Kerupuk Melarat Cirebon, Camilan Unik yang Digoreng Tanpa Minyak

Kerupuk Melarat Cirebon, Camilan Unik yang Digoreng Tanpa Minyak
info gambar utama

Kerupuk, Kawan GNFI pasti tahulah makanan berbunyi "kriuk-kriuk" satu ini saat kita gigit. Terkadang menjadi camilan, atau lebih seringnya lagi kerupuk dijadikan teman lauk ketika makan, atau kalau lagi kepepet banget karena tipisnya dompet, kerupuk bisa jadi lauk makan bersama nasi.

Harga kerupuk biasanya murah meriah, dapat ditemui di warung makan kelas kecil hingga besar. Kita bisa membelinya baik dalam bentuk yang sudah setengah matang atau siap santap.

Kuliner sederhana satu ini identik dengan Indonesia, sudah mendunia. Menurut sejarawan kuliner Fadly Rahman, terdapat prasasti Batu Pura yang menyebutkan kerupuk sudah ada di Pulau Jawa pada abad ke-9 atau 10. Di situ tertulis kerupuk rambak, kerupuk dari kulit sapi atau kerbau yang bahkan sampai sekarang masih ada dan biasanya jadi bahan utama kuliner krecek.

Kerupuk kulit.
info gambar

''Kerupuk kulit dengan bahannya kulit ternak dibuat dengan cara sesudah lapisan selaput dibuang dan bulunya dihilangkan biasanya dengan jalan dibakar, kulit digodog hingga empuk kemudian diiris-iris dan dijemur hingga kering,'' tulis AG Pringgodigdo dalam Ensiklopedi Umum.

Melintasi zaman, kerupuk menjadi salah satu panganan primadona di Nusantara (Indonesia) pada masa kolonialisme Belanda. Melekatnya hidangan ala pribumi ini dirasakan betul oleh orang-orang Belanda yang hidup pada masa tersebut.

Contohnya seniman Belanda kelahiran Surabaya, Wieteke van Dort. Dalam lagu Geef Mij Maar Nasi Goreng, pemilik nama panggung Tante Lien ini menyebut kerupuk berulang kali pada bagian reff lagu tersebut.

''Wat sambal en wat kroepoek en een goed glas bier erbij (Dengan sambal dan kerupuk dan segelas bir),'' begitulah cara bernostalgia Van Dort mengenai kuliner Indonesia yang salah satunya adalah kerupuk.

Ada banyak ragam kerupuk di Indonesia. Lain daerah, lain pula bahan dan cara pengolahannya. Ada yang sekadar digoreng di wajan besar dengan minyak, ada juga yang dipanaskan di atas arang. Dari banyaknya ragam kerupuk, ada salah satu yang unik dan menjadi camilan khas daerah Pantai Utara (Pantura) Jawa, yakni kerupuk melarat.

Mengapa disebut melarat? Apakah karena penjualnya dari golongan tidak berada? Lalu apa yang unik dari kerupuk satu ini? Namanya saja atau ada yang lain? Berikut penelusurannya.

Khas Pantura, Khususnya Cirebon

Namanya mungkin membuat kita bikin mengerutkan dahi, kerupuk melarat, tetapi juga biasa disebut kerupuk miskin atau ndeso. Terbuat dari tepung tapioka, kerupuk melarat memiliki warna yang mencolok, biasanya berwarna merah, kuning, hijau, dan ada juga putih polos serta ukuran kerupuknya agak besar kotak persegi panjang.

Biasanya kerupuk ini menjadi buah tangan ketika melintasi jalur Pantura, khususnya kota Cirebon (Jawa Barat). Di kota yang berbatasan dengan Brebes (Jawa Tengah) ini, kerupuk melarat menjadi oleh-oleh khas yang biasa ditemui di toko-toko pinggiran jalan raya atau tempat wisata.

Pedagang kerupuk melarat di Cirebon.
info gambar

Harganya beragam, tergantung kemasannya. Kemasan kecil biasanya dibanderol Rp 10 ribu dan yang besar Rp 30 ribu.

Kondisi Ekonomi Pribumi Pengaruhi Nama

Awalnya namanya bukan kerupuk melarat, melainkan kerupuk mares. Nama mares adalah singkatan dari lemah (tanah) dan ngeres (berpasir).

Dari namanya itu bisa ketahuan cara mengolahnya, yakni digoreng dengan media pasir bukan minyak sebagaimana kerupuk pada umumnya. Nama kerupuk miskin atau melarat pun keluar dari orang kota untuk mengejek pengolahan kerupuk tersebut.

Pengamat sejarah dan budaya Cirebon, Nurdin M. Noor, mengatakan, penciptaan kerupuk melarat pada awalnya berkaitan dengan depresi ekonomi yang melanda dunia pada 1920-an. Belanda yang menduduki Indonesia juga ikut terkena imbasnya. Begitu pula dengan Indonesia yang berimbas ke daerah seperti Cirebon.

Sebelum digoreng, kerupuk melarat melalui proses jemur di terik matahari terlebih dahulu.
info gambar

"Kerupuk melarat digoreng pakai pasir. Saat itu kerupuk melarat dianggap sebagai camilan yang terbuang," ujar pengamat sejarah dan budaya Cirebon, Nurdin M. Noor dikutip GNFI dari Liputan6. "Nama kerupuk mares berubah menjadi kerupuk melarat sekitar tahun 1980-an," katanya.

Di kondisi krisis serta serba keterbatasan justru mendorong warga lebih kreatif. Masyarakat pribumi kelas bawah yang berupaya mencari alternatif pengganti minyak akhirnya beralih ke pasir ketika memasak kerupuk. Bukan pasir sembarangan tentunya, yang digunakan ialah pasir sungai, pasir pantai atau pasir pegunungan. Hasilnya tak dinyana, kerupuk yang digoreng dengan pasir justru enak.

Sebelum disediakan untuk menggoreng, pasir diayak terlebih dahulu. Setelah selesai, kemudian pasir dijemur untuk menghasilkan pasir yang bersih dan kering. Setelah itu, barulah pasir layak digunakan sebagai pengganti minyak.

Kerupuk melarat sedang digoreng dengan pasir.
info gambar

Sebenarnya tidak hanya kerupuk melarat yang berhasil diciptakan dalam masa-masa susah itu. Warga Pantura juga membuat beberapa camilan khas Cirebon lainnya, seperti tike, umbi, lantak, dan emping.

"Kerupuk melarat biasanya dipadukan dengan sambal khas Cirebon, seperti sambal asam, sambal dage atau oncom," ujar Nurdin.

Kerupuk Melarat dalam sebuah piring.
info gambar

Saat ini, kerupuk yang identik dengan masyarakat miskin tersebut semakin digandrungi semua kalangan. Terlebih masyarakat di luar Cirebon.

"Salah satu penyebab macet juga banyak pemudik yang berhenti di sepanjang Jalan Tengah Tani untuk beli kerupuk melarat karena itu salah satu sentra home industry," kata Nurdin.

Camilan Rendah Kolesterol dengan Omzet Jutaan

Apa kelebihan kerupuk melarat dibandingkan dengan kerupuk lainnya? Kelebihannya adalah rendah kolesterol dan lebih hemat dalam menekan biaya produksi. Bahkan, risiko untuk melempem dapat ditekan karena dapat didaur ulang. Varian rasanya juga bernacam-macam, meskipun ciri khas rasanya ialah asin dan gurih.

Namanya kerupuk melarat, tetapi si pengusahanya tidaklah seperti nama barang dagangannya. Karena sudah dikenal masyarakat kerupuk melarat laris di pasaran terlebih saat musim mudik Lebaran.

Karena populer, kerupuk melarat bisa ditemuik di seluruh kota di Pulau Jawa, salah satunya di Kediri.
info gambar

"Ya kerupuk-kerupuk ini (melarat dan rambak) paling diburu. Total omzetnya dari semua oleh-oleh sehari bisa Rp 1,5 juta sampai Rp 2 juta. Kalau ditotal selama liburan bisa Rp 10 jutaan," ujar pemilik toko oleh-oleh khas Cirebon, H Bahrudin, pada 2019 dilansir GNFI dari Detik.

Baca Juga:

Referensi: Detik.com | Wartaekonomi.co.id | Liputan6.com | Historia.id | AG Pringgodigdo, "Ensiklopedi Umum"

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini