Tergesernya Kesenian Wayang Golek di Indonesia

Tergesernya Kesenian Wayang Golek di Indonesia
info gambar utama

Kemampuan manusia dalam mengolah akal pikiran, rasa dan keindahan tersebut menciptakan sebuah kesenian yang berhubungan dengan kebudayaan. Subsistem dari kebudayaan adalah kesenian.

Menurut Koentjaraningrat, kesenian adalah menciptakan, memberi peluang untuk bergerak, memelihara, menularkan, mengembangkan untuk kemudian menciptakan kebudayaan baru lagi. Kesenian sendiri, dilihat dari estetika atau keindahan dan dilihat juga dari fungsinya. Hal ini tergantung dari masyarakatnya, yang melihat kesenian tersebut sebagai bentuk keindahan atau fungsinya.

Masyarakat sangat menentukan sebuah kesenian tersebut karena masyarakat yang menciptakan, memelihara hingga mengembangkan kesenian tersebut. Oleh karena itu, kesenian dan masyarakat tidak dapat terpisahkan.

Jika masyarakat tidak memelihara dan mengembangkan kesenian tersebut maka tentunya kesenian akan punah, tidak berkembang. Sama halnya seperti masyarakat saat ini yang sudah mengikuti perkembangan zaman dengan kemudahan teknologinya, kesenian daerah atau kesenian tradisional dilupakan begitu saja.

Akibatnya, kesenian daerah jarang ditemui hingga saat ini dan fungsi dari kesenian daerah pun melemah . Padahal, kesenian daerah bukan hanya berfungsi sebagai estetika melainkan terdapat fungsi sosial, kultural dan fungsi spiritual bagi masyarakat daerah tersebut.

Salah satu jenis kesenian daerah yang fungsi dan keberadaannya sudah tergeser oleh perkembangan zaman ialah wayang golek. Wayang golek merupakan kesenian pertunjukan asal Sunda yang tujuannya untuk menghibur masyarakat sunda saat itu, selain itu, wayang golek merupakan sarana untuk menyampaikan informasi serta media untuk menyebarkan agama islam.

Ada Dua Sup Tradisional Indonesia dalam "50 Sup Terlezat di Dunia 2023" versi TasteAtlas

Sayangnya, keberadaan wayang golek yang saat itu begitu populer pun tergantikan oleh media-media digital. Padahal, sudah seharusnya kita sebagai masyarakat untuk memelihara dan mengembangkan wayang golek tersebut agar tetap ada dan keberadaannya tidak tergeser. Oleh karena itu penulis akan membahas mengenai kesenian wayang golek agar kita menyadari bahwa wayang golek perlu untuk dipelihara, dikembangkan bersama agar keberadaanya tetap ada dan berkembang.

Sejarah Wayang Golek

Tempat berkembangnya wayang pertama kali adalah di Cirebon, yaitu pada abad ke-15 di masa Sunan Gunung Jati. Jenis wayang yang pertama kali ada ialah wayang kulit. Sementara itu, wayang golek mulai ada di Cirebon di awal abad ke-16 dan dikenal dengan nama wayang golek papak atau cepak.

Wayang golek atau disebut “golek”, adalah salah satu jenis tradisi yang hingga sekarang masih tetap ada di daerah Sunda. Berbeda dari wayang kulit dwimatra, golek adalah salah satu wayang trimatra. Golek memiliki sifat pejal, bentuknya merupai boneka tiruan rupa manusia (ikonografi) yang dibuat dari bahan kayu bulat torak untuk mempertunjukkan sebuah lakon.

Nilai Budaya Wayang Golek

Wayang golek mempunyai nilai estetika, kesenian wayang golek mempunyai nilai-nilai budaya yang diterapkan oleh para seniman dan dalangnya. Di mana nilai-nilai budaya ini diterapkan sesuai dengan kode etik pedalangan. Kode etik pedalangan sendiri berupa "Sapta Sila Kehormatan Seniman Seniwati Pedalangan Jawa Barat" yang merupakan hasil musyawarah para seniman seniwati pedalangan pada tanggal 28 Februari 1964 di Bandung. Isinya berupa:

  1. Seniman pedalangan adalah seniman sejati sebab itu harus menjaga nilainya.
  2. Mendidik masyarakat. Itulah sebabnya diwajibkan memberi contoh, baik dalam bentuk ucapan mupun perilaku.
  3. Juru penerang, Wayang Golek diwajibkan menyampaikan pesan-pesan atau membantu pemerintah serta menyebarkan segala cita-cita negara bangsanya kepada masyarakat.
  4. Sosial Indonesia, Wayang Golek dapat mengukuhi jiwa gotong-royong dalam segala masalah.
  5. Susilawan, yang artinya menjaga etika di lingkungan masyarakat.
  6. Mempunyai kepribadian sendiri, Wayang Golek diharuskan menjaga kepribadian sendiri dan bangsa.
  7. Setiawan, artinya tunduk dan taat, serta menghormati hukum Republik Indonesia, demikian pula terhadap adat-istiadat bangsa.
Kisah Oei Tambah Sia, Playboy dari Batavia yang Berakhir di Tiang Gantung

Kondisi Kesenian Wayang Golek

Dalam beberapa catatan sejarah wayang sudah ada sebelum kerajaan Hindu dan Budha di Indonesia, hal ini tercantum dalam perjalanan sejarah di Indonesia yang tercatat dalam berbagai prasasti, seperti prasasti Tembaga (840 M), prasasti Ugrasena (896 M), dan prasasti Belitung (907 M). Selain itu, terdapat sumber yang mengatakan bahwa wayang juga tertera di Candi Prambanan.

Kesenian wayang merupakan budaya asli Indonesia yang sudah ada jauh sebelum agama Hindu masuk ke Pulau Jawa. Cerita wayang yang populer saat ini merupakan adaptasi dari karya sasra India, yaitu Ramayana dan Mahabharata. Tetapi sudah mengalami adaptasi menyesuaikan dengan budaya asli Indonesia.

Pada zaman globalisasi saat ini, kesenian daerah seperti wayang golek sudah tergeser oleh kemodernisasian. Banyak masyarakat yang meninggalkan kesenian wayang golek ini dikarenakan adanya media digital yang dirasa lebih canggih untuk menyampaikan sebuah informasi. Hal ini tentunya sangat disayangkan karena kesenian wayang golek merupakan kesenian khas Sunda yang harus tetap dipelihara dan dikembangkan oleh masyarakatnya.

Meskipun masyarakat perlu mengikuti perkembangan zaman, bukan berarti meninggalkan kesenian wayang golek begitu saja. Seharusnya kesenian wayang golek bisa disandingkan dengan kemodernisasian, tanpa meninggalkan unsur asli dari wayang golek tersebut. Pertunjukan wayang golek saat ini jarang sekali diadakan oleh masyarakat, wayang golek saat ini dijadikan sebuah pajangan bukan sebuah media, dijadikan sebagai souvenir oleh-oleh.

Hal ini sebenarnya patut disyukuri karena meskipun pertunjukan wayang sudah jarang diadakan tetapi kehadirannya masih ada dengan fungsi sebagai sebuah souvenir oleh-oleh, yang berarti unsur estetika atau keindahan dari wayang golek masih dipelihara oleh masyarakat Indonesia.

Oleh karena itu, kita sebagai masyarakat yang berbudaya sudah sepatutnya untuk melestarikan kesenian wayang golek bukan hanya secara nilai estetika saja namun nilai lainnya, salah satunya dengan memadukan pertunjukan wayang golek dengan budaya modern saat ini.

Kisah Mbah Boncolono, Maling Sakti dari Kediri yang Ditakuti Belanda

Referensi:

Rosyadi. (2009, Juni). WAYANG GOLEK DARI SENI PERTUNJUKAN KE SENI KRIYA (Studi tentang Perkembangan Fungsi Wayang Golek). PATANJALA, 1(2).

Soni Sadono, C. N. (2018, Desember). Pewarisan Seni Wayang Golek Di Jawa Barat. Jurnal Rupa, 3(5).

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

SN
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini