Babak Baru Air Asia di Bisnis 'Ojek Online', Pertarungan Pasar Asia Tenggara Makin Ketat

Babak Baru Air Asia di Bisnis 'Ojek Online', Pertarungan Pasar Asia Tenggara Makin Ketat
info gambar utama

Air Asia mengumumkan akan meluncurkan layanan jasa tumpangan atau ride-hailing di negeri Jiran. Pengumuman ini disampaikan oleh CEO maskapai penerbangan ini, Tony Fernandez. Ia mengaku telah banyak belajar dengan perusahaan jasa tumpangan, Grab, selama 8 tahun. Karena itulah, baginya sudah waktunya untuk menerapkan dalam sebuah bisnis.

"Model ride-hailing telah dibuat. Semua orang di Malaysia tahu cara menggunakannya, " katanya, dikutip dari Deal Street Asia, Selasa (6/4/2021).

Tony juga menyampaikan rencana itu merupakan bagian program besar perusahaan untuk menjadi super app. Sebelumnya, Air Asia telah meluncurkan layanan pengiriman makanan di Malaysia dan Singapura, serta telah melakukan uji coba untuk layanan pengiriman--menggunakan drone--di Malaysia.

Ia percaya perusahaan akan mendapat keuntungan besar dengan menggabungkan bisnis penerbangan dengan ride-hailing. Selain itu, Fernandes ingin pengguna membuka aplikasi Air Asia setiap hari karena banyak layanan yang bisa digunakan.

"Mengapa kita ingin berada di dunia ride-hailing? Penting untuk mengetahui kecepatannya. Ini semua tentang konversi. Bolehkah saya mengubah seseorang dari ride hailing menjadi membeli makanan?" katanya.

"Dorongan utama dari transformasi digital ini adalah logistik. Itulah yang sebenarnya saya incar. Dan tidak ada aplikasi super yang dapat melakukan apa yang kami lakukan, karena kami memiliki 245 pesawat," tambahnya.

Selain meluncurkan layanan jasa, Air Asia juga mulai mengintregasikan e-wallet ke dalam aplikasinya. Tony menyakinkan Air Asia akan menjadi aplikasi super app mengingat perusahaan ini telah lama berbisnis di dunia digital.

"Kami perusahaan pertama di Malaysia, saya berani bilang, menggunakan internet untuk menjual produk kami. Orang lupa kami adalah perusahaan digital jauh sebelum Grab, Shopee, Fave, dan Gojek. Kami punya DNA itu di sistem kami," kata Fernandes.

Gojek dan Grab penguasa Asia Tenggara meski waspada

gojek dan grab
info gambar

Keinginan Air Asia untuk menguasai pasar Asia Tenggara, harus melalui jalur terjal. Hal ini mengingat kompetitornya yang sudah terlebih dahulu terjun ke bisnis ini. Grab, pesaing terdekatnya di Malaysia telah ada sejak Juni 2012. Dari sana mereka malah berekspansi ke Filipina, Singapura, Thailand, Indonesia, dan Vietnam, alih-alih ke kota-kota Malaysia.

Sejak 2014, markas besarnya pun dipindah ke Singapura, negara/kota yang memang jadi tempat parkir uang global di Asia Pasifik. Ekspansi ini dilakukan dalam waktu dua tahun.

Sementara itu, Gojek yang didirikan pada 2010 dengan layanan pertama yaitu pemesanan ojek melalui call center, yang kemudian pada 2015 meluncurkan aplikasi dengan 3 layanan, yaitu GoRide, GOSend, dan Gomart yang saat ini telah hadir di 5 negara di Asia Tenggara.

Meski demikian, Gojek masih mengklaim jika 90 persen dari pendapatannya masih berasal dari Indonesia, dan tentu membutuhkan waktu delapan tahun untuk 'berani' lakukan ekspansi ke pasar Asia Tenggara.

Saling sikut antar Super App

Pertarungan dua 'raksasa' layanan jasa tumpangan ini semakin ketat dengan mundurnya Uber dari pasar Asia Tenggara pada 2018. Grab yang mengakusisi aset Uber kelimpahan untung. Laporan Frost & Sullivan pada Mei 2018 menyebut, Grab mendominasi 90 persen pangsa pasar transportasi online di Asia Tenggara. Maka, di kawasan regional, Grab masih digdaya dan mengungguli Gojek.

Sementara, Momentum Work telah merilis hasil riset 'pertarungan' penyedia layanan pesan antar makanan di Asia Tenggara. Hasil riset ini menyebut total gross merchandise value (GMV) yang didapat dari seluruh pemain mencapai 11,9 miliar dolar AS.

Bila dibedah, Grab menjadi pemain yang paling banyak meraih GMV dibanding lainnya. Momentum Works mencatat, bahwa Grab bisa memperoleh GMV sebesar 5,9 miliar dolar AS. Gojek sendiri berada di urutan ketiga dengan pendapatan 2,0 miliar dolar AS.

Lain halnya jika dikerucutkan dengan pasar Indonesia, keuntungan keduanya masih cukup ketat. Walau Grab masih lebih unggul dengan meraih 53 persen pasar sementara Gojek dengan 47 persen.

Gojek unggul dalam eWallet. Strategi akusisi dilakukan Grab?

layanan gopay
info gambar

GoPay layanan eWallet dari Gojek mulai efektif beroperasi sejak 29 September 2014. Walau memulai debut dari layanan ride hailing, nyatanya belakangan Gojek justru terlihat lebih banyak mencurahkan perhatian pada pengembangan fintech.

Bahkan tersiar kabar, masuknya PayPal, Facebook, Google, dan Tencent, sebagai investor yang dimumukan secara resmi pada 3 Juni 2020.

Hingga akhir tahun lalu terdapat lebih dari 420.000 mitra usaha GoPay di dalam negeri dengan nilai transaksi mencapai 6,3 miliar dolar AS. Bersama dengan GoFood, GoPay menjadi kontributor utama bagi pendapatan Gojek.

Sementara pesaingnya, Grab, telah meluncurkan tiga produk keuangan melalui kendaraan Grab Financial Group (GFG) pada awal Agustus 2020. Kedua layanan baru kabarnya akan hadir di situs-situs e-commerce tertentu di wilayah Singapura dan Malaysia.

Performa GFG boleh jadi bakal semakin kuat. Sebab, pada Februari 2020 lalu Grab mendapatkan suntikan dana senilai 856 juta dolar AS dari dua investor.

Di Indonesia, pengguna GoPay masih sulit terkalahkan oleh para pesaingnya. Menurut riset Ipsos, 58 persen responden memilih GoPay sebagai eWallet paling familiar, diikuti OVO sebanyak 29 persen, Dana 9 persen, dan LinkAja 4 persen.

Grab sendiri belum mendapatkan izin untuk meluncurkan layanan GrabPay. Tapi beberapa strategi disebut akan mereka lakukan, seperti merger. Grab yang memiliki saham di OVO disebut akan merger dengan aplikasi DANA. Tujuan merger untuk menggoyang singgasana GoPay di Indonesia.

Pasar layanan jasa di Indonesia memang cukup menggiurkan di Asia Tenggara. Hal ini membuat persaingan kedua akan mulai terfokus ke negara kepulauan ini

Perebutan pasar Indonesia

Selain Asia Tenggara, Air Asia sepertinya harus memulai pertarunganya di Indonesia. Hal ini tidak terlepas dari data 40 persen produk domestik bruto (PDB) atau nilai pasar dan jasa Asia Tenggara disumbang Indonesia.

Data HootSuite menyebut, hampir 74 persen pengguna internet seluler di Indonesia aktif dalam transaksi jual beli online, menjadikannya negara paling aktif dalam eCommerce di seluruh dunia.

Masih menurut riset Momentum Works, pada pesan layanan antar makanan, Indonesia merupakan pasar di Asia Tenggara yang paling gemuk. Hal itu dibuktikan dengan pengeluaran total masyarakat Indonesia sebesar 3,7 miliar dolar AS.

Laporan Google, Temasek, dan Bain, bertajuk ''e-Conomy SEA 2019'' memperkirakan, nilai transaksi GMV sektor berbagi tumpangan di Indonesia mencapai 6 miliar dolar AS atau sekitar Rp83,8 triliun tahun 2021 ini. Salah satu penopangnya adalah pesan-antar makanan.

Mereka memperkirakan, GMV sektor berbagi tumpangan di Tanah Air bakal tembus 18 miliar dolar AS pada 2025 atau tumbuh 34 persen ketimbang 5 tahun lalu.

''Sektor ini tumbuh enam kali lipat dalam empat tahun terakhir," kata Managing Director Google Indonesia Randy Mandrawan Jusuf, dalam Katadata, Jumat (9/4).

Tapi yang menjadi tantangan adalah pendapatan rumah tangga dan angka belanja konsumen untuk layanan makanan dan minuman di Indonesia yang termasuk rendah di kawasan Asia Tenggara. Pasalnya, infrastruktur di Indonesia memiliki kesenjangan antara satu kota dengan kota lainnya.

Karena itu penyedia jasa ini harus bisa berinvestasi jangka panjang. Mereka dapat meningkatkan volume transaksi segmen konsumen kelas menengah ke atas, kemudian menekan biaya untuk menjalankan layanan pesan-antar makanan untuk mengimbangi harga makanan dan nilai pesanan yang rendah.

Baca juga:

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

RK
MI
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini