Cerita Naas Warga Jonggol Ketika Daerahnya Batal Jadi Ibu Kota Negara

Cerita Naas Warga Jonggol Ketika Daerahnya Batal Jadi Ibu Kota Negara
info gambar utama

Pada masa Orde Baru, Jonggol digadang-gadang jadi ibu kota baru. Tetapi semua hanya simpang siur. Alam Jonggol dan masyarakat pedesaan di sana hingga kini menelan pil pahit, jadi korban isu tak jelas.

Pada 1990-an, nama kecamatan itu mencuat dan jadi pembicaraan nasional karena sempat ada isu ibu kota pemerintahan Indonesia akan pindah ke Jonggol. Pemisahan 10 desa dari 23 desa di Jonggol untuk jadi Kecamatan Sukamakmur.

“Jalan ke sini belum dibangun. Pengunjung yang sering kemari kebanyakan bermotor, bikers. Dari gerbang ini masih 1,5 kilometer lagi sampai curug (air terjun),” kata Kumis, warga setempat dimuat Kompas.

Cerita Sutomo Manfaatkan Lahan Tidur di Ibu Kota Jadi Lahan Urban Farming Produktif

Dirinya mengatakan 10 desa Kecamatan Sukamakmur sempat menjadi incaran karena direncanakan menjadi pusat Kota Mandiri Bukit Jonggol Asri (KMBJA). Tahun 1990-an itu, harga tanah yang semula Rp300-Rp500 per meter persegi jadi Rp80.000 meter persegi.

“Sekarang, mau jual Rp5.000 per meter saja nggak laku. Kehidupan petani di sini susah. Padahal, banyak juga potensi pariwisata di sini,” kata Maskur.

Kemiskinan berlanjut

Maskur menyatakan ada dua perusahaan yang resmi melakukan pembebasan lahan antara tahun 1993 dan 1994. Saat itu masyarakat tahu KMBJA akan dibangun di areal seluas 30.000 hektare.

“Namun, dua perusahaan yang melakukan pembebasan lahan hanya mengantongi izin membebaskan 6.000 hektare,” katanya.

Warga yang sempat mengalami kemakmuran ketika proses pembebasan lahan dahulu beranggapan, batalnya KMBJ buntut dari lengsernya Presiden Soeharto tahun 1998. Hal itu membuat kemiskinan masyarakat terus berlanjut.

3 Kota Ini Pernah Jadi Ibu Kota Indonesia dalam Sekejap

Kini sebagian warga masih berharap KMBJA dibangun. Walau sudah tidak punya lahan, mereka berharap masih bisa kerja di proyeknya. Diharapkan jika Jonggol dibangun, indeks pembangunan manusia (IPM) akan meningkat.

“Persoalan kepemilikan lahan di sini juga rumit, banyak yang tumpang tindih dan lahan ditelantarkan,” kata Sukirman.

Korban manusia dan alam

Pemerhati sejarah dan budaya Bogor, Taufik Hussanna juga ingat indahnya alam Jonggol dahulu. Dataran cukup luas itu, berupa sawah, kebun, serta gunung-gunung atau bukit dan sungai menambah kaya panorama.

Ditambah lagi Jonggol tak terlalu jauh ke arah tenggara dari Jakarta, wajar dilirik untuk menjadi calon ibu kota pemerintahan Indonesia. Ketika rencana pembangunan KMBJA merebak dan mulai terjadi pembelian lahan oleh swasta.

“Yang semula bawa cangkul ke sawah atau ladang menjadi wara-wiri pakai mobil Daihatsu Feroza. Kebun karet, yang semula milik negara seluas 2.100 hektare, dibabat habis menjadi lahan terbuka. Penebangan ini juga sampai ke pohon-pohon produksi milik Perhutani dan hutan lindung,” kata anggota Komisi 1 DPRD Kabupaten Bogor, Beben Suhendar.

Tahukah Kamu, Ternyata Bandung Pernah Jadi Ibukota Hindia Belanda

Menurut Taufik, pemindahan ibu kota dari Jakarta sudah ada sejak zaman Belanda. Ketika itu Bogor ditetapkan jadi pusat pemerintahan Hindia Belanda. Sementara Jakarta ditetapkan jadi pusat perniagaan.

Beben Suhendar menyatakan kasus Jonggol bisa jadi pelajaran bagi pemerintah maupun pengusaha. Hal ini penting rencana pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan Tengah harus dikaji dengan matang.

“Jadikanlah kasus Jonggol, yang memakan korban masyarakat biasa ataupun pengusaha, pelajaran sangat penting,” ucap Beben.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Rizky Kusumo lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Rizky Kusumo.

RK
SA
Tim Editor arrow

Terima kasih telah membaca sampai di sini