Profesinya Masih Sangat Langka, Kenali Jurusan Terapi Wicara

Profesinya Masih Sangat Langka, Kenali Jurusan Terapi Wicara
info gambar utama

Bagi Goodmates yang sedang mempertimbangkan jurusan kuliah, pernahkah kamu mendengar Jurusan Terapi Wicara? Jika mendengar istilah terapi wicara, apa yang terlintas di benakmu? Mungkin kamu akan mengira seorang terapi wicara adalah yang mengajarkan atau menerjemahkan bahasa isyarat seperti beritadi televisi.

Berdasarkan informasi pada 2016 lalu, jumlah tenaga terapis wicara di Indonesia ada sekitar 1.000 orang. Padahal, peran terapis wicara sangat banyak yang butuh. Jumlah ini masih sangat sedikit daripada dengan kasus yang perlu tertangani.

Seorang terapis wicara memiliki peranan untuk mengoptimalkan kemampuan anak berkebutuhan khusus. Kemampuan profesi terapis wicara akan membantu tumbuh kembang bagi anak-anak yang memiliki gangguan berkomunikasi. Tak haya anak-anak, terapis wicara juga menangani kasus pada orang dewasa hingga lansia.

Kalau kamu memiliki minat pada bidang kesehatan dan ingin membantu mereka yang membutuhkan terapi wicara, jurusan Terapi Wicara bisa jadi pilihanmu. Masih belum mengenal jurusan ini? Mari simak selengkapnya.

Mengenal Jurusan Terapi Wicara

jurusan Terapi Wicara | Foto: SehatQ
info gambar

Komunikasi merupakan salah satu hal yang penting dalam kehidupan sehari-hari. Hampir seluruh kegiatan memerlukan komunikasi untuk memperlancar kegiatan. Komunikasi sendiri bisa dalam bentuk verbal maupun nonverbal.

Baca juga:Punya Sejarah Panjang, 17 Maret menjadi Hari Perawat Nasional

Jurusan Terapi Wicara merupakan program studi vokasi yang mempelajari tentang pelayanan kesehatan profesional dalam bidang bahasa. Spesialisnya, mereka menangani masalah berbicara seseorang dengan kebutuhan khusus. Hal itu bisa karena adanya kelainan atau gangguan pada anatomis, fisiologis, psikologis, atau sosiologis.

Aspek yang menjadi bagian dari terapis wicara di antaranya seputar gangguan artikulasi, gangguan berbahasa, gangguan bersuara, gangguan irama kelancaran, dan gangguan menelan.

Untuk alur pemahaman pembelajaran, mahasiswa jurusan ini akan mempelajari suatu hal yang berkaitan dengan screening, diagnosis dan prognosis, tindakan terapi, evakuasi, sampai pelaporan hasil dan dokumentasi. Tujuannya tak lain dan tak bukan adalah untuk sebagai rujukan bagi penanganan kasus-kasus berikutnya.

Jika kamu tertarik mempelajari ilmu seputar terapi wicara, salah satu perguruan tinggi di Indonesia yang memiliki program studi ini adalah Politeknik Kesehatan Kemenkes (Poltekkes) Surakarta.

Perguruan tinggi yang telah berdiri sejak 2002 tersebut menawarkan dua program untuk program studi Terapi Wicara, yaitu D3 dan D4. Pada program D3 nantinya akan mendapat gelar Ahli Madya Terapi Wicara.

Baca juga:Bukan Jual Gorengan, Ini Dia Ide Usaha untuk Organisasi Mahasiswa

Kemudian untuk program D4, nantinya akan mendapatkan gelar Sarjana Sains Terapan Terapi Wicara dan butuh menyelesaikan pendidikan selama 8 semester. Kalau kamu sudah lulus dan mendapatkan izin praktik, nantinya kamu akan mendapat izin untuk membuka praktik sendiri secara pribadi.

Prospek Kerja Terapi Wicara

Ilustrasi terapi bicara | Foto: Pexels/SHEVTS
info gambar

Lantas, bagaimana prospek kerja yang ada bagi lulusan Jurusan Terapi Wicara? Seperti yang sudah ada penjelasannya di atas, profesi terapis wicara banyak yang membutuhkan, terutama di Indonesia. Bahkan, jumlahnya belum sepadan dengan jumlah kasus yang ada.

Melalui data tersebut, membuktikan tingginya kebutuhan profesi terapis wicara di Indonesia. Selain itu, lulusan jurusan ini ketika nanti menjadi seorang terapis wicara dapat bekerja di rumah sakit baik negeri maupun swasta.

Baca juga: Mengenal Seni Karawitan, Jurusan Unik dan Langka di Indonesia

Kemudian, lulusannya dapat berkarier pada sarana kesehatan legal, Sekolah Luar Biasa (SLB), PAUD/Tumbuh Kembang Anak, menjadi staf pengajar dalam bidang akademik, atau berkesempatan membuka praktik pribadi yang berlisensi.

Tidak hanya itu, karena jurusan terapi wicara juga merupakan bidang ilmu multidisiplin, profesi ini juga memiliki kesempatan untuk berkolaborasi dengan profesi lainnya. Misalnya saja berkolaborasi dengan dokter spesialis THT/anak/neurologi, okupasi terapi, ahli gizi, keperawatan, guru, hingga psikolog.

Referensi: Mahasiswa UT | Mamikos | Dinas Kominfo Purbalingga

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

Terima kasih telah membaca sampai di sini