian menjelaskan bahwa tren tersebut berangkat dari kemampuan aplikasi mobile memberikan solusi pada para konsumen. Konsumen yang dahulu harus ke toko, kini tidak perlu lagi harus susah payah untuk berbelanja. "Konsumen tidak ingin pergi ke supermarket jika mereka bisa menemukan cara yang lebih mudah melalui smartphone. Sekarang segalanya melalui smartphone," ujarnya.

Ia juga mengungkapkan bahwa secara global, banyak bisnis tradisional yang kini berubah menjadi bisnis teknologi. Mereka beradaptasi untuk memenuhi keinginan konsumen yang secara rata-rata global menghabiskan dua jam sehari menggunakan ponsel pintarnya. "Di Indonesia bisa jadi lebih tinggi (lama waktu menggunakan ponsel pintar). Dua jam sehari adalah sama dengan satu bulan dalam satu tahun," Tan menegaskan.

(Grafik: App Annie, 2017)
info gambar

Itu sebabnya, menurut Tan perusahaan harus benar-benar memikirkan bagaimana cara untuk membuat aplikasi yang benar-benar dicintai oleh para pengguna ponsel pintar. Karena berdasarkan data Appannie, Indonesia merupakan pasar yang cukup pesat tumbuh untuk aplikasi-aplikasi mobile. Data yang dirilis Appannie pada Januari lalu menjelaskan bahwa tahun 2016 Indonesia menempati peringkat keempat dunia dalam jumlah unduhan aplikasi Android.

"Pasar Indonesia potensial karena masyarakatnya masih baru saja mengenal ponsel pintar. Di Indonesia para pengguna ponsel pintar masih mencari-cari aplikasi sehingga mereka mengunduh banyak aplikasi. Namun kemudian para pengguna mulai membentuk kebiasaan saat menggunakan aplikasi. Mungkin mereka mendownload seratus aplikasi namun secara rutin hanya menggunakan beberapa saja. Di Indonesia, rata-rata orang hanya aktif menggunakan 39 aplikasi per bulan," jelas Tan.

Di antara aplikasi-aplikasi yang digunakan secara rutin tersebut adalah aplikasi-aplikasi pesan singkat seperti whatsapp, bbm, ataupun line. Juga terdapat aplikasi belanja seperti bukalapak, tokopedia, shopee, lazada. termasuk pula aplikasi layanan jasa seperti gojek dan grab juga tidak kalah rutin digunakan di Indonesia. Selain itu aplikasi-aplikasi mendengarkan musik, melihat foto, menonton video, dan juga aplikasi kesehatan.

Tan kemudian menyarankan agar saat sebuah bisnis meluncurkan aplikasinya, mereka harus benar-benar memahami data dan yang terpenting harus bisa benar-benar memberikan solusi. Sebab saat ini biaya untuk mendapatkan pengunduh (costumer acquisition) apalagi mendapatkan konsumen (costumer conversion) sangatlah tinggi tidak seperti tahun-tahun sebelumnya.

"Pahami dengan baik pengguna, apa yang pengguna benar-benar inginkan, apa yang mereka ingin lakukan dengan ponsel pintar mereka dan ciptakan produk yang hebat. Sangat sederhana. Bisnis harus membuat aplikasi yang akan diunduh orang, dibuka untuk pertama kali, dan dengan kemudian mereka jatuh cinta dengan aplikasi itu. Pengalaman pengguna sangatlah penting dan untuk itu bisnis harus melihat data," ujarnya.

Meski persaingan yang sangat ketat di pasar aplikasi mobile, Tan tetap berpesan bahwa bisnis harus bisa mencari cara bagaimana mereka bisa eksis di tengah persaingan teknologi entah itu harus menggandeng partner agregator atau membuat aplikasi sendiri. "Intinya adalah, bisnis harus ada di mobile (ponsel pintar) di suatu tempat (di ponsel), atau kamu harus membuat aplikasi di suatu tempat," pesannya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini