Harapan Sosok Pengawal Harta Karun Perairan dari Kaimana, Papua Barat

Harapan Sosok Pengawal Harta Karun Perairan dari Kaimana, Papua Barat
info gambar utama

Tulisan ini merupakan salah satu artikel yang ditulis oleh Guntur Satya yang merupakan dari rencana pengembangan Jurnal Konservasi Kaimana, yang belum terlaksana karena berbagai alasan. Termasuk kesibukan penulis selaku Apartur Sipil Negara dan beberapa hal teknis lainnya.

Tulisan ini mengurai harapan salah satu sosok masyarakat adat Kabupaten Kaimana akan kelestarian sumber daya perikanan di wilayah yang seadministrasi berada di provinsi Papua Barat tersebut.

Kabupaten Kaimana tidak saja dikenal sebagai kota senja atau kabupaten senja, tetapi juga dikenal sebagai istana "kerajaan ikan,".

Kelimpahan sumber daya perairan kabupaten ini didukung dengan kearifan lokal masyarakat setempat yang melihat bumi sebagai ibu, yang memberikan susu dan madu. Ibu yang memberikan kehidupan.

Masyarakat Kaimana dan Papua umumnya sadar bahwa hanya dengan menjaga alam, mereka bisa ada dan hidup. Hal ini juga terjadi di Kampung Lobo, Distrik Kota Kaimana, Kabupaten Kaimana.

Masyarakat yang hidup di hamparan pesisir Kawasan Indah Teluk Kaimana ini melihat laut sebagai sumber kehidupan, karena itu mereka sangat mendukung upaya-upaya konservasi dalam menjaga dan melestarikan sumber daya perairan.

Beberapa waktu yang lalu di Pusat Kota Kaimana tepatnya awal November 2018, saya menemukan sosok yang peduli dan terlibat penuh dalam menjaga dan mengawasi kekayaan alam laut perairan Kaimana.

Abraham Wariensi, Koordinasir Kelompok Pengawas Masyarakat di Kawasan Konservasi Perairan Kaimana Kota

Dia adalah Abraham Wariensi, tokoh dan pemuka adat Kampung Lobo, Distrik Kota Kaimana yang mendedikasikan hidupnya sebagai Koordinator Kelompok Pengawas Masyarakat di Pos Pengawasan Nusrom, Kampung Lobo -Kawasan Konservasi Perairan Daerah Kaimana Kota.

Setelah ia mendampingi tim kunjungan lapangan Dinas Kelautan dan Perikanan Papua Barat dan Conservation Internasional Indonesia Program Papua Barat, saya memiliki kesempatan untuk mewawancari pria yang bertampang tegas tersebut.

"Saya sudah tujuh tahun menjadi koordinator kelompok pengawasan masyarakat (Pokwasmas), lima tahun bersama Conservation International Indonesia, sekarang dua tahun dibawah pendampingan Dinas Kelautan Provinsi Papua Barat," ujarnya saat ditemui Jurnal Konservasi Kaimana di Kaimana, awal November 2018.

Lelaki tegap pensiunan guru Sekolah Dasar dan aktif dalam pelayanan gereja ini mengakui menjadi kelompok pengawas perairan karena tekad dan keinginannya untuk menjaga dan melestarikan sumber daya alam perairan Kaimana.

Ia menyadari bahwa sumber daya alam perairan ini tidak saja menjadi milik generasi masa kini tetapi juga milik anak cucu di masa yang akan datang.

"Saya sedih, karena sebagian masyarakat kita tidak mengerti bahwa ikan ini tidak saja untuk kita saat ini tetapi juga miliki anak cucu kita, maka kekayaan ini perlu dijaga. Itulah semangat yang mendorong saya untuk terlibat," kata Abraham yang juga merupakan tokoh adat Kampung Lobo, Distrik Kota Kaimana.

"Suka duka menjadi pengawas ini sedih dan kecewa jika masyarakat tidak mengerti bagaimana menjaga dan melestarikan sumber daya alam ini. Alam ini untuk kepentingan kita, bukan kepentingan CI (Conservation International), bukan juga kepentingan siapa-siapa. Yah untuk kepentingan masyarakat itu sendiri," ujarnya.

Hal lain yang membuat dia menekuni kegiatan pengawasan di perairan karena masih banyak masyarakat belum sadar bahwa laut adalah sumber kehidupan.

"Pertama kita lihat laut itu saja, banyak orang jaring. Dan daerah-daerah yang kita sudah tahu bahwa itu tempat ikan makan rame sudah berkurang. Masyarakat ini tidak semua baik, masih ada yang suka menangkap penyu, koruptor penyu, narapidana penyu. Bayangkan kadang semalam saja orang bisa bunuh penyu 10-30 ekor," ujar Abraham.

Namun ia mengakui sejak LSM CI dan dirinya terlibat dalam kegiatan pengawasan tetapi juga memberikan pemahaman kepada masyarakat perburuan penyu sudah mulai berkurang.

Abraham merasa bangga ketika kesadaran itu ada karena hasilnya pun nyata, perburuan penyu sudah berkurang.

"Sekarang sudah tidak. Sekarang kita berusaha agar penyu ini terlindung lagi, membiarkan penyu ini hidup. Dulu saya juga bagian dari itu, tapi sekarang kita hadapi masalah, tapi kita tetap berusaha," ujarnya.

Selama menjalankan tugas sebagai koordinator Pokwasmas, dirinya sudah beberapa kali menemukan dan menangkap orang-orang yang menangkap ikan dengan jaring dan masuk dalam zona larang tangkap.

"Pernah tangkap orang. Orang yang menggunakan jaring kami tangkap. Juga orang yang berlabuh di tempat tabungan ikan kita ingatkan untuk menjauh dari zona itu," ujarnya.

Sumber: Kompasiana

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

GP
AI
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini