Beras Maros: Ketika Reputasinya Membawa Harum Nama Sulsel ke Pentas Dunia

Beras Maros: Ketika Reputasinya Membawa Harum Nama Sulsel ke Pentas Dunia
info gambar utama

Beras merupakan komoditas ekspor utama Makassar dalam jaringan perniagaan abad 16 M - 17 M. Ketika itu, beras dari Kerajaan Gowa-Tallo atau Makassar diperdagangkan ke seluruh Nusantara dan mancanegara, seperti Malaka, Siam, Myanmar hingga Makau.

Tome Pires, penulis Portugis mencatat perjalannya di Malaka pada tahun 1512-1515 yang menyebutkan pedagang Makassar datang jauh-jauh ke Malaka dengan membawa beras dan juga emas.

“Beras yang dibawa pedagang Makassar dikenal berkualitas tinggi dengan warna putih dan beraroma wangi,” ujar sejarawan Universitas Hasanuddin, Edward L Poelinggomang yang dimuat Kompas.

Kurangi Konsumsi Beras, Begini Langkah Vietnam Meminimalisir Gas Rumah Kaca

Disebut oleh Edward, karena kualitas itu, beras laku ditukar dengan berbagai komoditas berharga dari negeri lain, seperti cengkeh, pala, cendana, tekstil, sutra, dan juga porselen. Wilayah yang subur dan luas membuatnya mampu mengekspor beras dengan jumlah besar.

Hingga kini pun Sulsel tercatat sebagai lumbung beras di Indonesia timur. Surplus 2 juta ton beras Sulsel dikirim untuk 12 provinsi di Indonesia timur dan sebagian Indonesia barat. Salah satu penghasil beras dengan kualitas terbaik adalah di Maros.

Maros yang kini berada di sebelah utara Kota Makassar ini terkenal memiliki beras dengan aroma wangi dan berwarna putih. Bahkan pada masa Presiden Soekarno, beras Maros dipasok untuk kebutuhan istana.

“Berasnya sangat pulen dan rasanya enak sekali meski dimakan tanpa lauk,” ujar Edward.

Kini ditinggalkan

Tetapi padi yang melegenda itu sudah lama ditinggalkan petani karena dinilai kurang ekonomis. Padi bernama Banda itu hanya bisa ditanam sekali dalam setahun pada musim hujan dengan produktivitas 2-3 ton per hektare.

Hal ini jelas berbeda dengan padi varietas modern yang bisa dipanen 2-3 kali setahun dengan produktivitas 6-8 ton per hektare. Para petani sejak tahun 1970-an sudah beralih ke varietas modern.

Meski demikian, masih ada pihak yang setia melestarikan varietas padi endemik yang berbulu itu. Padi Banda setiap tahun masih ditanam pewaris Kerajaan Marusu, penguasa wilayah Maros dulu.

“Musim tanam biasanya pada November.” kata tokoh adat sekaligus pewaris Raja Marusu, Andi Abdul Waris Tadjuddin.

Meski Konsumsi Kian Menurun, Nasi Masih Jadi Prioritas Sebagai Makanan Pokok

Bupati Maros kala itu, Hatta Rahman mengatakan daerahnya masih sangat bertumpu pada pertanian padi karena 60 persen dari 350.000 penduduknya adalah petani. Bibit jenis Mekonga dan Ciherang menjadi pilihan untuk menggantikan varietas lama.

“Pertanian menjadi prioritas kami,” kata Hatta.

Dirinya melarang pengembang pemukiman merambah wilayah persawahan irigasi teknis. Saat ini, daerah selatan Maros yang berbatasan langsung dengan Kota Makassar terus dilirik untuk pengembang properti.

Menjadi kebudayaan

Padi adalah salah satu elemen penting dalam kebudayaan di Sulsel, termasuk di Maros. Sebuah upacara adat bernama Appalili digelar setiap padi banda hendak ditanam. Saat akan panen, komunitas adat menggelar upacara Katto Bokko.

Katto Bokko adalah pesta panen raya yang digelar setiap tahun oleh Kerajaan Marusu, di Maros. Upacara itu dilaksanakan sebagai bentuk rasa syukur atas datangnya masa panen sekaligus ajang silaturahmi antar warga.

Upacara adat Katto Bokko diawali dengan berkumpulnya warga Maros di rumah adat Balla Lompoa. Selanjutnya iring-iringan warga dengan pakaian adat Bugis-Makassar, para keluarga kerajaan dan masyarakat menuju sawah adat yang dikenal dengan nama torannu.

Keunggulan Adan, Beras Organik dari Tapal Batas Kalimantan yang Populer di Negeri Tetangga

Keluarga kerajaan juga masih menyimpan berbagai peralatan bertani tradisional yang kini berstatus pusaka kerajaan. Salah satunya pa’jeko (pembajak sawah). Padi ditanam di lahan adat seluas 1,1 hektare.

“Beras hasil panen dikonsumsi sendiri dan untuk hidangan acara-acara keagamaan, seperti Maulid Nabi Muhammad SAW dan Tahun Baru Hijriah,” jelas M Final Daeng dan Nasrullah Nara dalam Maros: Beras Berembus hingga Makau.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini