Dino Patti Djalal : Tentang Masa Depan Indonesia dan Diaspora

Dino Patti Djalal : Tentang Masa Depan Indonesia dan Diaspora
info gambar utama

Pada 20 Oktober 2019 lalu, Dino Patti Djalal mantan Duta Besar Republik Indonesia untuk Amerika Serikat mendatangi acara International Symposium on Youth Ideas di Yıldız Teknik Üniversitesi, Istanbul yang diselenggarakan oleh Turknesia.

Pada acara ini GNFI berhasil mengadakan wawancara mengenai masa depan Indonesia pada tahun 2045 dan bonus demografi dari perspektif pria yang telah mengabdi pada Indonesia di kancah internasional ini.

Tidak bisa dipungkiri bahwa bonus demografi merupakan salah satu keuntungan bagi Indonesia, dimana jumlah penduduk yang memiliki usia produktif jauh lebih banyak daripada penduduk yang sudah tidak di usia produktif lagi. Anak muda yang sekarang bertumbuh merupakan aset bagi bangsa yang nantinya akan menentukan arah bangsa ini.

Bagi Dino, anak muda selayaknya memiliki pemikiran yang jauh kedepannya. Ia percaya bahwa jika dulu bangsa ini juga digerakan oleh anak muda, masa depan juga negara Indonesia akan bergantung pada mereka.

“Anak muda harus berpikir one step or two steps ahead, tantangan bagi pemuda sekarang adalah apakah bisa memiliki pemikiran jangka panjang dan positif untuk bangsa dan negara”, ujarnya.

Ia juga menjelaskan bahwa generasi sekarang memiliki banyak distraction dan dituntut untuk bisa multi-tasking yang mana saat ini menjadi tantangan bagi kita untuk bisa bersaing tak hanya di lingkup dalam negara tapi juga di kancah internasional.

Dalam sesi wawancara, kami juga tak luput membicarakan tentang demokrasi yang saat ini banyak tidak terlalu dijiwai oleh anak muda.

“Yang membedakan anak muda sekarang dengan generasi saya adalah pemuda itu sudah hidup di alam demokrasi, anak muda sekarang harapan saya tidak take demokrasi for granted. Saya berharap anak muda harus menjaga dan melindungi demokrasi yang saat ini mengalami banyak tantangan”, tuturnya

Kemerdekaan kini bukan lagi menjadi satu-satunya isu yang penting dan perlu dipahami, ada hal lain yang juga jauh lebih penting yakni bagaimana suatu negara yang merdeka mampu menjadi lebih maju dari negara lain.

“Kita lihat saja Indonesia dibanding Vietnam, dulu tahun 70an Indonesia lebih maju daripada Vietnam karena lagi ada perang. Sekarang salah satu saingan kita dari segi pendidikan, investasi dan lain-lain adalah Vietnam. Pertanyaannya saat ini jika kita sampai di 100 tahun kemerdekaan Indonesia apakah kita bisa menjadi bangsa yang besar dengan tidak hanya menjadi pasar namun juga produsen yang besar”, jelasnya Dino diwaktu wawancara.

Di sela wawancara, ia juga menekankan bahwa anak muda Indonesia juga harus peduli dengan lingkungan dan sosial. Ia mencontohkan Greta Thunberg, anak berusia 16 tahun yang menjadi aktivis lingkungan di Swedia dan sering menyuarakan kepeduliannya terhadap lingkungan di berbagai tempat sebagai salah satu contoh untuk anak muda Indonesia agar mulai peka terhadap lingkungan.

Tentang Diaspora

Berbicara tentang anak muda, tak lepas juga tentang diaspora Indonesia yang kini berada di luar negeri. Sempat terjadi perdebatan apakah mereka yang selesai pendidikan di luar negeri harus pulang ke Indonesia dan membangun negeri atau tidak. Dino Patti Djalal memiliki pandangan yang menarik dalam hal ini.

Baginya para diaspora yang masih berada di luar negeri selepas masa pendidikan memiliki pilihan untuk pulang ke tanah air, namun bagi yang tidak kembali dan memilih bekerja di luar negeri, bagi Dino hal itu bukanlah masalah.

“Semakin banyak diaspora di luar negeri semakin bagus, kenapa? Karena sepanjang dia di luar dan menjadi agen Indonesia. mereka bisa menjadikan diri mereka hub untuk kepentingan Indonesia.”, tuturnya.

“Orang Indonesia yang berada di luar jangan dianggap tidak nasionalis sepanjang mereka terus memberikan kail ke Indonesia.”, tambahnya.

Bebas Korupsi dan Kemiskinan

Salah satu permasalahan terbesar di Indonesia adalah masih berlakunya budaya korupsi. Di tahun 2045 Indonesia diproyeksikan akan memiliki pertumbuhan ekonomi yang maju dan mendekati negara maju, namun terkendala masalah korupsi. Pendiri Foreign Policy Community of Indonesia ini juga menyoroti mengenai hal ini.

“Saya ingin di Indonesia bebas dari korupsi, karena sampai sekarang jarang ada generasi yang anti korupsi. Setidaknya jika tidak bebas korupsi minimal near zero lah dalam hal korupsi,” kata Dino

Baginya supremacy of law atau hukum di atas segalanya adalah kunci dari mengatasi hal ini. Kita perlu paham bahwa hukum di Indonesia masih lemah dimana hukum tidak mendapat pengaruh politik. Meski kita negara besar namun hukum masih bisa dibeli.

“Coba lihat Singapura, meski Perdana Menteri pun tidak ada yang berada di atas hukum”, tambahnya.

Disisi lain pria yang sudah menjadi Wakil Menteri Luar Negeri pada 14 Juli 2014 hingga 20 Oktober 2014 ini juga berharap kemiskinan di Indonesia dapat teratasi.

“Yang jelas harapan saya tidak ada extreme poverty dan itu akan terjadi karena kemiskinan sekarang berada dibawah 10%. Kedepan saya juga harap Indonesia juga gemuk di tengah(kelas menengah),” tutupnya.

Dalam wawancara kami dengan Dino Patti Djalal, ia selalu memiliki pandangan positif tentang Indonesia. Bahwa Indonesia nantinya akan semakin maju serta memiliki ekosistem ekonomi dan politik yang baik. Hal ini adalah sebuah pelajaran bagi kita yang seringkali pesimis akan masa depan Indonesia namun lupa bahwa yang menggerakan dan mengarahkan Indonesia ke arah yang lebih baik adalah kita sendiri, dalam artian setiap individu Indonesia memiliki tanggung jawab dan potensi untuk menjadikan Indonesia sebuah negara maju.

.

.

.

*GNFI

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini