Gatot Singkong: Camilan khas Gunungkidul yang Unik dan Otentik

Gatot Singkong: Camilan khas Gunungkidul yang Unik dan Otentik
info gambar utama

Daerah Istimewa Yogyakarta memang dikenal sebagai primadona tujuan wisata, mulai dari wisata alam, budaya, hingga daya tarik kulinernya. Salah satu daerah yang kaya akan potensi wisata yang menarik adalah Kabupaten Gunungkidul. Tidak hanya menyajikan berbagai potensi keindahan alam, kabupaten ini juga memiliki daya tarik wisata kuliner yang khas, salah satunya adalah makanan tradisional bernama "gatot"

Jika Kawan pernah mengetahui makanan khas Gunungkidul lainnya bernama tiwul, gatot biasanya menjadi penyanding hidangan tersebut. Meskipun sama-sama terbuat dari singkong, tampilan dan tekstur gatot cukup berbeda jika dibandingkan dengan tiwul.

Gatot memiliki tekstur yang kenyal dan berwarna hitam akibat hasil dari proses fermentasi singkong. Biasanya, gatot dihidangkan bersama dengan parutan kelapa. Hal itu membuat cita rasa manis, asin, dan gurih menyatu ketika Kawan menyantapnya.

Hidangan gathot dan tiwul khas Gunungkidul.
info gambar

Lalu, bagaimana asal mula makanan ini tercipta?

Sejarah Makanan Gatot

Dulu, kawasan Gunungkidul merupakan wilayah yang tandus dan sering mengalami krisis air. Tanaman singkong menjadi pilihan alternatif bagi masyaarakat karena dianggap mampu menggantikan peran nasi sebagai bahan pokok. Akhirnya, masyarakat mengolah singkong menjadi tiwul yang diolah dengan tepung singkong atau gaplek.

Namun, dalam prosesnya, ternyata ada beberapa bahan yang tidak dapat diproses dengan baik. Oleh karena itu, bahan tersebut pun dimanfaatkan untuk pembuatan gatot sehingga tidak ada bahan makanan yang terbuang.

Baca juga: Pesona Pantai Wediombo: Wisata Bagaikan Surga di Gunungkidul

Masyarakat juga seringkali menyantap gatot ebagai makanan pokok yang disandingkan dengan lauk. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, gatot lebih banyak dijadikan camilan khas atau oleh-oleh.

Proses Pembuatan dan Kandungan Nutrisi Gatot

Dikutip dari Kompas, gatot perlu waktu yang cukup panjang untuk mengolahnya. Namun, Kawan tidak perlu khawatir karena bahan pembuatan gatot dapat dikatakan cukup sedikit dan mudah untuk diperoleh. Kawan cukup membutuhkan beberapa bahan yaitu singkong atau ketela pohon, garam, gula, dan kelapa.

Pertama, singkong yang telah dipotong lalu dijemur selama 5-7 hari dengan durasi kurang lebih 6 jam tiap harinya hingga muncul jamur hasil fermentasi. Singkong kering inilah yang disebut gaplek. Kedua, singkong kering atau gaplek tersebut direndam air selama dua hari hingga berubah menjadi kenyal.

Setelah mendapat tekstur kekenyalan yang pas, gaplek ditiriskan dan dicuci untuk diambil bagian kulitnya. Ketiga, bahan tersebut dikukus selama kurang lebih dua jam. Biasanya, dalam proses pengukusan ini, gatot ditambah garam atau gula merah untuk menghadirkan kenikmatan rasa yang lebih kaya. Kemudian, untuk menyajikannya, Kawan dapat menambahkan parutan kelapa sesuai selera.

Meskipun terlihat berwarna hitam pekat, gatot memiliki kandungan nutrisi yang tidak main-main. Dikutip dari Agromedia, gatot memiliki kandungan serat yang tinggi, yaitu sekitar 4,2 gram serat pangan tiap 100 gram-nya. Selain itu, sebagai sumber karbohidrat, gatot memiliki kandungan yang lebih tinggi dibandingkan beras, yaitu sebanyak 35,3 gram karbohidrat setiap 35,3 gramnya.

Gatot Mulai Sepi Peminat

Sayangnya, dibalik keunikan dan kandungan nutrisi yang dimiliki, makanan tradisional ini sudah mulai tergerus jaman. Gatot sebagai camilan banyak dianggap sebagai makanan yang kurang menarik dan kurang familiar bagi kaum muda. Padahal, makanan tradisional seperti gatot inilah yang harus tetap dipertahankan dan dijaga eksistensinya.

Oleh karena itu, jika Kawan berkunjung ke Kabupaten Gunungkidul, jangan lupa mampir dan cicipi makanan singkong satu ini. Harganya pun cukup terjangkau, mulai dari Rp15.000 hingga Rp30.000. Kawan bisa dengan mudah membelinya di toko oleh-oleh yang tersebar di kawasan Gunungkidul.

Jadi, bagaimana? Apakah Kawan tertarik memasukkannya ke dalam wish list?

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

LR
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini