Sejarah Hari Ini (8 Juli 1945) - Sekolah Tinggi Islam Berdiri di Jakarta

Sejarah Hari Ini (8 Juli 1945) - Sekolah Tinggi Islam Berdiri di Jakarta
info gambar utama

Sekolah Tinggi Islam (STI) berdiri di Jakarta pada 8 Juli 1945.

Mengacu beberapa sumber, pendirian STI merupakan realisasi janji Jepang yang mengizinkan pendirian sebuah universitas Islam untuk menarik dukungan kalangan muslim.

Sementara di sumber lain menyebutkan STI diupayakan sebagai tempat pembelajaran alternatif bagi mahasiswa yang dikeluarkan karena menentang pemerintahan tentara Jepang.

STI memiliki konsep pendidikan Islam yang mengacu pola pendidikan Al-Azhar, Mesir.

Saat itu Abdul Kahar Muzakkir dipilih menjadi pemipin atau rektor dari STI.

Pada masa kemerdekaan Indonesia, mahasiswa STI turut aktif dalam menyuarakan semboyan revolusi.

Ketua Umum Persatuan Pelajar STI, Subianto Joyohadikusumo, menjadi corong komando mahasiswa STI dalam menggambar slogan-slogan revolusi seperti di trem, kereta api, bus, dinding-dinding gedung, dan berbagai tempat strategis lainnya di kota Jakarta.

Ketika perang revolusi pecah, STI dipindahkan ke Yogyakarata pada 10 April 1946.

Gagasan perubahan/penggantian STI menjadi Universitas Islam Indonesia (UII) kemudian timbul pada bulan November 1947 melalui pembentukan sebuah komite yang dipimpin oleh KHR. Fatchurrahman Kafrawi dan KH. Faried Maroef.

Beberapa hal yang mendorong perubahan STI menjadi UII adalah:

  • UII adalah suatu Badan Wakaf yang dipimpin oleh suatu badan yang disebut Dewan Pengurus
  • UII berkedudukan di Yogyakarta
  • UII mempunyai empat fakultas yaitu: Fakultas Agama, Fakultas Ekonomi, Fakultas Hukum, dan Fakultas Pendidikan
  • Dewan Pengurus menyiapkan Peraturan Umum dan Peraturan Rumah Tangga untuk UII
  • Dewan Pengurus menyusun rencana pelajaran (kurikulum), lamanya program, jenjang jenjang dan pemberian gelar
  • Dewan Pengurus memilih dan mengangkat guru besar-guru besar untuk tiap fakultas

Pada 1948, STI akhirnya berubah menjadi UII.

Menurut dewan pengurus Farid Maroef, UII merupakan kelanjutan dari STI yang didirikan beberapa pemipin Islam salah satunya Mohammad Hatta.

Artikel surat kabar berbahasa Belanda tentang pembentukan UII. hanya empat fakultas, yaitu teologi, hukum, ekonomi dan pedagogi, dengan 170 siswa dan 30 guru
info gambar

Pada 22 Januari 1950, para ulama di Solo juga mendirikan Sekolah Tinggi Islam.

Berdasarkan kesepakatan, maka pada 22 Februari 1952, STI digabungkan ke dalam UII

Kala itu jurusan yang dibuka yakni Ushuluddin, Qadha, Tarbiyah, dan Adab.

Saat ini UII termasuk Perguruan Tinggi Swasta (PTS) nasional tertua dan terbaik di Indonesia.

Lokasi kampusnya tersebar di beberapa wilayah Yogyakarta, seperti Kampus Terpadu terletak di Jalan Kaliurang KM 14,5 Kabupaten Sleman, dekat daerah wisata Kaliurang dan berjarak 20 KM dari puncak Gunung Merapi, Kampus Fakultas Ekonomi terletak di Jalan Ringroad Utara, Condongcatur, Kabupaten Sleman, Kampus Fakultas Hukum di Jalan Tamansiswa, Kota Yogyakarta dan Kampus lainnya di Jalan Cik Dik Tiro, Kota Yogyakarta dan Demangan Baru, Kabupaten Sleman.

Penampakan Universitas Islam Indonesia dari atas.
info gambar

Dalam pemeringkatan 4 International College and Universities (4ICU) maupun Webometrics pada Januari 2012 menempatkan UII sebagai PTS peringkat pertama di Kopertis Wilayah V dan peringkat ke-2 PTS secara nasional.

Selain itu, pada tahun 2009 UII terpilih sebagai perguruan tinggi dengan nilai penjaminan mutu internal terbaik di Indonesia versi Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti).

Pada tahun 2013, berdasarkan SK BAN-PT No. 065/SK/BAN-PT/AK-IV/PT/II/2013 UII berhasil meraih akreditasi institusi dengan nilai 'A', tertinggi di antara PTS seluruh Indonesia.

Referensi: Almujtaba.com | UII.ac.id | De Heerenveensche Koerier | Dr. Munawar Ahmad, "Ijtihad Politik Gus Dur: Analisis Wacana Kritis" | Anwar Harjono & Lukman Hakiem, "Di Sekitar Lahirnya Republik: Bakti Sekolah Tinggi Islam dan Balai Muslimin Indonesia Kepada Bangsa"

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini