The Prickle House, Potret Agribisnis di Tangan Generasi Milenial

The Prickle House, Potret Agribisnis di Tangan Generasi Milenial
info gambar utama

Saat ini, kaktus memang sedang menjadi primadona, baik untuk koleksi pribadi, dekorasi rumah atau cafe, hingga suvenir pernikahan maupun suvenir wisuda. Melirik peluang tersebut, Khoirul Huda (27) dan Cholid Mawazin (21) mulai mencoba memasarkan kaktusnya pada Wisuda IAIN pada bulan April 2018 lalu. Melihat pangsa pasar yang begitu besar, akhirnya mereka mulai membuka galeri mini di halaman rumah, yang diberi nama The Prickle House.

Khoirul Huda dan Cholid Mawazin, Pemilik The Prickle House
info gambar

“Sebenarnya tidak ada filosofi khusus terkait nama “The Prickle House”. Prickle sendiri memiliki banyak arti, bisa duri, bisa boneka. Jadi The Prickle House bisa diartikan sebagai Rumah Duri, karena kaktus adalah tanaman yang identik dengan duri,” terang Huda.

Belajar secara otodidak, tentu tidak serta merta membuat bisnis ini berjalan seperti yang ia harapkan. Kaktus yang ia miliki banyak yang mati, baik karena kurangnya pengetahuan dalam hal perawatan maupun kurangnya waktu untuk merawatnya. Namun dari kesalahan-kesalahan tersebut mereka justru bangkit dan terus belajar bagaimana cara membudidayakan kaktus yang tepat.

Tak hanya itu, mereka juga terus melakukan inovasi-inovasi untuk menarik animo para pembeli. Salah satunya dengan menyediakan pot yang terdiri dari berbagai warna, bahan, maupun ukuran. Variasi kaktus pun terus mereka kembangkan, hingga saat ini sudah ratusan jenis kaktus yang mereka miliki di galerinya. Kaktus ini kebanyakan diperoleh dari salah satu supplier di Bandung. Meski demikian, mereka tetap belajar membudidayakan kaktus, salah satunya melalui teknik grafting.

“Teknik grafting adalah teknik menyambung dua tanaman menjadi satu,” ujarnya sambil menunjukkan salah satu jenis kaktus yang digrafting. ”Saat ini, teknik grafting sangat diminati baik oleh penjual maupun pembeli. Selain diperoleh bibit tanaman baru yang cantik, pembudidayaannya juga terbilang mudah. Harganya pun relatif lebih murah di pasaran,” lanjutnya.

Saat ini, koleksi kaktus The Prickle House dibanderol mulai dari Rp. 10.000,- hingga Rp. 100.000,-, tergantung ukuran dan jenisnya. Sedangkan untuk pot mulai dari Rp. 5.000,- hingga Rp. 35.000,-. “Disini kami bertujuan untuk menjual tanaman yang siap pajang. Sehingga sepulang dari sini, konsumen bisa langsung memajang tanaman tersebut tanpa harus memindah pot, atau menambah media tanam. Untuk itu, mulai dari pot, bebatuan, bahkan hiasan berupa mata pun kami sediakan,” ujarnya.

Pot dari berbagai bahan untuk melengkapi koleksi kaktus The Prickle House
info gambar

Dalam hal pemasaran, selama ini kakak beradik yang tinggal di Sawahan RT 2 RW IV Kecandran tersebut mengandalkan kekuatan media sosial untuk memasarkan produknya. Hingga saat ini, konsumennya tidak hanya berasal dari Salatiga saja, tetapi dari seluruh Pulau Jawa, bahkan hingga ke Aceh dan Papua. Tak heran jika wirausahawan muda ini berhasil mengantongi omzet belasan juta rupiah tiap bulannya.

“Saat ini media sosial memiliki pengaruh yang sangat besar. Untuk itu, kami membuat terobosan dengan memotret setiap pembeli yang datang, tentunya dengan angle yang tepat dan hasil yang berkualitas, untuk kemudian kami upload di media sosial kami. Dari situ banyak pembeli yang me-repost sambil me-mention media sosial kami. Nah, dari sinilah kami menjadi semakin dikenal oleh masyarakat,” terang Huda.

Salah satu konsumen yang datang ke galeri The Prickle House
info gambar

Namun pemasaran melalui media sosial ini tak selalu memberi dampak positif. Di sisi lain, muncul plagiator yang meniru bahkan berani memajang foto milik The Prickle House. “Jika berkompetisi secara sehat kami tidak masalah. Namun pernah ada plagiator yang menyamar sebagai pembeli, nekat datang kemari untuk mencari informasi tentang The Prickle House. Hal ini sempat membuat kami resah, namun kembali lagi, rejeki sudah ada yang mengatur,” ucapnya.

Tak hanya fokus dalam memasarkan kaktus, The Prickle House juga tak enggan berbagi tips merawat kaktus dengan para pembeli. “Habitat kaktus adalah di tempat yang kering. Jika ingin kaktus awet sebaiknya jangan sering-sering disiram. Cukup satu minggu sekali jika cuaca cerah, atau dua minggu sekali jika cuaca mendung,” jelasnya.

The Prickle House juga menyediakan standing pot berbahan besi yang sangat menarik untuk dijadikan pajangan
info gambar

Ia juga mengatakan jika selama ini masih banyak pembeli yang salah kaprah dalam melakukan penyiraman. “Banyak pembeli yang melakukan penyiraman dengan cara disemprot. Padahal jika disemprot, kemungkinan air tidak akan merembes mencapai akar. Seharusnya, pot dicelupkan di ember berisi air agar akarnya terendam air. Kaktus juga harus sering-sering dijemur agar tidak cepat busuk,” lanjutnya.

Kedepan, mereka berkeinginan untuk mewujudkan misi edukasi yang selama ini mereka impikan. Mereka berencana memperluas tempat, tak hanya untuk memajang koleksi kaktusnya, tetapi juga dapat menjadi tempat bagi masyarakat untuk belajar bertanam dan belajar menggambar atau melukis pot melalui workshop yang mereka selenggarakan. “Semoga harapan ini dapat segera terwujud,” ujar Cholid.

Saat ini, The Prickle House hanya memiliki satu galeri di Kota Salatiga, tepatnya di Desa Sawahan RT 2 RW IV Kecandran. Namun jika ingin membeli secara online, pembaca dapat melihat koleksinya melalui instagram @thepricklehouse atau melalui whatsapp 085842924639.


Catatan kaki: (berisi sumber data artikel/tulisan, pastikan lebih dari satu)

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini