Memasuki Dusun Jeruk Legi, Desa Katongan, Kecamatan Nglipar, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta, di sekitar pekarangan rumah penduduk terdapat belasan hingga ratusan batang tumbuhan lidah buaya. Warga setempat mengembangkan tumbuhan lidah buaya yang tumbuh hampir di semua pekarangan untuk wisata edukasi dan produk bernilai jual.
Usaha ini memang baru dirintis pada 2014 silam. Namun saat ini warga setempat sudah bisa menuai hasil kerja kerasnya dengan omzet per bulannya mencapai Rp 18 juta dari produk yang dijual, yakni berupa keripik dan minuman.
Upaya menjadikan dusun yang produktif ini tak lepas dari peran seorang pemuda di sana bernama Alan Efendhi, 30. Ia tertarik untuk budi daya tanaman jenis ini ketika masih bekerja di sebuah perusahaan yang ada di Jakarta.
Alan berselancar di internet kemudian mendapati ada orang yang membudidayakan lidah buaya di Pontianak, Kalimantan Barat. Hal yang semakin menarik baginya, cuaca dan kondisi geografisnya tak jauh berbeda dengan di kampung halamannya, di Dusun Jeruk Legi, Desa Katongan.
"Saya kemudian berpikir untuk mengembangkannya di Gunungkidul. Saya beli bibit di Sidoarjo, karena kalau ambil dari Pontianak takutnya busuk," katanya secara terpisah pada Jawapos.com.
Alan kemudian membeli 500 batang lidah buaya. Namun saat dikirim ke Gunungkidul hanya sisa sekitar 350 batang saja, sisanya busuk. Setelah ditanam dari jumlah itu kisaran 150 barang yang mampu berkembang.
Setelah 2 tahun berjalan dan hasilnya sudah terlihat, beberapa warga di kampungnya pun mulai berangsur ikut mengembangkan tanaman ini. Terutama para ibu-ibu di sana yang tergabung dalam Kelompok Wanita Tani (KWT).
"Wisata edukasi mulai dikembangkan dari awal 2018. Awal mula ada agen wisata yang bertanya tentang wisata edukasi yang menyediakan dari hulu sampai hilir atau mulai budidaya sampai pengolahan sampai menikmati hasilnya," kata salah seorang pengelola desa wisata, Alan Efendhi, saat ditemui Kompas.com di rumahnya, Jumat (15/2/2019).
Di Gunungkidul, tutur Alan, sangat jarang tempat wista edukasi dari hulu sampai hilir.
"Setelah beberapa agen wisata berkunjung ke sini, baru mulai dikenal. Saat ini setiap bulannya ada enam sampai tujuh instansi berkunjung ke sini, dari lokal disini, Jawa Tengah, hingga Jawa Timur," ucapnya.
Saat ini sudah ada 100 orang ibu-ibu yang ikut terlibat dalam kegiatan tersebut, 25 di antaranya tim inti. "Mereka terlibat dari hulu hingga hilir," ucap Alan.
Untuk membeli oleh-oleh pun cukup terjangkau. Dengan Rp 2.000,Anda bisa membawa segelas minuman segar. Keripik dijual seharga Rp 10.000 per bungkus.
Secara terpisah Kepala Desa Katongan, Jumawan mengatakan, pihaknya berencana mengembangkan tanaman lidah buaya ini ke dusun-dusun di sekitar Dusun Jeruk Legi. "Kami mendorong upaya masyarakat dalam keikutsertaannya di sektor pembangunan desa," pungkasnya pada Jawapos.com.
Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News