Gulai Gajebo, Dilema antara Kenikmatan dan Risiko Kesehatan

Gulai Gajebo, Dilema antara Kenikmatan dan Risiko Kesehatan
info gambar utama

Masakan khas Padang merupakan salah satu kuliner Nusantara yang terkenal dengan kenikmatannya. Siapa yang tak terlena dengan hidangan kaya rempah serba nikmat yang biasa disantap bersama sepiring nasi hangat dan sambal hijau? Rasanya, menu apapun di rumah makan Padang selalu menggugah selera makan orang Indonesia.

Di berbagai daerah, rumah makan Padang termasuk mudah ditemukan sehingga banyak orang cukup familiar dengan makanannya.

Tak melulu bicara soal rendang yang populer hingga ke mancanegara, sebenarnya masih banyak kuliner Minang yang bisa dieksplor. Salah satu yang tak kalah nikmat adalah gulai gajebo.

Kenapa Masakan Padang Identik dengan Santan dan Rasa Pedas?

Mengenal hidangan gulai gajebo

Dibanding menu-menu seperti rendang, tunjang, ayam pop, atau dendeng, nama hidangan gula gajebo mungkin masih asing. Ini adalah masakan dengan bahan dasar daging sapi bagian sandung lamur, bagian penuh lemak dan bertekstur kenyal.

Umumnya, penggunaan daging dan lemak pada gula gajebo sebanyak 1:3. Ya, masakan ini menyajikan lebih banyak potongan lemak dibanding daging. Gulai gajebo dimasak tanpa santan, melainkan menggunakan bumbu asam padeh atau asam pedas.

Untuk memasak hidangan ini, bahan-bahan yang dibutuhkan antara lain daging sandung lamur, daun salam, daun jeruk, batang serai, cabai merah, bawang merah, bawang putih, kemiri, lengkuas, jahe, lada, gula, garam, dan asam kandis.

Di tempat asalnya, Sumatra Barat, masyarakat punya penilaian dengan tingkatan tertentu pada masakan gula gajebo, yaitu cukup gurih bila porsi daging lebih banyak ketimbang lemak, gurih jika potongan lemak lebih banyak daripada daging, dan gurih sekali yang artinya seluruhnya terdiri dari lemak.

Gulai gajebo umumnya disajikan di piring kecil lengkap dengan kuahnya. Dari penampilannya, gulai gajebo tampak sangat menggoda dengan potongan lemak bercampur dengan kuah kaya rempah. Setelah disantap, dijamin lemak-lemaknya tidak alot dan sulit dimakan, yang ada malah semua meleleh di mulut, gurih, dan pedas.

Jika penasaran ingin mencoba masakan ini, tentu Anda bisa mencoba membuatnya sendiri di rumah karena pada dasarnya bahan-bahan yang digunakan mudah dibeli di pasar tradisional. Namun, bila ingin mencoba versi autentik, bisa datang ke Rumah Makan Lamun Ombak di Padang. Di kota lain seperti Jakarta, menu ini bisa ditemukan di Rumah Makan Sepakat atau Rumah Makan Sabana Gajebo.

Kenapa Nasi Padang Kalau Dibungkus Porsinya Lebih Banyak?

Hidangan nikmat yang berbahaya bagi kesehatan

Banyak orang Minang menyebut-nyebut gulai gajebo sebagai makanan Padang paling enak. Namun, memang tak bisa dimungkiri bila beberapa orang merasa tengkuknya berat setelah mencicipi sajian ini. Bagi yang memang memiliki masalah dengan kolesterol tinggi, hidangan nikmat ini agaknya menjadi musuh terberat.

Masakan Padang yang berlemak dapat meningkatkan kolesterol. Tak hanya dari bahan utama lemak daging, tetapi juga dari jeroan dan santan.

Perlu diingat bahwa kebanyakan masakan Padang memiliki rasa yang asin. Mengonsumsi garam berlebih dapat meningkatkan risiko darah tinggi atau hipertensi. Terlebih, bila sebelumnya Anda pun memang punya riwayat darah tinggi, mengonsumsi makanan tinggi garam dapat memperparah kondisi kesehatan.

Hipertensi sendiri bisa mengarah pada risiko penyakit yang lebih berat, seperti strok, penyakit jantung, dan masalah ginjal.

Belum lagi, hidangan berlemak dimakan dengan sayuran seperti daun singkong atau sayur nangka yang dimasak dengan santan. Kombinasi ini juga dapat meningkatkan kadar kolesterol dan menyebabkan asam urat.

Meski nikmatnya kadang terbayang-bayang, sebisa mungkin hindari mengonsumsi masakan Padang dan makanan berlemak lain terlalu sering. Ingatlah bahwa konsumsi makanan berlemak tinggi juga dapat menyebabkan peningkatan berat badan dan berisiko obesitas hingga diabetes.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Dian Afrillia lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Dian Afrillia.

DA
MI
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini