Dunia Berbahagia Mendengar Kabar dari Ujung Jawa

Dunia Berbahagia Mendengar Kabar dari Ujung Jawa
info gambar utama

Dunia bergembira dan berbahagia. Kabar gembira itu datang dari Taman Nasional Ujung Kulon [TNUK], Banten, untuk Indonesia dan dunia. Populasi badak jawa [Rhinoceros sondaicus] bertambah. Empat induk badak telah melahirkan anak, masing-masing satu individu.

“Dari induk bernama Mantili, Srikandi, Suci, dan Tiara. Ada dua individu betina, satu jantan dan satu lagi belum diketahui jenis kelaminnya. Keseluruhan, per September 2019, jumlah satwa bercula satu ini sebanyak 72 individu,” ujar Kepala Balai Taman Nasional Ujung Kulon, Anggodo, melalui pesan tertulisnya kepada Mongabay Indonesia, Sabtu [14/12/2019].

Berdasarkan hasil monitoring, dari 72 individu itu diketahui 38 individu jantan, 33 individu betina, dan 1 individu belum teridentifikasi. Diketahui pula, dari jumlah tersebut terdapat 15 individu anak dan 57 individu remaja-dewasa.

Jumlah ini merupakan angka tertinggi yang tercatat sejak 1967, 1980, 1983, dan 2007 yang berjumlah 64 individu. Menurut Anggodo, hal ini membuktikan bahwa kondisi habitatnya masih bagus. “Sejak 2012, selalu terekam kelahiran anak badak jawa di Taman Nasional Ujung Kulon,” terangnya.

Badak jawa yang berada di Sungai Cigenter, Taman Nasional Ujung Kulon. Foto: Stephen Belcher/Dok. Balai Taman Nasional Ujung Kulon
info gambar

Anggodo menjelaskan, tim identifikasi Balai Taman Nasional Ujung Kulon yang dipimpin Yayus dan Aphuy menemukan anakan badak tersebut melalui kamera jebak. Masing-masing berusia antara 1 bulan, 1-2 bulan, 3-5 bulan, dan 10-12 bulan.

Mereka dari tim Rhino Protecting Unit, Rino Monitoring dan Rhino Health Unit memang tak dapat menjumpai langsung karena memang sulit melacak jejak badak. “Mereka melihat dari kamera dan video,” ujarnya.

Kondisi badak jawa keseluruhan, kata Anggodo, hingga saat ini aman. Namun, pantauan kemungkinan adanya potensi penularan penyakit, gangguan ternak, perburuan, dan perkawinan dalam satu garis keturunan yang menyebabkan kecacatan, terus dilakukan.

“Kewaspadaan juga diberlakukan terhadap potensi ancaman bencana alam di wilayah Ujung Kulon. Untuk pantauan badak, kami melibatkan masyarakat, mitra kerja dan pihak perguruan tinggi,” jelasnya.

Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati [KKH] Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan [KLHK], Indra Exploitasia, melalui pesan tertulisnya kepada Mongabaymenuturkan, Taman Nasional Ujung Kulon merupakan wilayah aman dari ancaman perburuan, sehingga badak jawa dapat berkembang biak.

“Anak badak yang lahir ini dari induk berbeda. Program untuk mempertahankan habitat seperti membersihkan tanaman invasif yang mengganggu tumbuhan pakan badak terus dilakukan,” terangnya.

Hanya di Ujung Kulon

Hayani Suprahman, Koordinator JRSCA Ujung Kulon Yayasan Badak Indonesia, menyatakan kegembiraannya dengan bertambahnya populasi badak jawa. “Ini menunjukkan, meskipun ada beberapa tantangan yang dihadapi, namun dengan kerja sama pengamanan Balai TNUK dengan mitra kerja, kondisi yang memungkinan adanya kelahiran dapat diwujudkan. Dengan kata lain, situasi kawasan sejauh ini cukup aman dan nyaman untuk terjadinya reproduksi badak jawa,” terangnya, Senin [16/12/2019].

Tantangan terhadap kehidupan badak yang dimaksud Hayani adalah perambahan, aktivitas ilegal, atau kemungkinan transmisi penyakit [zoonosis] dari kerbau domestik yang berada di kawasan Taman Nasional Ujung Kulon secara liar. “Terpenting juga, kewaspadaan potensi bencana alam berupa letusan Gunung Krakatau,” jelasnya.

Hayani menuturkan, tsunami yang terjadi 22 Desember 2018 lalu, akibat longsornya lereng Gunung Anak Krakatau seluas 64 hektar, harus tetap menjadi perhatian kita terhadap keselamatan badak jawa. Harus ada respon positif.

Foto dua individu badak jawa yang berkubang di Taman Nasional Ujung Kulon. Foto: Hoogerwerf, A. – Dipublikasikan tahun 1970/Rhino Resource Center
info gambar

“Semenanjung Ujung Kulon merupakan ujung baratnya Pulau Jawa. Posisinya di Selat Sunda, berdekatan Gunung Anak Krakatau, sesar Indo-Australia, Sesar Semangka, dan Sesar Selat Sunda. Untuk itu, wilayah yang aman dari ancaman tsunami dan erupsi Krakatau, harus kita upayakan, demi lestarinya badak jawa,” ujarnya.

International Rhino Foundation [IRF], melalui situs resminya menyambut baik bertambahnya jumlah badak jawa di Ujung Kulon. Sepuluh tahun lalu, badak jawa di TNUK diperkirakan kurang dari 50 individu. Dengan upaya konservasi, populasi badak meningkat bertahap yang ditandai dengan kelahiran sejak 2012. “Ini menunjukkan komitmen Pemerintah Indonesia dan pejabat taman nasional melindungi populasi badak jawa sekaligus habitatnya,” jelas IRF.

Badak jawa merupakan mamalia berpostur tegap. Tingginya, hingga bahu, sekitar 128-175 sentimeter dengan bobot tubuh 1.600-2.280 kilogram. Meski penglihatannya tidak awas, akan tetapi pendengaran dan penciumannya super tajam yang mampu menangkap sinyal bahaya yang menghampiri kehidupannya. Satu cula berukuran 25 sentimeter berwarna abu-abu gelap atau hitam merupakan ciri khas utama jenis ini.

Berdasarkan catatan sejarah, dahulunya badak jawa tersebar luas. Mulai dari India, Myanmar, Thailand, Kamboja, Laos, Vietnam, Semenanjung Malaysia, Jawa, dan Sumatera. Badak jawa yang berada di Vietnam, punah pada 2011.

Badak jawa dilindungi Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 106 Tahun 2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Dilindungi. Berdasarkan IUCN Red List statusnya Kritis [Critically Endangered] atau satu langkah menuju kepunahan di alam liar. Populasinya hanya ada di Taman Nasional Ujung Kulon, tepatnya di Semenanjung Ujung Kulon.

==

Artikel ini direpublish atas kerjasama Mongabay Indonesia dengan GNFI.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Akhyari Hananto lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Akhyari Hananto.

Terima kasih telah membaca sampai di sini