Orang Tua Wajib Tahu! Ini 5 Bahaya Sharenting bagi Anak

Orang Tua Wajib Tahu! Ini 5 Bahaya Sharenting bagi Anak
info gambar utama

Sharenting merupakan gabungan dari kata share dan parenting yang memiliki definisi sebagai aktivitas orangtua dalam membagikan momen lucu, gemas, hingga privat dari anak-anaknya ke sosial media. Istilah ini pertama kali viral di tahun 2010 dan sempat dibahas Steven Leckhart dalam publikasinya di Wall Street Journal.

Di zaman serba sosial media seperti sekarang, fenomena sharenting dapat kita temui dengan mudah. Motifnya bisa beraneka rupa. Ada yang bertujuan untuk membagikan pola parenting tertentu pada khalayak ramai, ada pula yang memang menjadikan sang anak sumber pendapatan dari konten-konten yang dilihat banyak orang.

Apapun motifnya, sharenting sering memicu banyak perdebatan terkait dengan moral dan perlindungan anak. Tak heran bila ada pula publik figur maupun influencer yang justru memilih tak mengekspos sang anak sama sekali di media sosial. Memangnya seberapa bahayanya, sih,sharenting itu?

Memahami Kondisi dan Dampak Perceraian Orang Tua pada Anak

1. Rawan Penyalahgunaan Data

Data anak rawan disalahgunakan | Foto: Pexels/Tranmautritam
info gambar

Sebanyak 19% orang tua di Instagram secara sadar maupun tidak telah memberitahukan nama dan tanggal lahir sang anak di postingan media sosialnya. Bocornya informasi pribadi ini sekilas memang tampak tak begitu berarti, tetapi dapat menjadi masalah dalam jangka panjang.

Data-data pribadi anak seperti nama, tanggal lahir, hingga nama sekolah dapat disalahgunakan oleh para penjahat siber.

Bisa saja mereka menggunakan identitas tersebut untuk mengklaim pinjaman online (pinjol), fasilitas kesehatan, asuransi, atau bahkan memengaruhi pengecekan background karyawan saat sang anak mengikuti proses rekruitmen di perusahaan impiannya nanti. Cukup mengerikan, bukan?

2. Menjadi Sasaran Predator Seksual

Sharenting memicu kejahatan online predator seksual | Foto: Pexels/Artem Podrez
info gambar

Pesatnya perkembangan teknologi di sisi lain membuat kita harus waspada pada jenis kejahatan yang makin tak terprediksi. Berkeliarannya para predator seksual dimana saja, termasuk di media digital, tentu membawa bahaya tersendiri bagi konten audio-visual anak yang secara bebas bisa kita unggah ke media sosial.

Meski konten yang ditampilkan termasuk aman dan tidak eksplisit sekalipun, para oknum nirmoral tersebut masih saja berpotensi menemukan cara untuk mengedit dan membagikan konten tersebut di forum yang tak sepantasnya.

5 Cerita Fabel untuk Dongeng Anak sebelum Tidur yang Edukatif

3. Risiko Membuat Anak Malu

Consent anak merupakan hal yang penting | Foto: Pexels/Amina Filkins
info gambar

Ada hal yang sering terlupa dalam sharenting, yakni fakta bahwa anak juga merupakan individu yang pendapatnya layak dihargai. Meski ketika kecil ia belum paham tentang pendistribusian foto-foto dan videonya di media sosial, semakin besar hal tersebut akan mulai memengaruhi kehidupannya.

Boleh jadi ia keberatan atas beberapa foto “aib” masa kecilnya yang diketahui ratusan atau bahkan ribuan orang. Boleh jadi momennya menangis di supermarket saat berusia 3 tahun membuatnya diejek oleh teman-teman sebayanya kala ia masuk SD. Intinya, consent mereka tentang pantas atau tidaknya sebuah foto itu diunggah juga patut dipertimbangkan, Kawan!

4. Bisa Memicu Cyberbullying

Cyberbullying dapat memengaruhi kesehatan mental anak | Foto: Pexels/RODNAE Productions
info gambar

Mengunggah foto anak secara berlebihan di media sosial secara langsung membuat mereka terekspos oleh perkataan para netizen yang tak semua menyenangkan. Cyberbullying atau perundungan di dunia internet memang tak bisa dihindari.

Bila bagi orang dewasa saja dampak cyberbullying bisa sangat mempengaruhi, bagaimana dengan psikis anak-anak yang berkemungkinan besar akan mengetahui deretan komentar negatif yang dilayangkan pada dirinya atau aktivitas yang dilakukan orang tuanya?

Bukan Cuma Lato-Lato! 7 Tren Mainan Anak Indonesia yang Bikin Nostalgia

5. Rentan Terpapar Perdagangan Manusia

Kejahatan human trafficking mengincar anak-anak | Foto: Pexels/Pixabay
info gambar

Selain berpotensi menjadi korban cyberbullying, anak yang fotonya terlalu banyak beredar di media sosial juga bisa jadi sasaran empuk bagi para pelaku perdagangan manusia. Kasus seperti ini tak cuma menyasar orang biasa, tetapi juga kalangan selebrita.

Beruntungnya, kejadian tersebut tak sampai menjadi sebuah tragedi. Namun, adanya kasus tersebut tentu layak menjadi warning sign bagi para orang tua tentang betapa riskannya konten sang anak jatuh di tangan oknum-oknum jahat.

Tentu kita semua mengerti rasa bangga dan haru yang dirasakan orang tua selama membersamai pertumbuhan sang anak, sehingga merasa ingin berbagi kebahagiaan pada dunia. Namun, kembali ke pepatah lama, segala yang berlebihan tentu mendatangkan lebih banyak hal negatif daripada manfaat baiknya.

Jadi, demi kebaikan sang anak, ada baiknya orang tua mempelajari lagi batasan-batasan privasi yang sehat sebelum memperlihatkan foto anak di media sosial.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Artikel ini dibuat oleh Kawan GNFI, dengan mematuhi aturan menulis di GNFI. Isi artikel ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis. Laporkan tulisan.

S
KO
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini