Mengenyam Pendidikan Dasar dalam Bingkai Pekerja Migran Indonesia di Taiwan

Mengenyam Pendidikan Dasar dalam Bingkai Pekerja Migran Indonesia di Taiwan
info gambar utama

Dua puluh Oktober 2019, hari itu mungkin merupakan hari yang biasa saja bagi sebagian besar orang. Tapi tidak bagi para siswa-siswi, peserta didik Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) PPI Taiwan. Pasalnya, hari itu menjadi saat paling bahagia bagi para siswa yang telah menerima kabar kelulusan dari program Kejar Paket yang mereka jalani beberapa tahun ke belakang. Lalu, ada cerita apa saja sih di balik perjuangan mereka? Mari kita simak bersama.

PKBM PPI Taiwan, satuan pendidikan non-formal yang memprakarsai pembelajaran program kesetaraan di Taiwan, telah dengan sukses melangsungkan wisuda yang kesekian kalinya untuk para siswa. Sejak didirikan di 2013, PKBM PPI Taiwan telah memiliki lebih dari 250 alumni yang sebagian besar merupakan Pekerja Migran Indonesia (PMI). Pada wisuda siswa tahun akademik 2018/2019 yang diperuntukkan bagi peserta didik Kejar Paket C (KPC) angkatan 7 dan 8, serta Kejar Paket B (KPB) angkatan 4 ini, turut dihadiri oleh Kabid PWNI Pensosbud KDEI Taipei, Fajar Nuradi. Selain itu, ada juga Ketua Yayasan Pendidikan PPI Taiwan (YP-PPI Taiwan), Achmad Arifin, serta beberapa perwakilan dari pengurus PPI Taiwan periode 2019/2020. Tercatat ada sekitar 33 wisudawan (KPC: 31 orang, KPB: 2 orang) dan para pendamping menghadiri acara wisuda kali ini.

Acara berlangsung sejak pukul 10.30 Waktu Taipei, dan berakhir sekitar pukul 13.00. Para peserta sangat antusias dalam berpartisipasi dalam kegiatan tahunan ini. Diawali dengan pagelaran tari Piring yang dibawakan oleh 2 mahasiswa National Central University (NCU) sebagai tarian pembuka. Dan dilanjutkan sambutan dari Rekyan Regasari M. P. salaku Kepala PKBM PPI Taiwan, dan Fajar Nuradi sebagai perwakilan dari KDEI Taipei, diikuti pembukaan acara secara resmi. Prosesi penyerahan ijazah kepada masing-masing wisudawan dilaksanakan bergantian dengan wisudawan dari PKBM Bhakti Jaya Indonesia, yang juga melangsungkan kegiatan serupa, dikolaborasikan dalam satu agenda.

Penyerahan dokumen raport dan ijazah dari PKBM PPI Taiwan kepada salah satu wisudawati
info gambar

Sekilas agenda ini tampak sebagai acara tahunan biasa. Tapi siapa sangka, di balik euphoria wisuda di tiap tahunnya, selalu ada cerita-cerita perjuangan di balik gegap gempita kelulusan di akhirnya. Kali ini, secara eksklusif penulis akan menyajikan sebuah cerita yang dirangkum oleh Betty Naibaho, salah seorang wali kelas di dalam program Kejar Paket di PKBM PPI Taiwan. Cerita ini hadir dari seorang siswa bernama Suharni, yang juga merupakan salah satu PMI di Taiwan.

***

Awalnya sama sekali kami tidak menyangka akan bisa mengenyam pendidikan dasar, melanjutkan untuk sekolah lagi, dan mendapatkan ijazah resmi yang diakui, apalagi dari sebuah lembaga pendidikan yang terakreditasi A. Iya, di sini kami bekerja. Jaga Akong, jaga Ama, bahkan ada yang sekalian jaga cucunya, kerja di pabrik, dan pekerjaan-pekerjaan lain yang kami lakukan demi menyambung hidup, yang penting halal.

Aktivitas kami banyak dan tak terhitung di tiap harinya. Lalu, belajarnya kapan? Kelasnya di mana? Materinya seperti apa?

Kami belajarnya malam, mulai dari pukul 21.00-23.00, dan bahkan lebih. Apalagi kalau ada tugas, kami sering berharap malam jangan berlalu. Sebagai lembaga pendidikan terakreditasi dan bereputasi, PKBM PPI Taiwan tetap memberlakukan tugas dengan kurikulum serupa dengan pendidikan formal. Untuk itulah kami berusaha mengerjakannya sebaik mungkin.

Jika kita berbicara tentang ruang kelasnya, di zaman modern seperti sekarang ini, dengan teknologi yang sudah sedemikian canggih, kita bisa belajar di kelas virtual tanpa bertatap muka secara langsung. Meski demikian, kami semua serasa bertatap muka di tiap sesi kelasnya, apalagi ketika para bapak ibu tutor secara sengaja menyebut dan mengabsen nama kita di kelas, seketika kantuk pun hilang. Oh iya, untuk melengkapi kelas virtual itu, kami bertemua sekali sebulan di KDEI Taipei, untuk melaksanakan kelas tatap muka offline.

Banyak yang bertanya, apakah kami masih sanggup belajar efektif setelah seharian bekerja? Lalu kami jawab, normalnya sih tidak, tapi kami semua punya motivasi, sesuatu yang ingin kami raih dan wujudkan. Itulah sebabnyakami mau dan mampu bertahan. Meski tak mudah untuk mewujudkannya, kami terus berusaha semaksimal mungkin. Yang kami lakukan hanyalah membagi waktu secermat mungkin. Kami harus menyelesaikan semua pekerjaan sebelum jam 9 malam. Atau terkadang, karena alasan pekerjaan, kami beberapa kali terlambat masuk kelas virtual. Bahkan, beberapa dari kami ada yang mendengarkan pelajaran dalam kelas virtual sambil menyelesaikan pekerjaan atau menyuapi Akong atau Ama minum susu. Meski begitu, selelah apapun kami bekerja, suara riuh di kelas, suara tutor, serta hasrat untuk berlomba menjawab pertanyaan-pertanyaan dari tutor membuat lelah itu menghilang.

Tak jarang kami ingin berhenti berjuang. Beban kerja, omelan majikan, tugas-tugas kelas, bahkan persaingan mendapatkan nilai yang terkadang lucu juga ketika diingat-ingat, itu semua yang membawa kami pada niatan negatif semacam itu. Bersyukur, teman-teman sekelas dan tutor yang setia menyemangati, memberi motivasi, membantu kami untuk bertahan. Meski tetap saja, ada beberapa kawan yang harus terpaksa berhenti sekolah karna beberapa alasan. Hingga akhirnya tanggal 27 dan 28 April 2019 menjadi moment bersejarah bagi kami, Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK). Kami gugup dan waswas saat itu, tapi dengan percaya diri kami memasuki gedung sekolah Kainan Vocational High School (Taipei), yang ruang komputernya disewa selama 2 hari khusus untuk pelaksanaan ujian kami.

Sambutan tutor dan pengurus PKBM PPI Taiwan, serta teman-teman seperjuangan, membuat kegundahan berganti menjadi rasa bangga dan bahagia yang meluap-luap. Rasanya perjuangan belajar selama ini, perjuangan mendapatkan izin dari majikan untuk libur 2 hari demi ikut UNBK terbayar lunas. Sayangnya, ada di antara kami yang hanya mendapatkan libur satu hari, bahkan tidak mendapatkan libur sama sekali, sehingga terpaksa mengikuti ujian susulan.

Mungkin bagi sebagian orang yang kami perjuangkan sekarang bukanlah apa-apa, tapi bagi kami ini adalah sesuatu yang sangat berharga. Karna kami ingin menatap wajah anak-anak kami kelak dengan bangga, menceritakan perjuangan kami dan berkata, "Nak, Ibu/Bapak kalian telah memperjuangkan bagian kami, menyelesaikan pendidikan dasar. Sekarang giliranmu untuk memperjuangkan bagianmu."

Kami ingin, setidaknya meski telah terlempar jauh di negeri orang untuk mengais rejeki, kami bisa merasa bangga pada diri kami sendiri, dan membuat keluarga kami, orang-orang terdekat kami, tutor-tutor kami, dan negara kami Indonesia bangga pada perjuangan kami. Kami bersyukur bisa bergabung dengan PKBM PPI Taiwan dan memperjuangkan apa yang menurut kami patut kami perjuangkan, yang setelah ini mungkin masih akan kami lanjutkan ke jenjang lebih tinggi lagi. Demi membuktikan bahwa PMI juga berhak untuk berpendidikan hingga ke jenjang yang lebih tinggi.

***

Secuil kisah itu menjadi warna tersendiri yang membuat siapapun yang membaca ataupun mendengarnya ikut terbawa ke dalam suasana perjuangan yang rekan-rekan PMI di Taiwan telah lakukan dalam hal meningkatkan kualitas pendidikan mereka.

Pose salam literasi dari PKBM PPI Taiwan © PKBM PPI Taiwan
info gambar

Di momentum wisuda pada hari Minggu tersebut, tak lupa Fajar Nuradi juga berpesan, “Khusus bagi para wisudawan dan wisudawati, KDEI Taipei mengucapkan selamat atas capaiannya yang diyakini membutuhkan pengorbanan dan kerja keras. KDEI juga berharap agar mereka dapat tetap menjaga semangat belajar dan keinginan untuk lebih mengembangkan diri, serta berbagi pengalaman kepada sesama WNI lain.”

Terlebih lagi, melalui pesan singkat yang disampaikan langsung kepada penulis, Fajar Nuradi mengucapkan apresiasinya untuk PKBM PPI Taiwan. Menurutnya, program dari PKBM, baik PKBM PPI Taiwan maupun lembaga serupa lainnya bagi WNI di Taiwan sangat sejalan dengan upaya bersama dalam memajukan pembangunan Sumber Daya Manusia Indonesia. Tidak hanya untuk meningkatkan kualitas pendidikan namun juga dalam membentuk karakter bangsa Indonesia. Karena itu, KDEI Taipei sangat mendukung keberlanjutan kegiatan PKBM di Taiwan.

Tak ingin melewatkan testimoni, penulis pun juga menghubungi Rekyan Regasari M. P. (Kepala PKBM PPI Taiwan), yang merupakan mahasiswa Ph.D. di Computer Science and Information Engineering Department, National Central University, Taiwan, untuk memberikan kesannya terkait agenda wisuda yang sarat makna dan pesan moral positif bagi para WNI di Taiwan ini.

“Kalau untuk saya, yang paling berkesan adalah kebersamaannya. Beberapa aktivitas dalam rundown acara menjadi momentum keharuan bersama, terasa sekali ikatan hati antara siswa-tutor ini sangat erat, sehingga rasanya berat untuk berpisah. Bahkan ketika diputarkan video dokumentasi ketika UNBK pun, terasa sekali betapa rasa kekeluargaan antara siswa, pengurus PKBM PPI Taiwan, dan tutor itu sangat besar. PKBM PPI Taiwan bukan sekadar sekolah, kami adalah keluarga yang saling menguatkan di perantauan, keluarga yang saling menularkan arti berjuang dan kerja keras, serta selalu bergandengan tangan untuk bersemangat melakukan apapun secara total.”

Pengalungan gordon wisudawan yang dilakukan oleh perwakilan KDEI Taipei, Fajar Nuradi © PKBM PPI Taiwan
info gambar

Inilah beberapa poin untold story dari gegap gempita momentum wisuda siswa-siswi PKBM di Taiwan. Jadi, sudah sejauh mana kita memaknai proses belajar dan aktivitas pendidikan yang kita lakukan? Apakah perjuangan kita sudah melampaui perjuangan para PMI di Taiwan? Jika belum, mari kita berintrospeksi bersama. Semoga refleksi ini bisa menjadi lecutan semangat positif bagi kita semua.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini