Kisah Faron: Bermula dari Penerima KIP Kuliah hingga Jadi Pebisnis Sukses

Kisah Faron: Bermula dari Penerima KIP Kuliah hingga Jadi Pebisnis Sukses
info gambar utama

Setiap mahasiswa memiliki kesuksesannya masing-masing. Hal itulah yang terjadi dengan salah satu mahasiswa penerima KIP (Kartu Indonesia Pintar), yakni Faron Ali Baihaqi. Pria asal Kabupaten Kutai Kertanegara ini sempat pesimis kuliah karena kendala finansial.

"Waktu itu saya pesimis bisa kuliah karena nggak punya biaya," ujar Faron yang dilansir dari detik.com.

Namun, pria yang disapa Faron ini mendapat ide brilian saat kondisi terjepit. Diketahui, Faron sudah menghadapi masa sulit saat perceraian orang tuanya saat SMP. Sejak saat itu, ia hidup bersama neneknya di Muara Badak, Kabupaten Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur.

Meskipun begitu, tekad ia untuk berkuliah sangat tinggi. Saat duduk di bangku kelas 12 SMK, Faron mengetahui ada program Bidik Misi (Biaya Pendidikan bagi Mahasiswa Miskin dan Berprestasi). Kawan mengenalnya sebagai KIP Kuliah.

Faron pun mencoba peruntungan mendaftar KIP Kuliah dan mengikuti SNMPTN. Mujur baginya, sebab ia dinyatakan lolos seleksi SNMPTN dan program Bidik Misi.

Baca juga: 5 Daya Tarik Pantai Ngobaran Gunung Kidul, Wisata Alam yang Bertabur Arca

Manfaatkan Dana Beasiswa sebagai Modal Usaha

Diketahui, benefit KIP Kuliah saat itu sebesar Rp3,6 juta per semester atau 600 ribu pernbulan. Faron melihat benefit itu belum mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.

"Kalau kebutuhan kuliah mungkin cukup, tapi kan kebutuhan saya bukan sekedar itu, ada kebutuhan lainnya," katanya.

Dengan pendapatnya, Faron berpikir untuk memanfaatkan uang beasiswa itu sebagai modal usaha. Pemuda tersebut juga berpikir bahwa bidang usaha yang dipilih harus sesuai dengan jurusannya, yakni perikanan.

Ditambah lagi, Faron melihat masalah di Kota Samarinda, yakni harga ikan yang mahal karena jarak Kota Samarinda cukup jauh dari laut. Hal itulah yang membuat Faron berpikir bisnis perikanan adalah peluang yang bagus.

Alhasil, ia membeli berbagai jenis ikan laut di wilayah pesisir Muara Badak lalu dijual ke Samrinda. Pada waktu itu, modal awalnya untuk membeli ikan sekitar Rp1,3 juta.

"Saya ingat betul, modal awal itu Rp1,3 juta untuk membeli 30 kg ikan laut berbagai jenis," terangnya dalam wawancara.

Faron pun membeli ikan di Muara Badak melalui pengepul ikan. Setiap jam 5 subuh, ia selalu melakukan itu secara konsisten. Selanjutnya, anak muda tersebut menjualnya ke Kota Samarinda. Target pasar bisnisnya adalah perumahan atau komplek.

Ia menjualnya ke beberapa perumahan sampai pukul 9 pagi. Setelah itu, Faron langsung berangkat ke kampus pukul 10 pagi.

"Jadwal kuliah saya pukul 10 pagi, jualan ikan saya habis pukul 9, jadi setelah dagang saya langsung ke kampus, pulang dari kampus sore hari langsung balik ke Muara Badak yang kira-kira 1,5 jam perjalanan, saya saat itu belum punya motor, jadi pinjem motor punya teman," cerita Faron.

Bayangkan apabila Kawan menjadi Faron. Kawan harus membeli berbagai jenis ikan sebanyak 30 kg lalu membawanya ke Samarinda. Setelah itu, Kawan harus pergi ke kampus. Sore harinya harus kembali lagi ke Muara Badak selama 1,5 jam perjalanan. Bahkan, kegiatan itu dilakukan secara rutin oleh Faron.

Namun, keringatnya membuahkan hasil untung. Dari pengepul, Faron membeli ikan dengan harga Rp40 ribu per kilo. Lalu, Faron menjualnya dengan harga Rp70 ribu kepada warga perumahan di Samarinda. Saat itu, harga jual ikan sejenis di Pasar Samarinda sekitar Rp75 ribu.

Maka dari itu, tidak heran kalau banyak warga perumahan yang membeli ikan pada Faron. Dengan hal itu, ia juga mendapat keuntungan sebesar Rp30 ribu.

"Pikiran saya, dengan harga jual yang lebih murah dari harga di pasar ditambah konsumen tidak perlu ke pasar, asti menarik, dan alhamdulillah tidak meleset," katanya.

Apabila jualannya yang sebanyak 30 kg itu habis, maka Faron memperoleh omzet sebesar Rp900 ribu. Omzet tersebut belum dipotong oleh bensin, makan, dan kebutuhan lainnya sekitar Rp700 ribu sampai Rp800 ribu.

Baca juga: Mengenal Adinegoro, Belajar Jurnalistik hingga ke Eropa

Bisnisnya Meluas

Bisnis Faron Meluas
info gambar

Selama 1 semester berjualan ikan dari rumah ke rumah, Faron sudah mampu membeli motor. Pada semester 2, Faron memperluas sasaran pasarnya ke restoran dan hotel.

Jaringan usahanya makin meluas dengan memperlebar relasi sesama penjual ikan dan mengekspor ikan ke China. Pada 2018, Faron mengekspor berbagai jenis ikan, seperti kerapu, bawal, dan lainnya ke China.

Ia terus menempuh pendidikan dan menerapkannya ke dalam bisnis ikannya. Dengan hal itu, Faron mampu menyediakan ikan dengan kualitas terbaik. Bahkan, saat dirinya tidak bisa memenuhi permintaan ekspor ikan dari China, pembeli dari negara tersebut lantas menawari investasi langsung pada bisnis Faron.

Dengan hal itu, Faron jadi pengekspor berbagai jenis ikan laut, seperti tenggiri, cumi, kerapu, udang, bandeng, bawal, dan ikan kakatua. Tujuan ekspornya pun bertambah hingga 14 negara.

"saya ekspor sesuai permintaan pembeli, ada yang berupa ikan kering, ikan fresh beku, ikan fresh hidup, dan sebagainya," ujarnya.

Kini, Faron kerjasama dengan investor dari China dan memiliki dua perusahaan, di mana salah satu di antaranya masih dalam proses pengurusan izin. Perusahaan pertamanya adalah PT Baruna Maritim Jaya dengan Faron menjabat sebagai CEO (Chief Executive Officer). Adapun di perusahaan keduanya, pemuda tersebut menjabat sebagai komisaris di PT Pelina Forsam Indonesia.

Kedua perusahaan ini berbasis di Balikpapan. Beberapa gudang tersebar di berbagai pesisir Kalimantan Utara, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Timur. Sekarang, omzet bisnisnya mencapai Rp5-10 miliar. Kini, Faron memiliki 60 karyawan dan banyak nelayan sebagai pemasok ikan.

"Saya telah memperkerjakan sebanyak 60 karyawan dan melibatkan banyak nelayan sebagai pemasok ikan. Bila sebelumnya ikan dari para nelayan itu dibeli tengkulak dengan harga rendah, kini para nelayan menual langsung ke perusahaan saya dengan harga yang sesuai pasar," jelasnya.

Tidak hanya itu, Faron juga mengajak mahasiswa yang ingin melakukan PKL (Praktek Kerja Lapangan) di perusahaannya, khususnya untuk mahasiswa Fakultas Kelautan dan Ilmu Perikanan Universitas Mulawarman.

Baca juga: Sejarah Berdirinya ASEAN yang Diinisiasi Oleh 5 Negara

Motivasi dari Faron

Faron mengakui bahwa kuliahnya molor setahun yang seharusnya selesai studi 4 tahun, tetapi studinya menjadi 5 tahun.

"Dana bidikmisi yang diberikan itu hanya untuk 4 tahun, jadi setahun berikutnya ditanggung saya sendiri," kata Faron.

Faron mengajak mahasiswa penerima KIP Kuliah untuk memanfaatkan bantuan KIP Kuliah sebaik mungkin. Jangan jadikan biaya hidup sebagai hambatan untuk Kawan merasakan jenjang pendidikan tinggi.

"Jangan langsung menyerah pada keadaan, pintar melihat peluang yang ada, jangan gengsi, di mana ada kemauan, pasti ada jalan," ujarnya.

Apa hikmah yang bisa Kawan ambil dari cerita Faron?

Referensi: detik.com| puslapdik.kemdikbud.go.id

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

AR
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini