Melihat Tenun Rote, Keindahan yang Tingkatkan Derajat Kaum Perempuan

Melihat Tenun Rote, Keindahan yang Tingkatkan Derajat Kaum Perempuan
info gambar utama

Di Dusun Ndao, Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur, perempuan tidak hanya dimuliakan karena kecantikannya, tetapi juga karena keterampilan menenun ikat, itulah yang ditunjukkan para wanita di sana.

Fransina, wanita asal Ndao menyatakan bahwa tradisi menenun di Dusun Ndao berawal dari sarang laba-laba. Konon, seorang perempuan Ndao menyaksikan seekor laba-laba besar yang membuat jaring-jaring yang rapi seperti lem.

Awalnya jaring-jaring dari lendir itu berlubang besar. Namun lama-kelamaan semakin kecil dan akhirnya membentuk lembaran kain. Pengetahuan itu hanya dipraktikan pada daun lontar, tetapi kemudian dialihkan pada benang yang dihasilkan dari kapas.

Tenun Sutra yang Berharga bagi Masyarakat Bugis dalam Pergumulan Kehidupan

Meskipun kawasan ini dikenal tandus, cocok untuk ditanami tanaman kapas, jagung, dan kacang-kacangan. Selain petani, mata pencaharian mayoritas warga adalah nelayan. Sementara hampir seluruh kaum wanitanya adalah penenun.

“Semua perempuan Ndao menjadi berarti apabila terampil menenun dalam berbagai motif, gaya, jenis dan sesuai selera konsumen. Menenun menjadi satu kewajiban mulia bagi perempuan. Filosofi menenun selalu dihayati semua kaum perempuan di sana,” tutur Fransina yang dimuat Kompas.

Kesempurnaan perempuan

Fransina menyatakan bahwa setiap anak perempuan wajib menenun sejak masih kanak-kanak atau berusia 5 tahun. Kesempurnaan seorang perempuan, katanya terletak pada keterampilan menenun.

“Kalau sekolah dasar (SD) harus masuk usia enam tahun, menenun diwajibkan usia lima tahun. Karena hanya dengan menenun, kami bisa hidup. Di Pulau Ndao sendiri, tiap hari, kaum perempuan selalu menenun meskipun hanya beberapa jam,” paparnya.

Tenun Troso, Tenun Ikat Tradisional Kebanggaan Jepara

Dengan kemampuan menenun yang dikuasainya, seorang perempuan Ndao akan sangat dihargai oleh kaum pria. Kekerasan dalam rumah tangga pun dapat dihindari dengan keterampilan tersebut.

“Oleh karena itu, nilai emas kawin seorang perempuan Ndao diukur dari keterampilannya menenun,” katanya.

Berlatih kesabaran

Fransina menjelaskan bahwa ketika menenun seseorang butuh kesabaran, ketekunan, kelemahlembutan, pengorbanan, dan kesederhanaan. Hal ini karena untaian benang hanya berukuran 0,5-0,7 milimeter.

“Satu kain tenun ikat bisa diselesaikan keseluruhannya dalam satu bulan. Namun jika dikerjakan setiap hari, dari pagi hingga malam, kain tenun itu bisa diselesaikan dalam tiga hari,” paparnya.

Menurutnya hingga tahun 1995, warga Ndao masih menggunakan benang asli yang berasal dari tanaman kapas yang ditanam dan diproses secara manual. Bahkan kaum perempuan Ndao juga ikut membantu para suami menanam tanaman kapas tersebut.

Keindahan Tenun Cual, Kain Khas Bangka Belitung yang Punya Harga Fantastis

Selain memanen, mereka kemudian memprosesnya menjadi benang secara manual, dengan cara memisahkan kapas dari biji-bijinya. Sebelumnya, kapas dihaluskan dengan tangan terlebih dahulu.

Potongan-potongan kapas kemudian disambung dan diputar dengan alat yang terbuat dari kayu. Seperti putaran gasing, peralatan tersebut diputar dengan bantuan jari-jari tangan. Pintalan itu digulung kemudian diberi sesuai dengan selera masing-masing.

“Namun kain sarung yang dihasilkan dari benang jenis tersebut dinilai kasar, berat, dan mudah luntur jika pewarnanya tidak kuat. Tenun ikat jenis ini pun jarang diminati orang untuk dikenakan sehari-hari. Mereka menggunakannya pada saat acara adat,” paparnya.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

Terima kasih telah membaca sampai di sini