Menulis Ulang Sejarah: Fosil Gua di Laos Menjelaskan Kembali Pola Migrasi Manusia

Menulis Ulang Sejarah:  Fosil Gua di Laos Menjelaskan Kembali Pola Migrasi Manusia
info gambar utama

Meskipun sejarah yang tertulis saat ini adalah manusia berasal dari Afrika, kapan dan bagaimana nenek moyang kita pertama kali meninggalkan benua ini dan bagaimana mereka menyebar ke seluruh dunia masih menjadi misteri yang memicu perdebatan sengit di antara para arkeolog.

Jejak nenek moyang kita yang paling awal telah menjadi teka-teki yang membuat para peneliti penasaran. Mereka mencari petunjuk kapan tepatnya manusia meninggalkan Afrika dan rute apa yang mereka tempuh saat berlayar ke dunia yang belum dijelajahi.

Dua fragmen tulang yang baru-baru ini ditemukan oleh para arkeolog di sebuah gua di Laos utara menunjukkan bahwa Homo sapiens telah menjelajahi Asia Tenggara sejak 86.000 tahun yang lalu. Penemuan yang dipublikasikan baru-baru ini di Nature Communications ini menunjukkan bahwa manusia bermigrasi melalui wilayah ini lebih awal dari yang diperkirakan sebelumnya. Penemuan ini menantang kebijaksanaan konvensional bahwa perjalanan manusia di seluruh dunia terjadi secara linier dalam satu gelombang sekitar 50.000 hingga 60.000 tahun yang lalu.

Selama lebih dari sepuluh tahun, tim penggalian di Gua Tam Pà Ling menemukan tujuh fragmen tulang yang terkubur di antara lapisan tanah liat. Setelah menggali hingga kedalaman 7 meter, mereka akhirnya mencapai batuan dasar dan dapat merekonstruksi sejarah gua tersebut. Sedimen dan tulang belulang yang ditemukan menunjukkan bahwa manusia modern telah tinggal di wilayah pegunungan ini setidaknya selama 68.000 tahun, bahkan mungkin lebih lama. Tampaknya tulang-tulang tersebut terbawa ke dalam gua saat terjadi banjir dan gua tersebut tidak berpenghuni.

Tulang dahi manusia dan fragmen tulang kering berada di lapisan yang sama dengan gigi hewan yang berasal dari 68.000 hingga 86.000 tahun yang lalu (© PFABRICE DEMETER)
info gambar

Tantangan dalam Penanggalan

Penanggalan fosil-fosil dari situs ini merupakan tantangan yang kompleks. Fosil-fosil tersebut terlalu tua untuk diukur menggunakan metode penanggalan radiokarbon, yang hanya efektif hingga 46.000 tahun yang lalu. Selain itu, hukum Laos yang melindungi warisan budaya telah mencegah analisis yang merusak terhadap fosil manusia yang ditemukan di situs tersebut.

Namun, tim peneliti yang terlibat dalam penelitian ini dapat menggunakan dua teknik yang berbeda untuk memperkirakan usia fosil-fosil tersebut. Mereka menggunakan teknik pendaran untuk mengukur pendaran mineral kuarsa dan feldspar di lapisan sedimen, sebuah metode yang memungkinkan mereka untuk menentukan berapa lama bahan mineral kristal tersebut terpapar oleh panas atau sinar matahari.

Selain itu, ketika penggalian berlanjut pada kedalaman yang lebih dalam, tim peneliti menemukan dua gigi hewan di lapisan yang sama dengan fosil manusia. Mereka menggunakan teknik penanggalan resonansi spin elektron, yang mengukur peluruhan isotop uranium radioaktif - elemen kimia yang ditemukan di email gigi - untuk menentukan usia gigi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa fragmen tengkorak dan tibia berusia sekitar 70.000 dan 77.000 tahun, tetapi tibia bisa mencapai usia 86.000 tahun. Ini jauh lebih tua dari fosil pertama yang ditemukan di situs tersebut lebih dari satu dekade yang lalu, sepotong tengkorak yang diperkirakan berusia 46.000 tahun. Fosil ini juga lebih tua dari fragmen tulang lainnya di dalam gua, seperti dua fragmen rahang, tulang rusuk, dan tulang kaki, yang usianya berkisar antara 46.000 hingga 70.000 tahun.

Menurut Laura Shackelford, seorang antropolog dari University of Illinois Urbana yang menjadi bagian dari tim peneliti, catatan fosil di Asia Tenggara terbatas karena iklim tropis yang membuat sebagian besar tulang membusuk. Masih ada perdebatan mengenai kapan manusia purba pertama kali tiba di wilayah ini, asal-usul mereka, dan rute migrasi mereka. Laos, tempat gua itu berada, berada di jalur migrasi yang mungkin dilalui manusia purba ke Australia, di mana situs arkeologi tertua berasal dari sekitar 65.000 tahun yang lalu.

Gua yang digali pada tahun 2009 ini tidak dimaksudkan sebagai rumah permanen bagi siapa pun. Setiap tahun, banjir musiman menghanyutkan sedimen dan terkadang tulang belulang dari permukaan ke dalam gua, menciptakan lapisan-lapisan catatan sejarah yang unik. Gua ini seperti "perangkap fosil," kata Souliphane Boualaphane, salah satu penulis studi dan arkeolog dari Kementerian Informasi, Budaya dan Pariwisata Laos.

Misteri yang Tersisa

Hipotesis migrasi manusia berdasarkan analisis DNA menunjukkan bahwa Homo sapiens menyebar dengan cepat setelah periode geologis yang dikenal sebagai Tahap Isotop Laut 5, yang berlangsung antara 130.000 dan 80.000 tahun yang lalu. Namun, penemuan fosil di Tam Pà Ling menantang model-model ini dengan menunjukkan bahwa penyebaran manusia terjadi sebelum akhir Tahap Isotop Kelautan 5.

Menurut Miriam Stark, seorang arkeolog antropologi di University of Hawaii di Manoa yang tidak terlibat dalam penelitian ini, ketika para peneliti menemukan hal yang berbeda, bukan berarti model genetiknya salah, tetapi gambaran yang mereka ungkapkan masih belum lengkap. Meskipun fosil-fosil tersebut adalah Homo sapiens, fragmen tengkorak yang berusia 46.000 tahun memiliki kombinasi fitur manusia purba dan modern, sedangkan fosil yang lebih tua memiliki fitur yang lebih mirip manusia modern. Sebagai contoh, fragmen tengkorak yang lebih tua tidak memiliki tulang depan yang menonjol yang biasanya diasosiasikan dengan manusia purba dan teramati pada fosil-fosil yang lebih muda.

Hal ini berlawanan dengan intuisi dan menunjukkan bahwa fosil-fosil yang lebih tua mungkin tidak mewakili evolusi populasi lokal, tetapi lebih kepada kelompok manusia modern awal yang bermigrasi ke wilayah tersebut. Meski begitu, penemuan ini meyakinkan bahwa ada migrasi manusia modern yang gagal ke Asia dan tidak meninggalkan keturunan, kata Russell Ciochon, seorang antropolog biologi dari University of Iowa yang tidak terlibat dalam penelitian ini.

Meskipun memberikan data tentang wilayah yang masih kurang dipahami, Tam Pà Ling memberikan wawasan tambahan tentang waktu migrasi melalui wilayah tersebut. Shackelford dan timnya akan terus menggali gua tersebut untuk menemukan lebih banyak fosil. Mereka juga mencoba mengekstrak DNA lingkungan dari tanah liat, yang dapat memberikan petunjuk tentang flora dan fauna yang ada di wilayah tersebut puluhan ribu tahun yang lalu. Penemuan di luar gua juga dapat memberikan wawasan berharga tentang manusia purba yang mendiami wilayah tersebut.

Cek berita, artikel, dan konten yang lain di Google News

Jika Anda tertarik untuk membaca tulisan Diandra Paramitha lainnya, silakan klik tautan ini arsip artikel Diandra Paramitha.

Terima kasih telah membaca sampai di sini