Fenomena Air Asin dalam Kawah Danau Satonda yang Masih Timbulkan Misteri

Fenomena Air Asin dalam Kawah Danau Satonda yang Masih Timbulkan Misteri
info gambar utama

Satonda bila dipandang tak berbeda dengan danau lainnya. Dibendung tebing gunung, airnya berwarna kehijauan, membiaskan warna ganggang di dasarnya. Namun, begitu dicecap, rasa asin air menyengkat lidah, lebih asin dibandingkan dengan air laut.

Dimuat dari Kompas, masyarakat sekitar mengekspresikan danau yang berada di sebelah Gunung Tambora, Nusa Tenggara Barat ini dengan cerita rakyat. Dikisahkan Raja Tambora dalam suatu perjalanan bertemu dengan perempuan.

Karena kecantikan perempuan itu, Raja Tambora ingin menjadikannya sebagai istri. Tetapi perempuan itu tidak menyadari bahwa Raja Tambora adalah anaknya. Dirinya menolak pinangan itu, hingga membuat raja murka.

Gule Gending, Rambut Nenek ala Lombok

Ketika itulah Gunung Tambora meledak dan menimbulkan gelombang besar yang memisahkan daratan menjadi pulau-pulau kecil. Sang raja selamat, tetapi dirinya menyesal dan menangis hingga air matanya menjadi air asin Satonda.

Tetapi bila masyarakat mengekspresikan ketakjuban pulau gunung api Satonda lewat mitos, ilmuwan asing mencoba menggali misteri keasinan air danau itu melalui penelitian. Penjaga Satonda, Totok Suharto menyatakan sejak tahun 1984, banyak peneliti telah datang.

Misteri air asin

Dua ilmuwan Eropa, Stephan Kempe dan Josef Kazmierczak adalah yang merintis penelitian di danau itu. Mereka pertama kali mengunjungi Danau Satonda pada 1984, dan kemudian kembali lagi pada 1989 dan 1996.

Badi keduanya Satonda merupakan fenomena langka karena airnya yang asin dengan alkalinitas (tingkat kebasaan) sangat tinggi dibandingkan dengan air laut umumnya. Mereka lantas mencoba merekonstruksi sejarah pembentukan danau dan ekosistemnya.

Mereka kemudian menuangkan hasil penelitiannya dalam artikel berjudul Microbialites and Hydrochemistry of the Crater Lake of Satonda (1996). Keduanya berpendapat basin Satonda muncul bersamaan dengan terbentuknya kawah lebih dari 10.000 tahun lalu.

Masyarakat Adat Rote dan Perjuangan Rebut Klaim Pulau Pasir dari Australia

Aslinya danau itu berisi air tawar yang dibuktikan dari deposit gambut di bawah endapan menyerupai mineral laut di pinggir danau. Danau itu kemudian dibanjiri dengan air laut yang merembes melalui celah dinding kawah yang runtuh.

Kazmierczak juga mengambil sampel mirip karang yang disebut stromatolit atau sembulan mikrobial. Kehadiran mikroba ini menjadi sangat menarik karena menunjukan danau ini memiliki lingkungan yang menyerupai lautan purba.

“Satonda bagi para ilmuwan menjadi model lingkungan kontemporer yang mencerminkan kondisi lautan di zaman purba,” jelas Indira Permanasari dan kawan-kawan dalam Danau Satonda, Miniatur Lautan Purba.

Terjangan tsunami

Selain teori Kempe dan Kazmierczak, terdapat perbedaan pendapat terkait pembentukan danau air asin Satonda. Peneliti paleotsunami, Gegar Prasetya menduga Danau Satonda terisi air asin saat terjadi tsunami yang disebabkan letusan Gunung Tambora pada 1815.

Dirinya melakukan simulasi di laboratorium yang menyimpulkan bahwa tsunami karena letusan Tambora itu membuat laut mencapai titik tertinggi yakni 27 meter. Tsunami ini mencapai pesisir utara Sumbawa, Flores, Lombok, Bali, dan Jawa.

Pulau Satonda sebagian tertutup air tsunami dengan ketinggian 3-5 meter. Gelombang itu merambat di lereng gunung dan air laut mencapai Danau Satonda melalui celah kawah. Hal ini berdasarkan uji model fisik.

“Berdasarkan uji model fisik aliran awan panas Tambora, tsunami melintasi Satonda,” jelas Geger.

Merindukan Rumah Kayu, Hunian Adat dari Lombok yang Sederhana Tapi Tahan Gempa

Tetapi di tengah perdebatan itu, warga tetapi menyadari keistimewaan tempat itu. Mereka menghargai dengan caranya sendiri. Misalnya mereka percaya dengan mengikatkan batu di Pohon Kalibuda di tepi danau, permintaan mereka akan terkabul

Lisdiani, warga Lombok penasaran dengan cerita danau berair asin yang bisa mewujudkan impian itu. Setelah memandang keindahan Satonda, dia mengambil sebuah batu dan mengikatnya di pohon bakau.

“Konon, jika permohonan terkabul, pemohon harus kembali ke danau untuk melepas ikatan itu. Boleh jadi agar para pengunjung kelak berkesempatan menikmati keindahannya yang aneh dan misterius sekali lagi,” pungkas Indira.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini