Physalia, Ubur-Ubur Api Menawan yang Sengatannya Mematikan

Physalia, Ubur-Ubur Api Menawan yang Sengatannya Mematikan
info gambar utama

Siapa yang tak mengenal ubur-ubur? Biota laut ini bisa dibilang termasuk salah satu yang cantik dan misterius. Tubuh ubur-ubur yang tampak bening dan seperti agar-agar ini menjadi hewan laut yang unik. Selain itu, ubur-ubur juga dikatakan sebagai hewan purba karena telah hidup di bumi selama ratusan tahun bahkan sebelum dinosaurus.

Dilihat dari bentuk tubuhnya, ubur-ubur memang bukanlah ikan, melainkan jenis zooplanktron agar-agar atau atau invertebrata dari filum Cnidaria. Tahukah Anda kalau ternyata 98 persen dari tubuh ubur-ubur ternyata berupa air dan ia tidak memiliki hati serta otak. Namun, ia termasuk hewan laut yang bisa bertahan terhadap pengaruh perubahan yang terjadi di lautan.

Karena keunikannya, banyak orang ingin melihat langsung dan berenang bersama ubur-ubur. Di Indonesia, ada tempat untuk berenang bersama ubur-ubur tak menyengat misalnya di Danau Kakaban di Kepulauan Derawan dan Danau Lenmakana di Raja Ampat.

Ada sekitar 200 spesies ubur-ubur yang hidup di seluruh dunia dengan keunikannya masing-masing. Ada yang tubuhnya dapat bersinar dalam gelap, bergerak dalam posisi terbalik, berbentuk seperti telur mata sapi, dan ada juga yang terkenal dengan sengatan mematikan.

Salah satu jenis ubur-ubur paling mematikan dan sengatannya dapat melumpuhkan adalah Physalia atau ubur-ubur api. Dalam Bahasa Inggris, namanya disebut Portuguese man o'war. Seperti apa kehidupan ubur-ubur ini dan di mana ia bisa ditemukan di Indonesia?

Mengenal Penyu Belimbing, Si Pemakan Ubur-Ubur dan Penjelajah Lautan Tangguh

Mengenali ciri khas ubur-ubur api

Meski namanya ubur-ubur api, sekilas dari penampilannya tidak tampak menyeramkan. Ubur-ubur ini penampilannya seperti balon transparan, terkadang ada yang berwarna kebiruan, merah muda, hijau, atau keunguan dengan tentakel yang memanjang pada bagian bawahnya.

Struktur serupa balon pada tubuhnya disebut pneumatophore dan berfungsi sebagai pelampung sekaligus layar yang akan membantunya mengapung dan bergerak dengan memanfaatkan angin.

Satu individu ubur-ubur api yang kita lihat sebenarnya bukanlah benar-benar satu individu, melainkan sebuah kesatuan koloni yang terdiri dari beberapa individu fungsional terspesialisasi yang disebut zooid. Dalam satu koloni, terdapat empat zooid, yaitu pneumatophore, gastrozooid, dactylozooid dan gonozooid. Keempatnya memiliki struktur dan fungsi berbeda, tetapi tetap bersinergi sehingga ubur-ubur tidak bisa hidup tanpa salah satunya.

Ubur-ubur api termasuk dalam suku Physaliidae dengan satu-satunya marga yaitu Physalia dan hanya ada dua spesies yaitu P. physalis yang tersebar di perairan hangat dunia dan P. utriculus yang lebih terbatas di perairan Samudera Pasifik.

Ubur-ubur api tergolong dalam kelompok hewan pleustonik, ia hidup di permukaan air yang merupakan area kontak antara air dan atmosfer. Ia juga memiliki hubungan simbiosis komensialisme dengan jenis ikan juvenil karena tampak sering berdekatan.

Ikan-ikan tersebut mendekat dengan tentakel ubur-ubur api demi mendapatkan perlindungan dari predator. Selain itu, ikan-ikan juga memakan sisa makanan dan tentakel regeneratif tanpa menyakiti ubur-ubur api.

Kehidupan ubur-ubur api dihadapkan pada berbagai tantangan lingkungan ekstrem di permukaan laut, mulai dari paparan sinar ultraviolet, suhu tinggi, penguapan cairan tubuh, dan gelombang ombak. Keberadaannya di permukaan air juga membuat ia sering jadi target predator, tetapi warna tubuhnya yang transparan terkadang memberikan keuntungan untuk berkamuflase menyerupai warna air laut.

Persebaran ubur-ubur api sebenarnya cukup luas. Ia pernah ditemukan di perairan Teluk Meksiko, Brazil, dan Florida. Di perairan utara Brazil, ubur-ubur api termasuk spesis yang umum. Untuk di Indonesia, spesies ini ditemukan di Pantai Selatan Kulon Progo, Yogyakarta, pesisir selatan Pulau Jawa, dan pesisir barat pulau Sumatra.

Lutung Simpai, Surili Endemik Sumatra dan Kehidupannya di Alam Liar

Sengatan ubur-ubur api

Ubur-ubur api memiliki nematocyst, kapsul penyengat berbentuk duri. Jika menyentuh permukaan kulit hewan dan manusia, duri dapat menempel dan menyebabkan gatal, ruam, dan sensasi rasa seperti terbakar.

Menurut peneliti dari Pusat Penelitian Oseanografi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Mochamad Ramdhan Firdaus, berdasarkan penelusuran dari berita jurnalistik selama 10 tahun (2011-2020), pesisir selatan Pulau Jawa dan pesisir barat Pulau Sumatra.

Firdaus mengatakan bahwa ledakan populasi ubur-ubur api di pantai selatan Pulau Jawa terjadi pada musim timur, antara bulan Juni hingga September. Pada tahun 2019, dilaporkan terjadi 612 kasus serangan ubur-ubur api hanya di sebagian wilayah pesisir selatan Gunung Kidul Yogyakarta.

Menurut LIPI, pertolongan pertama yang dapat dilakukan untuk mengatasi serangan ubur-ubur api dengan membuang seluruh tentakel yang tertancap di kulit.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Dian Afrillia lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Dian Afrillia. Artikel ini dilengkapi fitur Wikipedia Preview, kerjasama Wikimedia Foundation dan Good News From Indonesia.

Terima kasih telah membaca sampai di sini