Berbagi Tugas Bersihkan Bumi dari Sampah Plastik

Berbagi Tugas Bersihkan Bumi dari Sampah Plastik
info gambar utama

Semakin hari, kondisi bumi semakin memprihatinkan. Kondisi lingkungan yang ada membuat bumi semakin “sakit”. Banyak tumpukan sampah yang mencemari bumi baik di daratan maupun lautan. Apakah Kawan GNFI akan mewariskan tumpukan sampah tersebut untuk bumi?

Tentu saja jawabannya tidak. Oleh karena itu, perlu adanya tindakan untuk memperbaiki kondisi bumi. Selain tindakan, semangat dan rasa peduli pun perlu untuk ditanamkan agar bisa bersama dan berkolaborasi untuk aksi yang dapat berdampak besar terhadap bumi.

Seperti yang dilakukan oleh tiga komunitas ini, mereka mencoba untuk “Bergerak Bersama, Berdampak Bersama”, seperti tema yang diusung dalam Festival Relawan 2019.

Ketiga komunitas itu ialah Komunitas Peduli Ciliwung Bogor, Greenpeace Indonesia, dan Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP).

Mereka memiliki tujuan yang sama yaitu menyelamatkan bumi, baik daratan maupun lautan dari tumpukan sampah terutama sampah plastik.

Meskipun mempunyai tujuan yang sama untuk menyelamatkan bumi, ketiga komunitas tersebut memiliki perannya masing-masing.

Komunitas Peduli Ciliwung (KPC) Bogor yang berdiri sejak 15 Maret 2009 ini terbentuk dari keresahan Hapsoro dan Hari Yanto, yang saat sedang memancing, kail pancingannya selalu tersangkut sampah di Sungai Ciliwung. Itulah yang membuat mereka bergerak untuk membentuk komunitas dan membersihkan sungai Ciliwung, Bogor.

Selain itu, KPC juga melakukan penelitian di Sungai Ciliwung. Dari fakta lapangan, terbukti bahwa masyarakat yang tinggal di bantaran Sungai Ciliwung, menjadikan sungai tersebut sebagai tempat buang sampah, selain memanfaatkannya untuk keperluan sehari-hari lainnya.

Tak hanya itu, komunitas tersebut juga menemukan 87 titik sampah di sepanjang 15 kilometer dan terdapat 5.652 rumah tangga yang membuat saluran tinjanya dibuang ke sungai, bahkan ada penyerobotan lahan yang menjadi pemukiman untuk usaha-usaha kecil menghasilkan sampah.

“Kami memetakan permasalahan yang terjadi dan melakukan diskusi grup kepada masyarakat. Akhirnya program ini kami diskusikan dengan Wali Kota Bogor, Bima Arya Sugiarto, hingga muncul program naturalisasi Sungai Ciliwung. Hal ini membuat titik timbunan sampah mulai berkurang. Sampai saat ini kami masih bergerak dengan mengajak semua orang untuk melakukan aksi clean up dan patroli di sungai,” tutur Suparno Jumar, Relawan Komunitas Peduli Ciliwung-Bogor.

Mengubah kebiasaan masyarakat untuk melestarikan lingkungan itu tidak mudah, KPC selalu mengedukasi masyarakat dengan bertindak, lain halnya dengan Urban Campaign Greenpeace.

Di tahun 1971. Greenpeace berdiri dengan motivasi dan visi untuk menjadikan dunia menjadi hijau dan damai. Sekelompok aktivis berlayar dari Vancouver, Canada dengan kapal nelayan tua, Phyllis Cormack. Mereka adalah para aktivis pendiri Greenpeace yang percaya bahwa setiap orang dapat melakukan perubahan.

View this post on Instagram

Climate Strike dinobatkan menjadi kata tahun ini, karena digunakan 100 kali lebih banyak di 2019 daripada tahun sebelumnya. Jutaan orang terutama pelajar di seluruh dunia turun ke jalan untuk menuntut tindakan atas perubahan iklim, karena jelas Bumi kita tidak sedang baik-baik saja, dan pemerintahan dunia perlu membuka mata dan bergerak cepat bertindak mengatasinya. Kita berada dalam krisis iklim, dan dunia memiliki 12 tahun tersisa (11 sekarang) untuk secara dramatis mengurangi penggunaan bahan bakar fosil untuk menghindari efek iklim yang paling dahsyat dari perubahan iklim. Saatnya membuat perubahan untuk masa depan kita, jangan biarkan orang lain merusak masa depan Bumi kita! ✊️

A post shared by Greenpeace Indonesia (@greenpeaceid) on

Greenpeace tersebar lebih dari 40 negara salah satunya di Indonesia. Dengan mengampanyekan hal tentang pelestarian lingkungan, mulai dari kebakaran hutan, climate energy, energy terbarukan, laut, pelestarian terumbu karang hingga meneliti perbudakan di kapal-kapal.

Permasalahan yang sedang menjadi hal utama saat ini adalah sampah plastik. Greenpeace pun bergerak bersama beberapa komunitas untuk mengaudit dan mendata sampah plastik saja yang ada di darat maupun lautan.

“Masalah ini serius tapi penyelesaiannya tidak bisa diharapkan datang dari masyarakat saja, melainkan juga bantuan kerjasama dari pemerintah dan perusahaaan yang harusnya ikut turun tangan. Selain pemerintah yang mengeluarkan kebijakan dalam pengelolaan sampah, perusahaan juga dapat mengubah penggunaan plastik pakai dengan kantong ramah lingkungan. Hal ini nggak instan butuh waktu dan dimulai dari diri sendiri untuk melakukan zero waste,” ujar Atha Rasyadi, Urban Campaign Greenpeace.

Tidak hanya kedua komunitas tersebut, aksi menjaga lingkungan juga dilakukan oleh Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP) yang mulai bergerak pada tahun 2013 dengan petisi diet kantong plastik.

Gerakan ini juga mengadvokasi daerah-daerah untuk diajak diet kantong plastik dengan mengeluarkan kebijakan pemakaiannya.

Lalu pada 2018, pemerintah menguji coba gerakan pembayaran kantong plastik sebesar Rp200 selama 3 bulan.

Dengan gerakan tersebut, harusnya menjadi satu langkah bagi masyarakat untuk berpikir, “Apakah mau mengeluarkan uang untuk sebuah kantong plastik?”.

“Setelah diuji coba dari pemerintah, akhirnya gerakan tersebut didukung oleh Asosiasi Retail untuk tidak menggunakan kantong plastik. Kita juga berhasil mengajak satu kota yang menjadi pionir dalam pelarangan penggunaan kantong plastik, yaitu Banjarmasin,” kata Dithi Sofia, Communication & Program Manager Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik.

Melalui gerakan tersebut, tak hanya Banjarmasin, kini ada 21 kota yang ikut mengeluarkan kebijakan untuk tidak menggunakan kantong plastik.***

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Dessy Astuti lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Dessy Astuti.

Terima kasih telah membaca sampai di sini