Potret Rasa Kemanusiaan 'Khas' Barat

Ahmad Cholis Hamzah

Seorang mantan staf ahli bidang ekonomi kedutaan yang kini mengajar sebagai dosen dan aktif menjadi kolumnis di beberapa media nasional.

Potret Rasa Kemanusiaan 'Khas' Barat
info gambar utama

Kalau kita melihat orang yang sedang menderita yang harus kita bantu, maka kita tidak melihat apakah orang itu kaya atau miskin, Jawa atau bukan Jawa, Islam atau bukan dan sebagainya, namun yang kita lihat adalah aspek kemanusiaan yang diajarkan oleh agama apapun didunia ini.

Itu adalah 'basic teaching' atau ajaran dasar yang berlaku diseluruh dunia. Namun ajaran dasar itu sepertinya tidak berlaku dalam narasi media barat dalam membantu pengungsi dari negara Ukraina akibat serangan Rusia. Pendek kata, narasi beberapa media barat itu bersifat rasis dan bias.

Pemberitaan yang bersifat rasis itu dikarenakan ada banyak pertanyaan kenapa dunia barat begitu cepat merespon akibat serangan Rusia ke Ukraina dengan memobilisasi kekuatan barat untuk membantu Ukraina.

Sementara serangan Israel terhadap Palestina yang terjadi bertahun-tahun, atau jutaan pengungsi dari Irak, Syria, Afghanistan, itu tidak menerima respon yang sama. Kenapa media barat berat sebelah dalam kasus ini?

Dalam sebuah pernyataannya Asosiasi Jurnalis Arab dan Timur Tengah (AMEJA--the Arab and Middle Eastern Journalists Association), sebuah kelompok nirlaba AS, mengutuk apa yang digambarkannya sebagai liputan berita 'orientalis dan rasis', khususnya mengenai bagaimana wartawan membandingkan konflik di Ukraina dengan yang ada di Timur Tengah, yang katanya "menganggap lebih penting bagi beberapa korban perang atas orang lain."

Organisasi yang membidik penggunaan kata-kata seperti 'civilized' atau beradab untuk menggambarkan Ukraina, berbeda dengan negara-negara Timur Tengah yang telah mengalami konflik di masa lalu, mengutip beberapa contoh 'bias eksplisit' dari seluruh lanskap media ketika datang untuk melaporkan perang di Ukraina, termasuk dari media-media seperti CBS News dan Al Jazeera.

Pada 26 Februari 2022, di segmen CBS News, seorang reporter mengatakan, "Tapi ini bukan tempat, dengan segala hormat, seperti Irak atau Afghanistan, yang telah melihat konflik berkecamuk selama beberapa dekade''.

"Ini adalah kota yang relatif beradab, relatif Eropa--saya harus memilih kata-kata itu dengan hati-hati juga--kota, kota di mana Anda tidak akan mengharapkan itu, atau berharap itu akan terjadi."

Di Al Jazeera English seorang pembawa acara mengatakan kepada pemirsanya, "Yang menarik adalah, hanya melihat mereka, cara mereka berpakaian, ini makmur, saya benci menggunakan ekspresi, orang-orang kelas menengah.

Ini jelas bukan pengungsi yang ingin melarikan diri dari daerah-daerah di Timur Tengah yang masih dalam keadaan perang besar. Ini bukan orang yang mencoba melarikan diri dari daerah di Afrika Utara. Mereka terlihat seperti keluarga Eropa yang akan Anda tinggali di sebelahnya."

Dalam sebuah artikel di surat kabar Inggris The Daily Telegraph, seorang jurnalis menulis, "Mereka tampak sangat seperti kita. Itulah yang membuatnya begitu mengejutkan. Perang bukan lagi sesuatu yang dikunjungi pada populasi miskin dan terpencil. Itu bisa terjadi pada siapa saja."

Sementara itu, seorang reporter di saluran berita 24 jam Prancis BFM TV juga bilang, "Kami tidak berbicara di sini tentang warga Suriah yang melarikan diri dari pemboman rezim Suriah yang didukung oleh Putin, kita berbicara tentang orang Eropa yang pergi dengan mobil yang terlihat seperti milik kita untuk menyelamatkan hidup mereka."

Dalam pernyataannya, AMEJA mengatakan bahwa mereka mengutuk implikasi bahwa suatu populasi atau negara tidak beradab atau bahwa 'faktor ekonomi' entah bagaimana membuat satu negara lebih layak untuk konflik, menegaskan bahwa komentar ini menormalkan tragedi di bagian dunia dan merendahkan dan membuat pengalaman mereka dengan perang sebagai sesuatu yang normal dan diharapkan.

Contoh-contoh yang dikutip oleh organisasi tersebut bergabung dengan semakin banyak yang beredar di media sosial yang telah digunakan para komentator untuk menyoroti rasa jijik mereka pada nada rasis yang tampaknya dalam beberapa pelaporan.

Di antara mereka adalah segmen berita NBC, yang reporternya mengatakan, "Terus terang, ini bukan pengungsi dari Suriah, ini adalah pengungsi dari Ukraina. Mereka orang Kristen, mereka berkulit putih."

Lalu di saluran Inggris ITV, seorang jurnalis berkomentar, "Hal yang tak terpikirkan telah terjadi. Ini bukan negara dunia ketiga yang sedang berkembang, ini adalah Eropa."

Ada juga yang mengatakan pengungsi Ukraina itu warga kulit putih, bermata biru dan berambut pirang, bahkan ada satu kepala negara di Eropa yang mengatakan bahwa pengungsi Ukrainia itu berbeda dari pengungsi Timur Tengah, karena tidak jelas, dan bisa-bisa saja mereka teroris.

Pemberitaan yang bersifat rasis itu ingin mengatakan bahwa dunia barat harus menerima dan membantu pengungsi Ukraina itu karena mereka itu 'kelompok kulit putih', 'orang Eropa' (bermata biru dan rambut pirang)', 'beragama Kristen', 'warga yang makmur seperti kita', dan 'warga dari daerah/wilayah yang beradab'.

Sementara pengungsi dari negara-negara Timur Tengah dan Afrika atau Asia harus ditolak karena mereka 'miskin', 'dari daerah tidak beradab', 'orang Islam', dan 'berambut hitam dan berkulit berwarna'.

Ruang berita tidak boleh membuat perbandingan yang menimbang signifikansi atau menyiratkan pembenaran dari satu konflik atas yang lain. Korban sipil dan pengungsian di negara lain sama menjijikkannya dengan di Ukraina, demikian kata AMEJA.

"Untuk mencegah bias eksplisit seperti itu, kami meminta ruang berita untuk melatih koresponden tentang nuansa budaya dan politik daerah yang mereka laporkan, dan tidak bergantung pada bias Amerika atau Euro-sentris. Perbandingan yang tidak akurat dan tidak jujur hanya berfungsi untuk mengobarkan stereotip dan menyesatkan pemirsa, dan mereka akhirnya mengabadikan tanggapan merugikan terhadap krisis politik dan kemanusiaan.''

Kita ini mendapatkan pelajaran dari banyak tokoh-tokoh dari barat tentang 'nilai-nilai Kemanusiaan', 'kesetaraan', 'perlunya toleransi', 'HAM dan demokrasi'. dsb. Namun liputan media barat tentang perang Rusia dan Ukrainia menunjukkan hal-hal yang berlawanan, dan malah menunjukkan mental penjajah, kolonialis, dan imperialism.

Semoga itu tidak mencerminkan keseluruhan filosofi orang-orang barat.

Oleh: Ahmad Cholis Hamzah

Penulis aktif menulis di Koran Jawa Pos, Surya, dan rutin menulis di GNFI. Beberapa tulisannya acapkali dimuat/dikutip Koran Malaysia dan Thailand. Penulis yang juga tersohor sebagai akademisi sekaligus profesional di kota kelahirannya, Surabaya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Ahmad Cholis Hamzah lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Ahmad Cholis Hamzah.

Tertarik menjadi Kolumnis GNFI?
Gabung Sekarang

AH
MI
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini