Kereta Prameks, Penyambung Hidup Warga Yogya-Solo

Kereta Prameks, Penyambung Hidup Warga Yogya-Solo
info gambar utama

Transportasi umum seperti kereta sudah menjadi andalan orang Indonesia—khususnya pulau Jawa—sejak zaman kolonial Belanda. Pada akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20, pembangunan kereta begitu masif dan kebanyakan jalur-jalur relnya masih dipakai pascamerdeka bahkan hingga abad ke-21 ini.

Terdapat beberapa kategori layanan operasional kereta di Indonesia sampai saat ini, yakni kereta jarak jauh, kereta lokalan, dan kereta komuter. Kereta jarak jauh biasanya menghubungkan kota-kota atau stasiun-stasiun besar, kereta lokalan beroperasi di daerah tertentu dan berhenti di semua stasiun termasuk stasiun kecil, sementara kereta komuter didefinisikan sebagai kereta yang menghubungkan daerah pusat bisnis perkotaan dengan kawasan-kawasan pinggiran kota.

Kereta komuter—bisa dilihat dari namanya—menjadi andalan bagi aktivitas dari para komuter. Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) daring, komuter berarti seseorang yang bepergian ke suatu kota untuk bekerja dan pulang kembali ke kota tempat tinggalnya setiap harinya.

Jejaring kereta komuter yang terbesar di Indonesia berada di Jakarta, yang menghubungkan kota sekitarnya yaitu Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). Sejak 1930, kereta komuter Jabodetabek beroperasi menggunakan tenaga listrik. Sampai tahun 2017, kereta komuter telah membuka layanan hingga Rangkasbitung dan Cikarang dengan keseluruhan panjang lintasan sampai 418 kilometer.

Selain di Jabodetabek, layanan kereta komuter juga tersedia di kota besar Jawa Tengah, yakni Yogyakarta dan Solo (Surakarta). Namun tidak seperti kereta komuter Jabodetabek yang sudah memakai tenaga listrik sejak dulu, kereta yang biasa dikenal dengan sebutan Prambanan Ekspres (Prameks) itu masih memakai tenaga diesel. Sebelum dikenal dengan nama Prameks, kereta tersebut dinamai Kereta Diesel (KRD) Kuda Putih pada awal kemunculannya.

KRD Kuda Putih, Cikal Bakal Kereta Prameks

Menurut Omar Mohtar yang pernah melakukan penelitian skripsi tentang sejarah kereta jalur ini dengan judul Peranan Kereta Rel Diesel Kuda Putih bagi Kehidupan Sosial-Ekonomi Masyarakat Yogyakarta-Surakata 1963-1980, Kereta Kuda Putih mulai hadir di jalur Yogya-Solo pada 1963. Kereta Kuda Putih saat itu berpredikat kereta diesel pertama di Indonesia.

''Pada tahun 1963, Perusahaan Nasional Kereta Api (PNKA, sebelumnya bernama Djawatan Kereta Api) mendatangkan kereta penumpang untuk dioperasikan di jalur Solo-Yogyakarta,'' tutur Omar Mohtar ketika dihubungi GNFI pada Kamis (14/5). ''Kereta rel diesel berkode MCDW 300 yang kemudian dikenal dengan nama Kuda Putih itu dibuat di pabrik Glossing und Schlorer GmbH, Jerman. Kereta ini kerap menjadi pilihan utama masyarakat untuk menuju Yogyakarta atau pun Solo.’’

KRD Kuda Putih memiliki panjang sekitar 18.600 milimeter, berat 32 ton, dan daya mesin 215 horse power, sehingga dapat memacu tenaganya hingga 90 km/jam. Bodinya berbahan stainless steel, menggunakan transmisi hidrolik voith diwabus U+S dan mesin GM 87V1.

Kereta Rel Diesel seri MCDW 300 saat masih di pabrikan Ferrostaal, Jerman, pada 1964. Bisa dilihat, terdapat logo Perusahaan Negara Kereta Api di bagian muka keretanya.
info gambar

KRD Kuda Putih merupakan transportasi terjangkau bagi masyarakat kedua kota. Pada awal 1970, tarif sekali naiknya Rp80, lebih murah ketimbang bus yang memasang tarif Rp100 untuk sekali jalan.

Selain bus, juga terdapat layanan travel menggunakan mobil Colt. Travel tersebut bernama Trisula dan cukup dikenal warga Yogyakarta dan Solo.

"Selain bus juga ada travel yang namanya Trisula. Travel Trisula ini mempunyai satu kelebihan yaitu bersedia mengantarkan sampai jarak terdekat dengan rumah atau tujuan yang diinginkan penumpang," ucap Omar yang kini bekerja sebagai pengolah data cagar budaya di Direktorat Perlindungan Kebudayaan Kemendikbud. "Akan tetapi karena ada pelayanan tersebut harganya menjadi mahal daripada bus atau KRD Kuda Putih."

Sesuai dengan namanya, terdapat logo kuda putih di atas kepala Kereta Diesel (KRD) Kuda Putih.
info gambar

Berhubung KRD Kuda Putih adalah transportasi berbasis rel, perjalanan jadi lebih cepat tanpa kendala macet. Selain itu, tarifnya yang murah otomatis membuatnya menjadi primadona para komuter dua kota tersebut. Hal ini sangat penting karena mayoritas penumpang komuter datang dari kalangan mahasiswa dan pedagang menengah ke bawah.

Sebenarnya juga ada layanan kereta api (KA) Pandanaran, kereta yang ditarik lokomotif, yang daerah operasionalnya meliputi Semarang-Solo-Yogyakarta. Hanya saja KA Pandanaran tidak terlalu digemari para komuter karena tarifnya yang mahal dan waktu tempuhnya yang lama.

"Namun, keberadaan KA Pandanaran ini penting bagi masyarakat yang ingin menuju Solo atau Yogyakarta tetapi tertinggal atau tidak kebagian tiket KRD Kuda Putih," sergah Omar.

Jadi Penggerak Roda Ekonomi Warga

Berdasarkan laporan surat kabar Kedaulatan Rakyat tahun 1974, KRD Kuda Putih mondar-mandir lima kali dalam sehari. Semakin seringnya perjalanan pulang-pergi tentu semakin pula stasiun-stasiun yang disinggahi menjadi sibuk dengan calon dan bekas penumpang kereta. Kesibukan itu kemudian merembet ke perekonomian warga kota.

Pada dekade 1970-an misalnya, di wilayah Yogyakarta dan Solo jarang ditemu tempat makan yang khusus dibangun di dalam atau di sekitar area stasiun seperti saat ini. Keberadaan pedagang kecil pun berperan di sini dengan menjajakan barang dagangannya pada penumpang yang hendak naik atau telah turun dari kereta.

Meningkatnya kunjungan ke stasiun dan semakin intensnya perjalanan kereta komuter KRD Kuda Putih membuat para pedagang kecil dan pengusaha melihat itu sebagai kesempatan untuk dijadikan lahan bisnis. Untuk pedagang kecil, mereka biasanya akan membuka warung makan atau angkringan, sementara untuk pengusaha mereka akan membuka hotel. Contohnya bisa dilihat saat ini di Stasiun Yogyakarta, beberapa angkringan dan hotel bertebaran di dekat area stasiun.

Angkringan Hik Lik Man di dekat Stasiun Yogyakarta.
info gambar

Tak hanya mereka yang membuka usaha di sekitaran stasiun, tetapi pedagang atau pengusaha yang membuka usaha di luar area stasiun juga kecipratan rezeki. KRD Kuda Putih selain menjadi alat angkut orang juga bisa menjadi bagasi untuk mengangkut dagangan. Berhubung kedua kota dikenal dengan produk tekstilnya, distribusi barang dagangan dari satu pasar ke pasar kota lainnya pun jadi lancar karena KRD Kuda Putih. Dari situ pula para pedagang tidak perlu lagi menginap yang memakan pengeluaran menjadi besar.

KRD Kuda Putih Mati, Prameks Jadi Pengganti

Meningkatnya penumpang sayangnya tidak dibarengi dengan revitalisasi, KRD Kuda Putih pun menjadi sering rusak. ''KRD Kuda Putih dulu sering mogok, tetapi itu pada akhir-akhir tahun 80-an,'' ucap Omar.

Ya, karena mesin yang tidak lagi prima dan susahnya mendapatkan suku cadang mengakibatkan perjalanan kereta kurang maksimal. Bahkan KRD Kuda Putih mesti ditarik dengan lokomotif BB200 karena tidak dapat berjalan dengan mesin sendiri. Pada 1980-an, KRD Kuda Putih pun dihentikan pengoperasiannya bersamaan dengan lokomotif BB200.

Perlu membutuhkan belasan tahun menunggu jaringan kereta komuter kota Yogya-Solo hadir lagi. Pada 20 Mei 1994, Kereta Prambanan Ekspres pun dihadirkan sebagai pewaris jalur KRD Kuda Putih.

Saat itu kereta Prameks masih berupa kereta empat rangkaian kelas bisnis yang ditarik lokomotif diesel dengan harga tiket Rp2.000. Rangkaian kereta Prameks juga pernah menambahkan satu set kereta kelas eksekutif di dalam rangkaiannya dengan tarif Rp5.000, tetapi itu hanya sebentar.

Pemandangan penumpang Kereta Prameks tiba di Stasiun Kutoarjo pada pertengahan tahun 2019. Sumber: Shutterstock/Harian Rahayu
info gambar

Pada 1998, PT KA (sebelumnya PNKA dan PJKA) mengganti rangkaian kereta yang ditarik oleh lokomotif menjadi tiga set rangkaian KRD. KRD yang digunakan adalah seri MCW 302, yang juga baru mengalami repowering dari PT Inka. Selain mengganti rangkaian, pihak operator juga mengubah jadwal keberangkatan menjadi lima kali pulang-pergi dalam sehari sesuai keinginan pelanggan.

Sayangnya, karena rangkaiannya sudah uzur, KA Prameks sering rusak dan mengalami keterlambatan. Akhirnya pada 2000-an, kereta rel diesel elektrik (KRDE) menjadi penggantinya. KRDE ini merupakan modifikasi dari KRL buatan BN-Holec Belgien-Nederlands-Bombardier, Holland Electric Ridderkerk, dan PT Inka (Belgia/Belanda/Indonesia), yang dimodifikasi oleh PT Inka dengan mengganti mesin listrik menjadi mesin diesel.

Sejak 2007, Prameks telah melayani penumpang sampai Stasiun Kutoarjo yang terletak di sebelah barat kota Yogyakarta. Pada awal tahun 2019, Manajer Humas PT KAI Daop 6 Yogyakarta, Eko Budiyanto, menuturkan Kereta Prameks setiap tahunnya mengalami peningkatan penumpang.

Jadwal kereta Prameks per 1 Desember 2019.
info gambar

"Untuk total penumpang KA Prameks pada tahun 2018 lalu tercatat mencapai 3.940.671 penumpang," jelas Eko dikutip dari laman BUMN. Angka tersebut tercatat meningkat sekitar 8 persen dibandingkan tahun 2017 yang tercatat sejumlah 3.650.144 penumpang. Di luar jumlah keseluruhan, rata-rata per harinya penumpang Prameks bisa mencapai 10.974 orang dihitung dari sepuluh stasiun yang disinggahi.

Elektrifikasi Jalur Yogya-Solo

Demi meningkatkan pelayanan, Kereta Prameks akan diubah menjadi kereta listrik. Rencana ini sudah dibicarakan pada 2006 sampai 2009, tetapi baru pada 2019 diseriusi pemerintah Republik Indonesia.

Pada 3 Februari 2020, tiang beton pertama yang akan digunakan untuk penyangga kawat Listrik Aliran Atas (LAA) mulai ditancapkan di Stasiun Klaten (letaknya berada di antara Yogya dan Solo). Setelah itu, pengerjaan proyek elektrifikasi terus dikebut sampai bulan Maret-April.

Pandemi virus corona atau COVID-19 tidak membuat seret proses elektrifikasi jalur kereta Yogya-Solo. Justru pada masa pandemi virus corona inilah proyek bisa dikebut karena penghentian operasional kereta api jarak jauh dilakukan PT KAI. Adanya penghentian operasional kereta api jarak jauh itu sendiri merupakan upaya PT KAI mencegah penyebaran virus.

Dikutip GNFI dari Redigest, per 28 April, tiang LAA sudah berdiri di antara Yogyakarta-Purwosari. Penyelesaian proyek ini termasuk di antaranya kegiatan switch on gardu traksi diperkirakan akan dilakukan secepat-cepatnya pada bulan Desember 2020. Nantinya, pengoperasian KRL akan dilakukan oleh PT Commuter Indonesia (KCI) yang turut mengoperasikan kereta komuter Jabodetabek.

--

Baca Juga:

Referensi: Kompas.com | Redigest.web.id | Bumn.go.id | Prameks.com | Jogja.Tribunnews.com | Eddie Haryoto, "Transportasi Pro Rakyat"

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini