Menyaksikan Asia Tenggara Menjelma Menjadi "The Next Silicon Valley"

Menyaksikan Asia Tenggara Menjelma Menjadi "The Next Silicon Valley"
info gambar utama

Oleh: Ahmad Cholis Hamzah*

Dalam sebuah artikel di harian South China Morning Post tangga 30Juni 2018 ada sebuah artikel yang memprediksi Asia Tenggara ini menjadi pusat Sillicon Valley berikutnya dengan menyebutkan bukti-bukti awal perkembangan IT di berbagai negara di ASEAN. Secara umum masyarakat sudah banyak mengetahui salah satu dominasi keunggulan kekuatan Amerika Serikat adalah dibidang IT yang berpusat di Silicon Valley dibagian selatan San Francisco California. Silicon Valley ini tempatnya perusahaan-perusahaan IT terbesar didunia termasuk 39 usaha yang tercatat di Fortune 1000 serta ribuan bisnis pemula atau startup companies yang berisi anak-anak muda yang mempunyai talenta brillian di bidang IT. Ditahun 2013 saja perusahaan-perusahaan di Silicon Valley ini memperkerjakan 250.000 orang dibidang IT.

Artikel di South China Morning Post itu menyebutkan perkembangan industri IT di ASEAN yang tumbuh pesat antara lain bisnis “multimillion-dollar” yang digagas Charles Guinot orang Perancis berumur 30 tahunan, insinyur robot yang menjadi pengembang “Blockchain” di Indonesia. Sejak tahun 2015 dia punya rencana membantu menangani masalah pengisian pajak.

Keterangan Gambar (© Pemilik Gambar)

Sekarang perusahaannya di Jakarta “OnlinePajak” adalah salah satu bisnis startup tercepat perkembangannya yang menangani transaksi pajak bernilai US$ 3 milyar tahun lalu. Dia mengharapkan angka itu naik menjadi US$ 7 milyar di tahun 2018 ini, atau sekitar 10% dari total pendapatan pajak. OnlinePajak ini mempermudah orang melakukan transaksi pajak hanya sekali click saja yang sebelumnya rumit dengan mengisinya di formulir yang njlimet. Karena jasa perusahaannya ini menggunakan blockchain maka seluruh informasi terjamin aman. Lebih dar1 800.000 perusahaan dan individu di negeri ini menggunakan jasa IT nya.

Blockchain adalah sebuah teknologi yang dikenalkan bersama dengan Bitcoin oleh salah satu seorang atau kelompok yang menamakan dirinya Satoshi Nakamoto yang mana awalnya teknologi ini di gunakan untuk mencatat transaksi keuangan dari bitcoin.

Simple nya blockchain adalah struktur data yang tidak dapat dirubah hanya bisa di tambahkan saja. Setiap data dari blockchain ini saling terhubung.

Di Filipina bulan lalu tahun 2018 ini membuka tangan terbuka kepada perusahaan IT Blockchain Space yang konsentrasi ke pemberian jasa teknologi finansial yang menjembati praktek-praktek perbankan kuno dengan teknolog IT changgih. Perusahaan ini mengembangka sayapnya di Jakarta Kuala Lumpur, Thailand dan Vietnam.

Perkembangan perusahaan IT di Asia Tenggara ini merayap pelan tapi pasti; dan meskipun belum menjadi pusat IT global; namun secara pasti muncul menjadi pusat pertumbuhan perkembangan teknologi baru.

Perkembangan secara cepat itu juga terdorong akibat perang dagang antara Cina dan Amerika Serikat saat ini dimana Presiden Trump melarang perusahaan-perusahaan Cina melakukan akuisisi dan berinvestasi di bidang IT di AS. Hal ini memungkin perusahaan-perusahaan Cina mengalihkan targetnya ke pasar ASEAN untuk bidang IT ini. Sebagai contoh Alibaba Group dari Cina sudah melakukan akuisi perusahaan e-commerce Lazada dan melakukan hubungan bisnis dengan Malaysia dan Thailand.

Shopee | akamai
info gambar

Perusahaan Cina lainnya Tencent Holdings telah melakukan investasi di perusahaan IT Singapura “Sea” yang mengoperasikan “Shopee”. Selain itu JD.com perusahaan e-commerce Cina melakukan investasi binis fashion online di Thailand; sementara itu dua perusahaan besar yang berbasis IT- Grab di Singapura dan Go-Jek bekerja sama dengan perusahaan Unicorns Didi, Chuxing dan Meitua Dianping.

Hian Goh pendiri Openspace Venture di tahun 2014 (juga sebagai salah satu investor GoJek mengatakan bahwa Asia Tenggara menjadi “A Proxy War for large Chinese internet companies”

Go-jek | litbang.kemendagri.go.id
info gambar

Data investasi teknologi di beberapa negara ASEAN dimana Indonesia nomor dua setelah Singapura menunjukkan begitu seriusnya negara-negara ini mengembangkan industri IT.

Di sebuah konferensi di Jakarta Kepala Badan Ekonomi Kreatif Triawan Munaf mengatakan bahwa dia ingin Indonesia menguasai teknologi Blockchain yang bisa merubah dunia seperti internet 20 tahun lalu. Dia yakin bahwa Indonesia mampu menjadi innovator dibidang aplikasi Blockchain – bukan hanya pemakai. Blockchain dapat menghasilkan US$ 400 milyar dolar di seluruh dunia dan “Kami tidak ingin tertinggal” kata pak Munaf.

Melihat perkembangan industri IT yang pesat di kawasan Asia Tenggara diatas, tak salah kalau artikel di South China Morning Post itu memprediksi bahwa kawasan ini akan menjadi Silicon Valley berikutnya.

*Staf Khusus Rektor Unair bidang

Internasional dan Authorized Writer

Of Good News from Indonesia.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Akhyari Hananto lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Akhyari Hananto. Artikel ini dilengkapi fitur Wikipedia Preview, kerjasama Wikimedia Foundation dan Good News From Indonesia.

Terima kasih telah membaca sampai di sini